Thursday, March 14, 2019

MAKALAH PELAPORAN KINERJA SEKTOR PUBLIK


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
Reformasi birokrasi di Indonesia intinya adalah melakukan perubahan tata laksana pembangunan menuju pemerintahan yang baik (good govenance). Kepemerintahan yang baik ditandai antara lain dengan tingginya tingkat kinerja, adanya akuntabilitas publik, transparansi, efisiensi, efektivitas, bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
             Untuk mendukung terwujudnya kepemerintahan yang baik tentunya diperlukan adanya sistem pengukuran kinerja yang baik. Sistem pengukuran kinerja ini akan mengintegrasikan proses peningkatan kinerja melalui tahap mulai perencanaan sampai dengan evaluasi capaiannya. Sistem pengukuran kinerja yang baik akan bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya dapat digunakan untuk menerapkan sistem reward and punishment, mengevaluasi efisiensi, efektivitas, dan ekonomis program dan kegiatan, meningkatkan kinerja, dan lain-lain.
             Selain itu, dengan diterbitkan paket undang-undang di bidang keuangan negara (UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara) terdapat perubahan orientasi dalam menjalankan pemerintahan. Perubahan orientasi tersebut adalah pemerintahan dijalankan berorientasi pada hasil (result oriented goverment), bukan pada pada input (lebih spesifik anggaran). Program dan kegiatan pemerintahan harus mengacu pada hasil yang akan dicapai. Untuk menjalankan program dan kegiatan tersebut baru disusun anggaran yang dibutuhkan.

             Untuk mendukung pelaksanaan sistem pengukuran kinerja ini, pemerintah telah membuat sistem pengukuran kinerja dengan nama sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP). Peraturan yang menjadi awal penerapan sistem pengukuran kinerja ini adalah Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Inpres ini menyatakan, dalam rangka lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya guna, bersih dan bertanggung jawab dipandang perlu adanya pelaporan kinerja instansi pemerintah. Pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan pemerintah dalam pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Selanjutnya peraturan terkait SAKIP tersebut terus dilakukan perbaikan dalam rangka penyempurnaan atas kelemahan yang masih ada.
             Terdapat beberapa model dalam sistem pengukuran kinerja organisasi baik yang berorientasi profit maupun nonprofit. Masing-masing model memiliki keunggulan dan kekurangan. Unit organisasi dapat memilih model sistem pengukuran kinerja tersebut sesuai dengan kebutuhan dan keinginan organisasi.
             Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini mengevaluasi sistem pengukuran kinerja pemerintahan di Indonesia. Sistem pengukuran kinerja pemerintahan dibatasi pada Pemerintah Pusat. Sistematika penulisan tulisan ini terdiri dari tujuh bagian yaitu Pendahuluan. Kerangka Teoritis, Metodologi, Hasil Analisis, Simpulan, Implikasi, dan Keterbatasan.
1.2.   Rumusan Masalah
  1. Bagaimana pengukuran kinerja sektor publik?
  2. Bagaimana perbedaan pengukuran kinerja sektor publik dan sektor bisnis ?
  3. Bagaimana  sistem pengukuran kinerja ?
  4. Bagaimana teknologi pengukuran ?
  5. Bagaimana kondisi kinerja sektor publik di Indonesia ?


1.3.   Tujuan Makalah
Beriku beberapa tujuan yang ingin dicapai penulis dalam menyusun makalah yang berjudul Penilaian Kinerja Sektor Publik” sebagai berikut.
  1. Agar para pembaca dapat menjelaskan konsep pengukuran kinerja sektor publik;
  2. Agar para pembaca dapat memahami perbedaan pengukuran kinerja sektor publik dan sektor bisnis;
  3. Agar para pembaca dapat mengetahui sistem pengukuran kinerja;
  4. Agar para pembaca dapat mengetahui teknologi pengukuran;
  5. Agar para pembaca dapat mengetahui kinerja sektor publik di Indonesia.



1.4  Kegunaan makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengetahuan mengenai perilaku kelompok dalam sebuah organisasi. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.    penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang perilaku kelompok;
2.    pembaca/dosen, sebagai media informasi tentang perilaku kelompok baik secara teoritis maupun secara praktis.

1.5. Prosedur Makalah
Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi literatur. Studi literatur yang dilakukan meliputi literatur terkait teori dan literatur yang berupa peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, studi literatur ini meliputi dua tahapan.
Tahapan pertama adalah studi atas literatur berupa artikel dan buku yang berhubungan dengan sistem pengukuran kinerja. Artikel dan buku tersebut tidak dibatasi pada pembahasan sistem pengukuran kinerja di organisasi pemerintah tetapi juga organisasi publik lainnya dan organisasi yang berorientasi profit.
             Tahap kedua adalah studi atas peraturan perundang-undangan yang mengatur penilaian kinerja organisasi pemerintahan di Indonesia. Sistem pemerintahan di Indonesia menganut asas desentralisasi, sehingga dikenal adanya pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Lingkup pembahasan dalam tulisan ini dibatasi pada sistem pengukuran kinerja pada pemerintah pusat, sehingga peraturan perundang-undangan yang dikaji hanya yang terkait dengan sistem pengukuran kinerja untuk pemerintah pusat. Peraturan perundang-undangan tersebut mencakup seluruh peraturan perundang-undangan dari hirarki paling tinggi sampai dengan paling rendah.
   BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1.  Kajian Teoritis
2.1.1. Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Pengertian kinerja telah banyak disampaikan oleh para penulis. Kinerja didefinisikan sebagai hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented dan nonprofit oriented yang dihasilkan selama satu periode waktu (Fahmi, 2010). Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah menyatakan kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah mendefinisikan kinerja instansi pemerintah sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan.
Menurut Larry D Stout (1993) dalam Performance Meassurement Guide menyatakan bahwa :
“Pengukuran / penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses.”
Sedangkan menurut James B Whittaker dalam Government and Result Act, A Mandate for Strategic Planning and Performance Measurement mnyatakan bahwa :
“Pengukuran /penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.”
Jadi, pengukuran kinerja sektor publik suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan, visi dan misi organsisasi.
Ada beberapa elemen pokok dalam suatu pengukuran kinerja, yaitu
  • Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi. Tujuan adalah pernyataan secara umum tentang apa yang ingin dicapai organisasi. Sasaran merupakan tujuan organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas. Strategi adalah cara atau teknik yang digunakan organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran.
  • Merumuskan indikator dan ukuran kinerja. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung.
  • Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.
Jika kita sudah mempunyai indikator dan ukuran kinerja yang jelas, maka pengukuran kinerja bisa diimplementasikan. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan.
  • Evaluasi kinerja.
Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi. Informasi capaian kinerja dapat dijadikan:
Ø  Feedback
Hasil pengukuran terhadap capaian kinerjaa dijadikan dasar bagi manajemen atau pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja pada periode berikutnya. Bisa dijadikan landasan pemberian reward and punishment terhadap manajer dana anggota organisasi.
Ø  Penilaian kemajuan organisasi
Pengukuran kinerja yang dilakukan setiap periode waktu tertentu sangat bermanfaat untuk menilai kemajuan yang elah dicapai organisasi.
Ø  Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja menghasilkan informasi yang sangat bermanfaat untuk pengambilan keputusan manajemen maupun stakeholders.
             Untuk mewujudkan kinerja yang tinggi, tentunya diperlukan adanya manajemen kinerja yang baik. Terdapat kesepakatan umum tentang pentingnya implementasi manajemen kinerja pada sektor publik (Pastuszkova dan Palka, 2011). Penerapan manajemen kinerja merupakan kebutuhan mutlak bagi organisasi untuk mencapai tujuan dengan mengatur kerjasama secara harmonis dan terintegrasi antara pemimpin dan bawahannya (Wibowo dalam Irfan, 2010). Lebih lanjut Irfan (2010) mengemukakan manajemen kinerja adalah suatu ilmu yang memadukan seni di dalamnya untuk menerapkan suatu konsep manajemen yang memiliki tingkat fleksibilitas yang representatif dan aspiratif guna mewujudkan visi dan misi perusahaan dengan cara mempergunakan orang yang ada di organisasi tersebut secara maksimal.
            Salah satu hal penting dalam manajemen kinerja adalah pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja mendapatkan perhatian sejak munculnya konsep New Public Management (Hood, 1995, Arnaboli dan Azzone, 2010). Kinerja diukur melalui penggunaan pengukuran kinerja dimana suatu matrik digunakan untuk mengkuantifikasi efisiensi atau efektivitas dari suatu kegiatan (Matthews, 2011).
            Pengukuran dan pelaporan kinerja bermanfaat untuk meningkatkan program dan akuntabilitas (Hildebrand dan McDavid, 2011) lebih lanjut mengemukakan sistem pengukuran kinerja digunakan untuk mendukung berbagai fungsi manajemen diantaranya:
  • Monitoring dan pelaporan
  • Perencanaan strategis
  • Penganggaran dan manajemen keuangan
  • Manajemen program
  • Evaluasi program
  • Manajemen kinerja
  • Peningkatkan kualitas, peningkatan proses
  • Manajemen kontrak
  • Benchmarking
  • Komunikasi dengan publik     
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan menyatakan maksud pengelolaan kinerja adalah :
-          Menjadi pedoman dalam menyusun perencanaan dan penilaian kinerja organisasi dan pegawai dalam rangka memacu kontribusi maksimal organisasi dan pegawai;
-          Menjadi alat pengendali strategis bagi manajemen secara berjenjang mulai dari tingkat kantor pusat hingga kantor operasional;
-          Menjadi standar metode penilaian kinerja organisasi dan pegawai;
-          Sebagai alat manajemen SDM untuk pengembangan kompetensi dan karier pegawai.
-          Untuk membangun organisasi yang terus menerus melakukan penyempurnaan;
-          Membentuk keselarasan antara unit kerja;
-          Mengembangkan semangat kerja tim;
-          Menjadi dasar untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi.
-          Menjadi dasar penataan pegawai;
-          Menjadi dasar pertimbangan pemberian penghargaan bagi pegawai;
-          Mengembangkan iklim kerja yang kondusif dan kompetitif;
-          Mewujudkan pegawai yang kompeten dan memiliki motivasi tinggi serta memberikan kontribusi maksimal kepada unit kerja;
-          Membangun komunikasi efektif dan hubungan yang harmonis antara bawahan dan atasan;
-          Menumbuhkan tingkat kepuasan pegawai; dan  
-          Mengembangkan budaya kerja yang efektif, menghargai kualitas proses bisnis dan kualitas pegawai sehingga mampu memberikan kontribusi optimal.     
2.1.2. Manfaat dan Tujuan
Pengukuran kinerja merupakan salah satu alat pencapaian kinerja. Maka untuk dapat mencapai kinerja yang baik diperlukan tujuan yang jelas. Bila dilakukan secara berkesinambungan pengukuran kinerja akan memberikan umpan balik sehingga upaya perbaikan yang terus menerus akan mencapai keberhasilan yang perusahaan inginkan untuk kedepannya. Seperti yang dikemukakan oleh Mardiasmo dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik, bahwa:
Manfaat pengukuran kinerja sektor publik dapat diuraikan sebagai berikut:
  • Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja
manajemen.
  • Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan.
  • Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannnya dengan target kinerja serta serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja.
  • Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara objektif atas pencapaian yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.
  • Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi.
  • Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan telah terpenuhi
  • Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.
  • Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.
Tujuan lainnya adalah jika dilakukan secara terus-menerus dapat menjadi umpan balik untuk upaya perbaikan dan pencapaian tujuan di masa mendatang.

2.1.3.  Informasi yang Digunakan
Informasi mengenai kinerja sangat penting dalam rangka menciptakan good governance. Informasi kinerja tersebut diorientasikan sebagai pedoman bukan sebagai alat pengendalian.
Indikator kinerja memiliki peran penting sebagai proses pembentukan organisasi pembelajar (learning organization). Jika organisasi terus menerus belajar bagaimana memperbaiki kinerja, meningkatkan kepuasan pelanggan dan mencapai target, maka indikator kinerja akan bersifat mendorong dan memotivasi dalam cara yang positif.
Informasi yang digunakan antara lain adalah informasi finansial dan informasi non finansial.

2.1.4 Indikator Kerja dan Ukuran Kerja
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemen indikator yang terdiri dari :
a)      Indikator masukan (Input)
Indikator masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi dan sebagainya.
b)      Indikator keluaran (output)
Indikator keluaran adalah sesutau yang diharapkan langsung tercapai dari suatu kegiatan yang dapata berupa fisik maupun nonfisik.
c)      Indikator hasil (outcome)
Indikator hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan.
d)     Indikator manfaat (benefits)
Indikator manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.
e)      Indikator dampak (impacts).
Indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap indikator yang telah ditetapkan.
Pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi. Jadi pengukuran kinerja harus berbasis pada strategi organisasi. Pemilihan indikator dan ukuran kinerja dan penetapan target untuk setiap ukuran ini merupakan upaya konkret dalam memformulasikan tujuan strategis organisasi sehingga lebih terwujud dan terukur. Pengukuran kinerja juga harus didasarkan pada karakteristik operasional organisasi. Hal ini terutama diperlukan untuk mendefinisikan indikator dan ukuran kinerja yang digunakan.
Penerapan skema indikator kinerja perlu adanya artikulasi dari tujuan, visi, misi, sasaran dan hasil program yang dapat diukur dan jelas manfaatnya. Karena akurasi keputusan dapat dihasilkan dengan dukungan informasi yang baik. Dengan adanya pengukuran kinerja sektor publik memberikan manfaat yang pasti terhadap jalannya kinerja pemerintah.
Monitoring dan review terhadap indikator kinerja harus terus dilakukan sebagai bagian dari upaya menciptakan kultur perbaikan kinerja secara berkelanjutan. Review secara rutin terhadap indikator kinerja bertujuan untuk menguji validitas dan keandalan indikator yang dibuat agar dapat menyesuaikan perubahan kebutuhan layanan sehingga dalam jangka panjang menghasilkan ukuran kinerja yang lebih baik dan efektif.
Menurut Mahmudi dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik menyatakan karekteristik indikator kinerja sebagai berikut:
  • Sederhana dan mudah dipahami,
  • Dapat diukur,
  • Dapat dikualifikasikan, misalnya dalam bentuk rasio persentase dan angka,
  • Dikaitkan dengan standar atau target kinerja,
  • Berfokus pada costumer service, kualitas dan efisiensi,
  • Dikaji secara teratur.

2.2.  Perbedaan Pengukuran Kinerja Sektor Publik dan Sektor Bisnis
Pengukuran kinerja pada organisasi bisnis lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan organisasi sektor publik. Pada organisasi bisnis, kinerja penyelenggaranya dapat dilakukan dengan cara misalnya melihat tingkat laba yang berhasil diperolehnya.
Pada organisasi sektor publik, pengukuran keberhasilannya lebih kompleks, karena hal-hal yang dapat diukur lebih beraneka ragam dan kadang- adang bersifat abstrak sehingga pengukuran tidak bisa dilakukan hanya dengan menggunakan satu variabel saja.
Selama ini pengukuran kinerja suatu instansi pemerintah lebih ditekankan pada kemampuan instansi tersebut dalam menyerap anggaran. Suatu instansi akan dinyatakan berhasil jika dapat menyerap anggaran pemerintah seratus persen, meskipun hasil yang dicapai serta dampaknya masih berada jauh dari standar mutu. Sehingga pengukuran kinerja sektor publik menjadi sulit dan kompleks untuk disusun.

2.2.1.  Kendala dalam Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor Publik
Ada beberapa kendala pengukuran kinerja organisasi sektor publik antara lain:
  1. Kinerja organisasi sektor publik tidak bisa dinilai hanya berdasar rasio-rasio keuangan, karena tujuan organisasi bukan memaksimalkan laba
  2. Output berupa pelayanan biasanya bersifat kualitatif, intangible dan indirect sehingga sulit diukur
  3. Antara input dan output tidak mempunyai hubungan secara langsung ( discretionary cost center ) karena sulitnya menetapkan standar sebagai tolok ukur produktivitas.
  4. Tidak beroperasi berdasarkan market forces sehingga tidak ada pembanding yang independen dan memerlukan instrumen pengganti mekanisme pasar dalam mengukur kinerja
  5. Mengukur kepuasan masyarakat yang heterogen dari jasa pelayanan organisasi sektor publik tidak mudah dilakukan

Fungsi pengukuran kinerja organisasi sektor publik adalah sebagai berikut:
  1. Transparency, yaitu organisasi dapat membuat dengan jelas produk apa yang mereka tawarkan, bagaimana analisis input- outputnya, termasuk biayanya
  2. Learning, yaitu organisasi menjadi selangkah lebih maju jika dia menggunakan pengukuran kinerja untuk belajar, transparansi yang diciptakan mengajarkan pada organisasi apa kebaikan-kebaikan yang dimiliki dan di mana kemungkinan pengembangannya.
  3. Appraising, yaitu kinerja berbasis penilaian dapat dikatakan sebagai berfungsinya organisasi
  4. Sanctioning, yaitu penilaian dapat diikuti dengan sanksi positif jika ternyata kinerjanya bagus, dan sanksi negatif jika kinerjanya buruk
Ide pokok pengukuran kinerja adalah organisasi publik memformulasikan kinerja yang dipertimbangkan dan membuat indikasi bagaimana kinerja ini dapat diukur, dengan menetapkan indikator kinerja. Kinerja pemerintahan sulit untuk diukur disebabkan outcome sebagai dampak akhir sangat tergantung pada banyak faktor. Yang dapat diukur kemudian adalah dampak yang langsung (output ).
Prosesnya adalah sebagai berikut: produksi dan layanan didefinisikan, organisasi menetapkan target produksi, out put diukur dan hasilnya dilaporkan secara berkala. pengukuran kinerja sangat penting dilakukan oleh oganisasi publik karena: dapat membantu meningkatkan kualitas alokasi sumberdaya dan keputusan manajerial lain, dapat memfasilitasi manajemen berdasarkan fakta untuk masa depan dengan menyediakan fokus dasar untuk merencanakan, memonitor dan melakukan kontrol terhadap perencanaan.

2.3 Sistem Pengukuran Kinerja
Sistem pengukuran kinerja merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Dalam suatu sistem manajemen strategi, pengukuran kinerja berfungsi sebagai alat penilai apakah strategi yang sudah ditetapkan telah berhasil dicapai. Dari hasil pengukuran kinerja dilakukan feedback sehingga tercipta sistem pengukuran kinerja yang mampu memperbaiki kinerja organisasi secara berkelanjutan.
Menurut Mardiasmo, sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system . Sistem pengukuran kinerja meliputi :
  1. Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis adalah proses sistematik yang ditujukan untuk menghasilkan tindakan dan keputusan-keputusan mendasar sebagai pedoman dan panduan organisasi dalam menjawab pertanyaan apa yang harus dilakukan dan mengapa melakukan aktivitas tertentu. Proses perencanaan strategis ini membutuhkan informasi yang kompleks, luas, dan komprehensif dengan lebih menekankan pada implikasi-implikasi di masa datang.
  1. Penyusunan Program
Penyusunan program adalah proses pembuatan keputusan mengenai program-program yang akan dilaksanakan organisasi dan taksiran jumlah sumber-sumber yang akan dialokasikan untuk setiap program tersebut. Penyusunan program meliputi tiga kegiatan utama, yaitu
1)      Analisis usukan program baru
2)      Penelaahan program yang sedang berjalan
3)      Penyusunan sistem koordinasi program secara terpisah
  1. Penyusunan Anggaran
Tahap penyusunan anggaran ini adalah tahap yang sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja justru bisa menggagalkan program-program yang telah disusun sebelumnya.

2.3.1 Pengukuran Kinerja sebagai Subsistem Pengendalian Manajemen
Tipe pengendalian manajemen dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
  • Pengendalian preventif
Berkaitan dengan perumusan strategi dan perencanaan strategic yang dijabarkan dalam bentuk program-program.
  • Pengendalian operasional
Berhubungan dengan pengawasan pelaksanaan program yang telah ditetapkan melalui anggaran.
  • Pengendalian kinerja
Terkait dengan evaluasi kinerja berdasarkan tolok ukur kinerja yang telah ditetapkan.
Struktur Pengendalian Manajemen
  1. Sistem pengendalian manajemen harus didukung dengan struktur organisasi yang baik. Struktur organisasi termanifestasi dalam bentuk struktur pusat pertanggungjawaban. Pusat pertanggungjawaban adalah unit organisasi yang dipimpin oleh manajer yang bertanggungjawab terhadap aktivitas pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya.
  2. Hubungan antara Pusat Pertanggungjawaban dengan Pengendalian Anggaran Organisasi sektor publik seperti pemerintah daerah dapat dianggap sebagai pusat pertanggungjawaban. Manajer pusat sebagai budget holder memiliki tanggungjawa untuk melaksanakan anggaran. Pengendalian anggaran meliputi pengukuran terhadap output dan belanja yang riil dilakukan dibandingkan dengan anggaran.
  3. Proses Pengendalian Manajemen
Proses pengendalian manajemen pada organisasi sektor publik dapat dilakukan dengan saluran komunikasi formal maupun informal. Saluran komunikasi formal mencakup aktivitas formal organisasi yang meliputi:
a. perumusan strategi, merupakan proses penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, target, dan kebijakan serta strategi organisasi.
b. Perencanaan strategi, adalah proses penentuan program-program, aktivitas atau proyek yang akan dilakukan oleh suatu organisasi dan penentuan jumlah alokasi sumber daya yang akan dibutuhkan.
2.4  Teknologi Pengukuran Kinerja
2.4.1 Balance Scorecard
Ada beberapa alat dalam pengukuran kinerja, salah satunya dengan menggunakan Balance Scorecard (BSC). Di dalam BSC, terdapat 4 perspektif yang di nilai, yaitu
1.      Perspektif Keuangan (Financial)
Memberikan penilaian terhadap target keuangan yang dicapai oleh organisasi dalam mewujudkan visinya.
2.      Perspektif konsumen (Customer)
Memberikan penilaian terhadap segmen pasar yang dituju dan tuntutan customer beserta tuntutan kebutuhan yang dilayani oleh organisasi dalam upaya untuk mencapai target keuangan tertentu.
  1. Perspektif Proses Bisnis/Intern
Memberikan penilaian gambaran proses yang harus dibangun untuk melayani customer dan untuk mencapai target keuangan tertentu.
  1.  Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (growth and learn)
Memberikan penilaian yang merupakan pemacu kompetisi personal, prasarana sistem informasi dan suasana lingkungan kerja untuk mencapai target keuangan, customer, dan proses bisnis intern.
2.4.2 Valuey for Money
Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu: ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
  • Ekonomi adalah pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter.
  • Efisiensi adalah pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input yang rendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan.
  • Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output .
Efisiensi merupakan salah satu bagian indikator kinerja valuey for money yang dapat diukur dengan output dan input. Di mana semakin besar rasio tersebut maka semakin efisien suatu organisasi dan bersifat relatif. Efektivitas adalah keberhasilan dalam mencapai tujuan. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuannya, maka organisasi itu berjalan secara efektif. Sedangkan ekonomis hanya menekankan kepada input.
Manfaat implementasi konsep Value For Money pada organisasi sektor publik antara lain:
  • Meningkatkan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat sasaran
  • Meningkatkan mutu pelayanan publik;
  • Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya penghematan dalam penggunaan input;
  • Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik; dan
  • Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public cost awareness) sebagai akar pelaksanaan Akuntabilitas Publik
2.5. Kondisi Kinerja Sektor Publik di Indonesia
Sistem pengukuran kinerja di Indonesia dikenal dengan nama sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP). Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 1999 merupakan peraturan perundangan pertama yang mengatur sistem pelaporan kinerja pemerintahan di Indonesia. Dalam Peraturan ini, Presiden mengintruksikan kepada para Menteri, Panglima TNI, Gubernur BI, Jaksa Agung, Kepala Polri, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Sekretariat Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, Gubernur, dan Bupati/Walikota antara lain untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai wujud pertanggungjawaban instansi pemerintah dalam mencapai misi dan tujuan organisasi. Bentuk akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tersebut diwujudkan dengan menyampaikan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) kepada Presiden.
             Untuk menyusun LAKIP tersebut dibuatlah SAKIP. Tujuan SAKIP adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Sasaran yang ingin dicapai dari SAKIP tersebut antara lain pertama, menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya. Kedua, terwujudnya transparansi instansi pemerintah. Ketiga, terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Terakhir, terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Selanjutnya SAKIP ini dikembangkan secara terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan sistem akuntansi pemerintahan (PP 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah).
             Tahapan dalam SAKIP meliputi perencanaan dan penetapan kinerja, pelaksanaan program dan kegiatan, pengukuran capaian kinerja, pelaporan kinerja, dan pengevaluasian kinerja. Tahapan ini dijelaskan sebagai berikut.
Sebelumnya fokus manajemen kinerja sektor publik adalah pada pengendalian input, pemenuhan standar  dan kepatuhan anggaran. Namun setelah dilakukan reformasi penekanan kinerja bergeser pada pengukuran outcome, hasil, manfaat, dan dampak terhadap masyarakat.
Sorensen dan Grove (1977) jauh sebelumnya telah menyarankan organisasi sektor publik untuk menggunakan teknik penilaian kinerja yang berfokus pada analisis cost-outcome dan cost-effectiveness atas program pelayanan yang diberikan.
Sistem pemerintahan di Indonesia menganut asas desentralisasi, sehingga dikenal adanya pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Lingkup pembahasan dalam tulisan ini dibatasi pada sistem pengukuran kinerja pada pemerintah pusat, sehingga peraturan perundang-undangan yang dikaji hanya yang terkait dengan sistem pengukuran kinerja untuk pemerintah pusat. Peraturan perundang-undangan tersebut mencakup seluruh peraturan perundang-undangan dari hirarki paling tinggi sampai dengan paling rendah.



BAB III
KESIMPULAN

Pemerintah Indonesia sudah memiliki model dalam sistem pengukuran kinerja. Model sistem pengukuran kinerja ini sudah diterapkan dengan nama sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP). SAKIP menghasilkan laporan berupa LAKIP/Laporan Kinerja. Sebagai suatu sistem, SAKIP terus menerus disempurnakan oleh pemeirntah.
             Walaupun sudah diterapkan dan disempurnakan, SAKIP masih memliki beberapa kekurangan atau kelemahan. Kekurangan tersebut adalah dasar hukum paling tinggi yang mengatur adalah PP, masih terdapat perbedaan nama laporan, belum dilakukan penggabungan atau kompilasi laporan kinerja/LAKIP pada level Pemerintah Pusat, dan belum dilakukan audit atas laporan kinerja.
IMPLIKASI
Berdasarkan uraian sebelumnya, terdapat beberapa implikasi dari evaluasi sistem pengukuran kinerja ini yaitu pertama, pemerintah perlu terus menyempurnakan model SAKIP untuk memperbaiki beberapa kelemahan dan menambah hal-hal yang kurang. Kedua, perlu menjadi pemikiran bersama untuk memperkuat dasar hukum pelaksanaan SAKIP. Ketiga, pemerintah perlu menambahkan prosedur dalam penggabungan atau kompilasi laporan kinerja/LAKIP tingkat Pemeirntah Pusat. Keempat, perlu menjadi pemikiran bersama terkait audit atas laporan kinerja/LAKIP.
KETERBATASAN
Tulisan ini merupakan hasil pemikiran dari studi literatur baik artikel maupun buku teks dan peraturan perundang-undangan. Sebagai suatu hasil pemikiran, tulisan ini memiliki keterbatasan yaitu tidak didukung dengan data survei baik berupa kuesioner kepada responden maupun hasil wawancara dengan nara sumber terkait dengan topik bahasan. Keterbatasan ini mudah-mudahan menjadi studi atau penelitian selanjutnya.




0 komentar:

Post a Comment