BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Reformasi
birokrasi di Indonesia intinya adalah melakukan perubahan tata laksana
pembangunan menuju pemerintahan yang baik (good govenance).
Kepemerintahan yang baik ditandai antara lain dengan tingginya tingkat kinerja,
adanya akuntabilitas publik, transparansi, efisiensi, efektivitas, bersih dari
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Untuk mendukung terwujudnya kepemerintahan yang baik tentunya diperlukan adanya
sistem pengukuran kinerja yang baik. Sistem pengukuran kinerja ini akan
mengintegrasikan proses peningkatan kinerja melalui tahap mulai perencanaan
sampai dengan evaluasi capaiannya. Sistem pengukuran kinerja yang baik akan
bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya dapat digunakan untuk menerapkan
sistem reward and punishment, mengevaluasi efisiensi, efektivitas, dan
ekonomis program dan kegiatan, meningkatkan kinerja, dan lain-lain.
Selain itu, dengan diterbitkan paket undang-undang di bidang keuangan negara
(UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara) terdapat perubahan orientasi
dalam menjalankan pemerintahan. Perubahan orientasi tersebut adalah pemerintahan
dijalankan berorientasi pada hasil (result oriented goverment), bukan
pada pada input (lebih spesifik anggaran). Program dan kegiatan pemerintahan
harus mengacu pada hasil yang akan dicapai. Untuk menjalankan program dan
kegiatan tersebut baru disusun anggaran yang dibutuhkan.
Untuk mendukung pelaksanaan sistem pengukuran kinerja ini, pemerintah telah
membuat sistem pengukuran kinerja dengan nama sistem akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah (SAKIP). Peraturan yang menjadi awal penerapan sistem
pengukuran kinerja ini adalah Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Inpres ini menyatakan, dalam rangka
lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya guna, bersih dan
bertanggung jawab dipandang perlu adanya pelaporan kinerja instansi pemerintah.
Pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah ini dimaksudkan untuk
mengetahui kemampuan pemerintah dalam pencapaian visi, misi, dan tujuan
organisasi. Selanjutnya peraturan terkait SAKIP tersebut terus dilakukan
perbaikan dalam rangka penyempurnaan atas kelemahan yang masih ada.
Terdapat beberapa model dalam sistem pengukuran kinerja organisasi baik yang
berorientasi profit maupun nonprofit. Masing-masing model memiliki keunggulan
dan kekurangan. Unit organisasi dapat memilih model sistem pengukuran kinerja
tersebut sesuai dengan kebutuhan dan keinginan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini mengevaluasi sistem pengukuran kinerja
pemerintahan di Indonesia. Sistem pengukuran kinerja pemerintahan dibatasi pada
Pemerintah Pusat. Sistematika penulisan tulisan ini terdiri dari tujuh bagian
yaitu Pendahuluan. Kerangka Teoritis, Metodologi, Hasil Analisis, Simpulan,
Implikasi, dan Keterbatasan.
1.2. Rumusan Masalah
- Bagaimana pengukuran kinerja
sektor publik?
- Bagaimana perbedaan
pengukuran kinerja sektor publik dan sektor bisnis ?
- Bagaimana sistem pengukuran kinerja ?
- Bagaimana teknologi pengukuran ?
- Bagaimana
kondisi kinerja
sektor publik di Indonesia ?
1.3. Tujuan Makalah
Beriku
beberapa tujuan yang ingin dicapai penulis dalam menyusun makalah yang berjudul
“Penilaian Kinerja Sektor Publik” sebagai berikut.
- Agar para pembaca dapat
menjelaskan konsep pengukuran kinerja sektor publik;
- Agar para pembaca dapat
memahami perbedaan pengukuran kinerja sektor publik dan
sektor bisnis;
- Agar para pembaca dapat
mengetahui sistem pengukuran kinerja;
- Agar para pembaca dapat
mengetahui teknologi pengukuran;
- Agar para pembaca dapat mengetahui kinerja sektor publik di Indonesia.
1.4 Kegunaan
makalah
Makalah
ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun
secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengetahuan
mengenai perilaku kelompok dalam sebuah organisasi. Secara praktis makalah ini
diharapkan bermanfaat bagi:
1.
penulis, sebagai wahana penambah
pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang perilaku kelompok;
2.
pembaca/dosen, sebagai media informasi
tentang perilaku kelompok baik secara teoritis maupun secara praktis.
1.5.
Prosedur Makalah
Metode Penelitian yang digunakan dalam
penulisan ini adalah studi literatur. Studi literatur yang dilakukan meliputi
literatur terkait teori dan literatur yang berupa peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu, studi literatur ini meliputi dua tahapan.
Tahapan pertama adalah studi atas
literatur berupa artikel dan buku yang berhubungan dengan sistem pengukuran
kinerja. Artikel dan buku tersebut tidak dibatasi pada pembahasan sistem
pengukuran kinerja di organisasi pemerintah tetapi juga organisasi publik
lainnya dan organisasi yang berorientasi profit.
Tahap kedua adalah studi atas peraturan perundang-undangan yang mengatur
penilaian kinerja organisasi pemerintahan di Indonesia. Sistem pemerintahan di
Indonesia menganut asas desentralisasi, sehingga dikenal adanya pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Lingkup pembahasan dalam tulisan ini dibatasi pada
sistem pengukuran kinerja pada pemerintah pusat, sehingga peraturan
perundang-undangan yang dikaji hanya yang terkait dengan sistem pengukuran
kinerja untuk pemerintah pusat. Peraturan perundang-undangan tersebut mencakup
seluruh peraturan perundang-undangan dari hirarki paling tinggi sampai dengan
paling rendah.
BAB
II
KAJIAN TEORITIS
2.1. Kajian
Teoritis
2.1.1.
Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Pengertian
kinerja telah banyak disampaikan oleh para penulis. Kinerja didefinisikan
sebagai hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut
bersifat profit oriented dan nonprofit oriented yang dihasilkan
selama satu periode waktu (Fahmi, 2010). Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun
2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah menyatakan
kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah
dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas
terukur. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan)
Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja
Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah mendefinisikan kinerja instansi
pemerintah sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan
instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan strategi instansi
pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan
sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan.
Menurut Larry D Stout (1993) dalam
Performance Meassurement Guide menyatakan bahwa :
“Pengukuran
/ penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian
pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang
ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses.”
Sedangkan menurut James B Whittaker
dalam Government and Result Act, A Mandate for Strategic Planning and
Performance Measurement mnyatakan bahwa :
“Pengukuran
/penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan akuntabilitas.”
Jadi, pengukuran kinerja sektor
publik suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran
yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan
sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, hasil
kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan, dan efektivitas tindakan
dalam mencapai tujuan, visi dan misi organsisasi.
Ada beberapa elemen pokok dalam
suatu pengukuran kinerja, yaitu
- Menetapkan tujuan,
sasaran, dan strategi organisasi. Tujuan adalah pernyataan secara umum
tentang apa yang ingin dicapai organisasi. Sasaran merupakan tujuan
organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan
waktu yang jelas. Strategi adalah cara atau teknik yang digunakan
organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran.
- Merumuskan
indikator dan ukuran kinerja. Indikator kinerja mengacu pada penilaian
kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan
indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja
secara langsung.
- Mengukur tingkat
ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.
Jika kita sudah
mempunyai indikator
dan ukuran kinerja yang jelas, maka pengukuran kinerja bisa diimplementasikan. Mengukur tingkat
ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja yang telah
ditetapkan.
- Evaluasi kinerja.
Evaluasi kinerja
akan memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja yang
berhasil dicapai organisasi. Informasi capaian kinerja dapat dijadikan:
Ø Feedback
Hasil pengukuran
terhadap capaian kinerjaa dijadikan dasar bagi manajemen atau pengelola
organisasi untuk perbaikan kinerja pada periode berikutnya. Bisa dijadikan landasan pemberian reward and punishment terhadap manajer
dana anggota organisasi.
Ø Penilaian
kemajuan organisasi
Pengukuran
kinerja yang dilakukan setiap periode waktu tertentu sangat bermanfaat untuk
menilai kemajuan yang elah dicapai organisasi.
Ø Meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja
menghasilkan informasi yang sangat bermanfaat untuk pengambilan keputusan
manajemen maupun stakeholders.
Untuk mewujudkan kinerja yang tinggi, tentunya diperlukan adanya manajemen
kinerja yang baik. Terdapat kesepakatan umum tentang pentingnya implementasi
manajemen kinerja pada sektor publik (Pastuszkova dan Palka, 2011). Penerapan
manajemen kinerja merupakan kebutuhan mutlak bagi organisasi untuk mencapai
tujuan dengan mengatur kerjasama secara harmonis dan terintegrasi antara
pemimpin dan bawahannya (Wibowo dalam Irfan, 2010). Lebih lanjut Irfan (2010)
mengemukakan manajemen kinerja adalah suatu ilmu yang memadukan seni di
dalamnya untuk menerapkan suatu konsep manajemen yang memiliki tingkat
fleksibilitas yang representatif dan aspiratif guna mewujudkan visi dan misi
perusahaan dengan cara mempergunakan orang yang ada di organisasi tersebut
secara maksimal.
Salah
satu hal penting dalam manajemen kinerja adalah pengukuran kinerja. Pengukuran
kinerja mendapatkan perhatian sejak munculnya konsep New Public Management (Hood,
1995, Arnaboli dan Azzone, 2010). Kinerja diukur melalui penggunaan pengukuran
kinerja dimana suatu matrik digunakan untuk mengkuantifikasi efisiensi atau
efektivitas dari suatu kegiatan (Matthews, 2011).
Pengukuran
dan pelaporan kinerja bermanfaat untuk meningkatkan program dan akuntabilitas
(Hildebrand dan McDavid, 2011)
lebih lanjut mengemukakan sistem pengukuran kinerja digunakan untuk
mendukung berbagai fungsi manajemen diantaranya:
- Monitoring dan pelaporan
- Perencanaan strategis
- Penganggaran dan manajemen keuangan
- Manajemen program
- Evaluasi program
- Manajemen kinerja
- Peningkatkan kualitas, peningkatan proses
- Manajemen kontrak
- Benchmarking
- Komunikasi dengan
publik
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di
Lingkungan Kementerian Keuangan menyatakan maksud pengelolaan kinerja adalah :
-
Menjadi pedoman dalam menyusun
perencanaan dan penilaian kinerja organisasi dan pegawai dalam rangka memacu
kontribusi maksimal organisasi dan pegawai;
-
Menjadi alat pengendali strategis bagi
manajemen secara berjenjang mulai dari tingkat kantor pusat hingga kantor
operasional;
-
Menjadi standar metode penilaian
kinerja organisasi dan pegawai;
-
Sebagai alat manajemen SDM untuk
pengembangan kompetensi dan karier pegawai.
-
Untuk membangun organisasi yang terus
menerus melakukan penyempurnaan;
-
Membentuk keselarasan antara unit
kerja;
-
Mengembangkan semangat kerja tim;
-
Menjadi dasar untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi organisasi.
-
Menjadi dasar penataan pegawai;
-
Menjadi dasar pertimbangan pemberian
penghargaan bagi pegawai;
-
Mengembangkan iklim kerja yang kondusif
dan kompetitif;
-
Mewujudkan pegawai yang kompeten dan
memiliki motivasi tinggi serta memberikan kontribusi maksimal kepada unit
kerja;
-
Membangun komunikasi efektif dan
hubungan yang harmonis antara bawahan dan atasan;
-
Menumbuhkan tingkat kepuasan pegawai;
dan
-
Mengembangkan budaya kerja yang
efektif, menghargai kualitas proses bisnis dan kualitas pegawai sehingga mampu
memberikan kontribusi optimal.
2.1.2.
Manfaat
dan Tujuan
Pengukuran kinerja merupakan salah
satu alat pencapaian kinerja. Maka untuk dapat mencapai kinerja yang baik
diperlukan tujuan yang jelas. Bila dilakukan secara berkesinambungan pengukuran
kinerja akan memberikan umpan balik sehingga upaya perbaikan yang terus menerus
akan mencapai keberhasilan yang perusahaan inginkan untuk kedepannya. Seperti
yang dikemukakan oleh Mardiasmo dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik, bahwa:
Manfaat pengukuran kinerja sektor publik dapat
diuraikan sebagai berikut:
- Memberikan
pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja
manajemen.
- Memberikan arah
untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan.
- Untuk memonitor
dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannnya dengan target
kinerja serta serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja.
- Sebagai dasar untuk
memberikan penghargaan dan hukuman secara objektif atas pencapaian yang
diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.
- Sebagai alat
komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja
organisasi.
- Membantu mengidentifikasikan
apakah kepuasan pelanggan telah terpenuhi
- Membantu memahami
proses kegiatan instansi pemerintah.
- Memastikan bahwa
pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.
Tujuan lainnya adalah jika
dilakukan secara terus-menerus dapat menjadi umpan balik untuk upaya perbaikan
dan pencapaian tujuan di masa mendatang.
2.1.3.
Informasi yang Digunakan
Informasi mengenai kinerja sangat
penting dalam rangka menciptakan good
governance. Informasi kinerja tersebut diorientasikan sebagai pedoman bukan
sebagai alat pengendalian.
Indikator kinerja memiliki peran penting sebagai
proses pembentukan organisasi pembelajar (learning
organization). Jika organisasi terus menerus belajar bagaimana memperbaiki
kinerja, meningkatkan kepuasan pelanggan dan mencapai target, maka indikator
kinerja akan bersifat mendorong dan memotivasi dalam cara yang positif.
Informasi yang digunakan antara
lain adalah informasi finansial dan informasi non finansial.
2.1.4 Indikator Kerja dan Ukuran Kerja
Indikator kinerja adalah ukuran
kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau
tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemen indikator yang
terdiri dari :
a) Indikator
masukan (Input)
Indikator
masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat
berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber
daya manusia, informasi dan sebagainya.
b) Indikator
keluaran (output)
Indikator
keluaran adalah sesutau yang diharapkan langsung tercapai dari suatu kegiatan
yang dapata berupa fisik maupun nonfisik.
c) Indikator
hasil (outcome)
Indikator hasil
adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan.
d) Indikator
manfaat (benefits)
Indikator
manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan
kegiatan.
e) Indikator
dampak (impacts).
Indikator dampak
adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap
indikator yang telah ditetapkan.
Pengukuran kinerja merupakan suatu
aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari
tujuan strategis organisasi. Jadi pengukuran kinerja harus berbasis pada
strategi organisasi. Pemilihan indikator dan ukuran kinerja dan penetapan
target untuk setiap ukuran ini merupakan upaya konkret dalam memformulasikan tujuan
strategis organisasi sehingga lebih terwujud dan terukur. Pengukuran kinerja
juga harus didasarkan pada karakteristik operasional organisasi. Hal ini
terutama diperlukan untuk mendefinisikan indikator dan ukuran kinerja yang
digunakan.
Penerapan skema indikator kinerja
perlu adanya artikulasi dari tujuan, visi, misi, sasaran dan hasil program yang
dapat diukur dan jelas manfaatnya. Karena akurasi keputusan dapat dihasilkan
dengan dukungan informasi yang baik. Dengan adanya pengukuran kinerja sektor publik
memberikan manfaat yang pasti terhadap jalannya kinerja pemerintah.
Monitoring dan review terhadap indikator kinerja harus terus
dilakukan sebagai bagian dari upaya menciptakan kultur perbaikan kinerja secara
berkelanjutan. Review secara rutin terhadap indikator kinerja bertujuan untuk
menguji validitas dan keandalan indikator yang dibuat agar dapat menyesuaikan
perubahan kebutuhan layanan sehingga dalam jangka panjang menghasilkan ukuran
kinerja yang lebih baik dan efektif.
Menurut Mahmudi dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik
menyatakan karekteristik indikator kinerja sebagai berikut:
- Sederhana dan
mudah dipahami,
- Dapat diukur,
- Dapat
dikualifikasikan, misalnya dalam bentuk rasio persentase dan angka,
- Dikaitkan dengan standar atau
target kinerja,
- Berfokus pada costumer service, kualitas dan
efisiensi,
- Dikaji secara
teratur.
2.2. Perbedaan Pengukuran Kinerja Sektor Publik dan
Sektor Bisnis
Pengukuran kinerja pada organisasi
bisnis lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan organisasi sektor publik. Pada
organisasi bisnis, kinerja penyelenggaranya
dapat dilakukan dengan cara misalnya melihat tingkat laba yang berhasil
diperolehnya.
Pada organisasi sektor publik,
pengukuran keberhasilannya lebih kompleks, karena hal-hal yang dapat diukur
lebih beraneka ragam dan kadang- adang bersifat abstrak sehingga pengukuran
tidak bisa dilakukan hanya dengan menggunakan satu variabel saja.
Selama ini pengukuran kinerja suatu
instansi pemerintah lebih ditekankan pada kemampuan instansi tersebut dalam
menyerap anggaran. Suatu instansi akan dinyatakan berhasil jika dapat menyerap
anggaran pemerintah seratus persen, meskipun hasil yang dicapai serta dampaknya
masih berada jauh dari standar mutu. Sehingga pengukuran kinerja sektor publik
menjadi sulit dan kompleks untuk disusun.
2.2.1. Kendala dalam Pengukuran Kinerja Organisasi
Sektor Publik
Ada beberapa kendala pengukuran kinerja organisasi
sektor publik antara lain:
- Kinerja organisasi
sektor publik tidak bisa dinilai hanya berdasar rasio-rasio keuangan,
karena tujuan organisasi bukan memaksimalkan laba
- Output berupa
pelayanan biasanya bersifat kualitatif, intangible dan indirect sehingga sulit diukur
- Antara input dan
output tidak mempunyai hubungan secara langsung ( discretionary cost center ) karena sulitnya menetapkan standar
sebagai tolok ukur produktivitas.
- Tidak beroperasi
berdasarkan market forces
sehingga tidak ada pembanding yang independen dan memerlukan instrumen
pengganti mekanisme pasar dalam mengukur kinerja
- Mengukur kepuasan
masyarakat yang heterogen dari jasa pelayanan organisasi sektor publik
tidak mudah dilakukan
Fungsi pengukuran kinerja organisasi sektor publik
adalah sebagai berikut:
- Transparency,
yaitu organisasi dapat membuat dengan jelas produk apa yang mereka
tawarkan, bagaimana analisis input- outputnya, termasuk biayanya
- Learning, yaitu organisasi menjadi selangkah lebih maju
jika dia menggunakan pengukuran kinerja untuk belajar, transparansi yang
diciptakan mengajarkan pada organisasi apa kebaikan-kebaikan yang dimiliki
dan di mana kemungkinan pengembangannya.
- Appraising,
yaitu kinerja berbasis penilaian dapat dikatakan sebagai berfungsinya
organisasi
- Sanctioning,
yaitu penilaian dapat diikuti dengan sanksi positif jika ternyata
kinerjanya bagus, dan sanksi negatif jika kinerjanya buruk
Ide pokok pengukuran kinerja adalah
organisasi publik memformulasikan kinerja yang dipertimbangkan dan membuat
indikasi bagaimana kinerja ini dapat diukur, dengan menetapkan indikator
kinerja. Kinerja pemerintahan sulit untuk diukur disebabkan outcome sebagai
dampak akhir sangat tergantung pada banyak faktor. Yang dapat diukur kemudian
adalah dampak yang langsung (output ).
Prosesnya adalah sebagai berikut:
produksi dan layanan didefinisikan, organisasi menetapkan target produksi, out
put diukur dan hasilnya dilaporkan secara berkala. pengukuran kinerja sangat
penting dilakukan oleh oganisasi publik karena: dapat membantu meningkatkan
kualitas alokasi sumberdaya dan keputusan manajerial lain, dapat memfasilitasi
manajemen berdasarkan fakta untuk masa depan dengan menyediakan fokus dasar
untuk merencanakan, memonitor dan melakukan kontrol terhadap perencanaan.
2.3
Sistem Pengukuran Kinerja
Sistem pengukuran kinerja merupakan
suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian
suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Dalam suatu sistem
manajemen strategi, pengukuran kinerja berfungsi sebagai alat penilai apakah
strategi yang sudah ditetapkan telah berhasil dicapai. Dari hasil pengukuran
kinerja dilakukan feedback sehingga tercipta sistem pengukuran kinerja yang
mampu memperbaiki kinerja organisasi secara berkelanjutan.
Menurut Mardiasmo, sistem
pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk
membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur
finansial dan nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai
alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan
menetapkan reward and punishment system
. Sistem pengukuran kinerja meliputi :
- Perencanaan
Strategis
Perencanaan
strategis adalah proses sistematik yang ditujukan untuk menghasilkan tindakan
dan keputusan-keputusan mendasar sebagai pedoman dan panduan organisasi dalam
menjawab pertanyaan apa yang harus dilakukan dan mengapa melakukan aktivitas
tertentu. Proses perencanaan strategis ini membutuhkan informasi yang kompleks,
luas, dan komprehensif dengan lebih menekankan pada implikasi-implikasi di masa
datang.
- Penyusunan Program
Penyusunan
program adalah proses pembuatan keputusan mengenai program-program yang akan
dilaksanakan organisasi dan taksiran jumlah sumber-sumber yang akan
dialokasikan untuk setiap program tersebut. Penyusunan program meliputi tiga
kegiatan utama, yaitu
1) Analisis
usukan program baru
2) Penelaahan
program yang sedang berjalan
3) Penyusunan
sistem koordinasi program secara terpisah
- Penyusunan
Anggaran
Tahap penyusunan
anggaran ini adalah tahap yang sangat penting karena anggaran yang tidak
efektif dan tidak berorientasi pada kinerja justru bisa menggagalkan
program-program yang telah disusun sebelumnya.
2.3.1 Pengukuran Kinerja sebagai Subsistem
Pengendalian Manajemen
Tipe pengendalian manajemen dapat
diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
- Pengendalian
preventif
Berkaitan dengan
perumusan strategi dan perencanaan strategic yang dijabarkan dalam bentuk
program-program.
- Pengendalian
operasional
Berhubungan
dengan pengawasan pelaksanaan program yang telah ditetapkan melalui anggaran.
- Pengendalian
kinerja
Terkait dengan
evaluasi kinerja berdasarkan tolok ukur
kinerja yang telah ditetapkan.
Struktur Pengendalian Manajemen
- Sistem
pengendalian manajemen harus didukung dengan struktur organisasi yang
baik. Struktur organisasi termanifestasi dalam bentuk struktur pusat
pertanggungjawaban. Pusat pertanggungjawaban adalah unit organisasi yang
dipimpin oleh manajer yang bertanggungjawab terhadap aktivitas pusat
pertanggungjawaban yang dipimpinnya.
- Hubungan antara
Pusat Pertanggungjawaban dengan Pengendalian Anggaran Organisasi sektor
publik seperti pemerintah daerah dapat dianggap sebagai pusat
pertanggungjawaban. Manajer pusat sebagai budget holder memiliki
tanggungjawa untuk melaksanakan anggaran. Pengendalian anggaran meliputi
pengukuran terhadap output dan belanja yang riil dilakukan dibandingkan
dengan anggaran.
- Proses
Pengendalian Manajemen
Proses
pengendalian manajemen pada organisasi sektor publik dapat dilakukan dengan
saluran komunikasi formal maupun informal. Saluran komunikasi formal mencakup
aktivitas formal organisasi yang meliputi:
a.
perumusan
strategi, merupakan proses penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, target, dan
kebijakan serta strategi organisasi.
b. Perencanaan strategi, adalah
proses penentuan program-program, aktivitas atau proyek yang akan dilakukan
oleh suatu organisasi dan penentuan jumlah alokasi sumber daya yang akan
dibutuhkan.
2.4 Teknologi Pengukuran Kinerja
2.4.1 Balance Scorecard
Ada beberapa alat dalam pengukuran
kinerja, salah satunya dengan menggunakan Balance Scorecard (BSC). Di dalam
BSC, terdapat 4 perspektif yang di nilai, yaitu
1. Perspektif
Keuangan (Financial)
Memberikan
penilaian terhadap target keuangan yang dicapai oleh organisasi dalam
mewujudkan visinya.
2. Perspektif
konsumen (Customer)
Memberikan
penilaian terhadap segmen pasar yang dituju dan tuntutan customer beserta
tuntutan kebutuhan yang dilayani oleh organisasi dalam upaya untuk mencapai
target keuangan tertentu.
- Perspektif Proses
Bisnis/Intern
Memberikan
penilaian gambaran proses yang harus dibangun untuk melayani customer dan untuk
mencapai target keuangan tertentu.
- Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (growth and learn)
Memberikan
penilaian yang merupakan pemacu kompetisi personal, prasarana sistem informasi
dan suasana lingkungan kerja untuk mencapai target keuangan, customer, dan
proses bisnis intern.
2.4.2 Valuey for Money
Value for money merupakan konsep
pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama,
yaitu: ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
- Ekonomi adalah
pemerolehan input
dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi
merupakan perbandingan input
dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter.
- Efisiensi adalah
pencapaian output
yang maksimum dengan input tertentu
atau penggunaan input yang rendah untuk mencapai output tertentu.
Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar
kinerja atau target yang telah ditetapkan.
- Efektivitas adalah
tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara
sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output .
Efisiensi merupakan salah satu
bagian indikator kinerja valuey for money yang dapat diukur dengan output dan
input. Di mana semakin besar rasio tersebut maka semakin efisien suatu
organisasi dan bersifat relatif. Efektivitas adalah keberhasilan dalam mencapai
tujuan. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuannya, maka organisasi
itu berjalan secara efektif. Sedangkan ekonomis hanya menekankan kepada input.
Manfaat implementasi konsep Value For Money pada organisasi sektor
publik antara lain:
- Meningkatkan
efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat
sasaran
- Meningkatkan mutu
pelayanan publik;
- Menurunkan biaya
pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya penghematan dalam
penggunaan input;
- Alokasi belanja
yang lebih berorientasi pada kepentingan publik; dan
- Meningkatkan
kesadaran akan uang publik (public
cost awareness) sebagai akar pelaksanaan Akuntabilitas Publik
2.5. Kondisi Kinerja Sektor Publik di Indonesia
Sistem pengukuran kinerja di Indonesia
dikenal dengan nama sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP).
Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 1999 merupakan peraturan perundangan
pertama yang mengatur sistem pelaporan kinerja pemerintahan di Indonesia. Dalam
Peraturan ini, Presiden mengintruksikan kepada para Menteri, Panglima TNI,
Gubernur BI, Jaksa Agung, Kepala Polri, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Pimpinan Sekretariat Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, Gubernur,
dan Bupati/Walikota antara lain untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah sebagai wujud pertanggungjawaban instansi pemerintah dalam
mencapai misi dan tujuan organisasi. Bentuk akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah tersebut diwujudkan dengan menyampaikan laporan akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah (LAKIP) kepada Presiden.
Untuk menyusun LAKIP tersebut dibuatlah SAKIP. Tujuan SAKIP adalah untuk
mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Sasaran yang
ingin dicapai dari SAKIP tersebut antara lain pertama, menjadikan instansi pemerintah
yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif, dan responsif
terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya. Kedua, terwujudnya transparansi
instansi pemerintah. Ketiga, terwujudnya partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan pembangunan nasional. Terakhir, terpeliharanya kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah. Selanjutnya SAKIP ini dikembangkan secara
terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem
perbendaharaan, dan sistem akuntansi pemerintahan (PP 8 Tahun 2006 tentang
Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah).
Tahapan dalam SAKIP meliputi perencanaan dan penetapan kinerja, pelaksanaan
program dan kegiatan, pengukuran capaian kinerja, pelaporan kinerja, dan
pengevaluasian kinerja. Tahapan ini dijelaskan sebagai berikut.
Sebelumnya
fokus manajemen kinerja sektor publik adalah pada pengendalian input, pemenuhan standar
dan kepatuhan anggaran. Namun setelah dilakukan
reformasi penekanan kinerja bergeser pada pengukuran outcome, hasil, manfaat, dan dampak terhadap
masyarakat.
Sorensen
dan Grove (1977) jauh sebelumnya telah menyarankan
organisasi sektor publik untuk menggunakan teknik penilaian kinerja yang berfokus pada analisis cost-outcome
dan cost-effectiveness atas program pelayanan yang diberikan.
Sistem pemerintahan di Indonesia menganut
asas desentralisasi, sehingga dikenal adanya pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Lingkup pembahasan dalam tulisan ini dibatasi pada sistem pengukuran
kinerja pada pemerintah pusat, sehingga peraturan perundang-undangan yang
dikaji hanya yang terkait dengan sistem pengukuran kinerja untuk pemerintah
pusat. Peraturan perundang-undangan tersebut mencakup seluruh peraturan
perundang-undangan dari hirarki paling tinggi sampai dengan paling rendah.
BAB III
KESIMPULAN
Pemerintah Indonesia sudah memiliki model dalam sistem
pengukuran kinerja. Model sistem pengukuran kinerja ini sudah diterapkan dengan
nama sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP). SAKIP
menghasilkan laporan berupa LAKIP/Laporan Kinerja. Sebagai suatu sistem, SAKIP
terus menerus disempurnakan oleh pemeirntah.
Walaupun sudah diterapkan dan disempurnakan, SAKIP masih memliki beberapa
kekurangan atau kelemahan. Kekurangan tersebut adalah dasar hukum paling tinggi
yang mengatur adalah PP, masih terdapat perbedaan nama laporan, belum dilakukan
penggabungan atau kompilasi laporan kinerja/LAKIP pada level Pemerintah Pusat,
dan belum dilakukan audit atas laporan kinerja.
IMPLIKASI
Berdasarkan uraian sebelumnya, terdapat beberapa
implikasi dari evaluasi sistem pengukuran kinerja ini yaitu pertama, pemerintah
perlu terus menyempurnakan model SAKIP untuk memperbaiki beberapa kelemahan dan
menambah hal-hal yang kurang. Kedua, perlu menjadi pemikiran bersama untuk
memperkuat dasar hukum pelaksanaan SAKIP. Ketiga, pemerintah perlu menambahkan
prosedur dalam penggabungan atau kompilasi laporan kinerja/LAKIP tingkat
Pemeirntah Pusat. Keempat, perlu menjadi pemikiran bersama terkait audit atas
laporan kinerja/LAKIP.
KETERBATASAN
Tulisan ini
merupakan hasil pemikiran dari studi literatur baik artikel maupun buku teks
dan peraturan perundang-undangan. Sebagai suatu hasil pemikiran, tulisan ini
memiliki keterbatasan yaitu tidak didukung dengan data survei baik berupa
kuesioner kepada responden maupun hasil wawancara dengan nara sumber terkait
dengan topik bahasan. Keterbatasan ini mudah-mudahan menjadi studi atau
penelitian selanjutnya.
0 komentar:
Post a Comment