Monday, May 7, 2018

Makalah Tanggung Jawab Sosial dan Etika dalam Manajemen Strategi


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Konsep bahwa bisnis harus bertanggung jawab secara sosial merupakan seruan dengan pertanyaan “ Bertanggung jawab kepada siapa?”. Lingkungan kerja meliputi sejumlah besar kelompok dengan berbagai kepentingan dalam aktivitas organisasi bisnis. Kelompok itu disebut stakeholder karena mereka mempunyai kepentingan langsung, mereka mempengaruhi atau dipengaruhi dalam pencapaian tujuan perusahaan. Apakah seharusnya perusahaan hanya bertanggung jawab kepada kelompok tersebut, atau apakah perusahaan mempunyai tanggung jawab yang sama kepada mereka semua ?
            Sebagaimana  ditunjukan dalam contoh Rite, kecenderungan perusahaan bisnis di Amerika Serikat untuk memindahkan aktivititas pemanufakturannya ke negara-negara dengan upah rendah, telah menciptakan kebencian, tidak hanya diantara anggota di serikat tetapi juga di antara karyawan dan stakeholder bukan karyawan. Untuk memuaskan satu kelompok orang katakanlah pemegang saham, manajemen akan menciptakan masalah dengan kelompok kepentingan yang lain. Reaksi negatif akan semakin hebat khususnya jika ada operasi perusahaan asing atau kontraktor yang menyalahgunakan pekerja, dan memberi upah yang tidak cukup untuk kebutuhan-kebutuhan dasar kehidupan.
            Mengembangkan kode etik merupakan cara yang bermanfaat untuk mempromosikan perilaku etis. Sekitar separuh dari perusahaan di AS sekarang menggunakan kode etik. Sebagian besar manajer setuju bahwa kode etik perusahaan dan pelatihan mengenai etika akan membantu mereka memahami isu-uisu etika dan mengarahkan aktivitas keseharian mereka. Menurut laporan dari The Business Roundtable, asosiasi CO dari 200 perusahaan AS, kode etik merupakan hal yang penting karena kode etik tersebut menjelaskan harapan harapan perusahaan terhadap pekerja pada berbagai situasi dan menjelaskan bahwa perusahaan mengharapkan pekerjanya mengetahui dimensi-dimensi etika dalam keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sejumlah perusahaan mengembangkan kode etik dan mengimplementasi pelatihan etika dan seminar. Sekitar 200 perusahaan AS menunjukkan staf etika. Manajemen puncak dari suatu perusahaan yang ingin meningkatkan erilaku etis para pekerjanya, tidak hanya perlu mengembangkan suatu kode etik yang menyeluruh, tetapu juga menanamkan kode etik tersebut dalam program pelatihan, sistem penilaian kinerja, kebijakan, dan prosedur, dan melalui tindakan-tindakan perusahaan.                 
1.2 RUMUSAN MASALAH
Untuk menguraikan permasalahan yang diangkat di dalam makalah ini, penulis mengacukan diri pada sejumlah pertanyaan, sebagai berikut:
1.    Bagaimana tanggung jawab sosial dan etika dalam berbisnis?
2.    Bagaiamana hubungan interaktif dalam tanggung jawab sosial dan etika dalam manajemen stategis ?
3.    Bagaimana nilai-nilai etika dalam berbisnis ?
1.3 TUJUAN MAKALAH
1.    Menjelaskan tanggung jawab sosial dan etika dalam berbisnis.
2.    Menjelaskan hubungan interaktif dalam tanggung jawab sosial dan etika dalam manajemen stategis.
3.    Menjelaskan tentang nilai-nilai etika dalam berbisnis.
1.4  Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan manfaat bagi pembaca  dan penulis sebagai wahana penambah pengetahuan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan pengendalian.
1.5  Metode Makalah
Penyusunan makalah ini menggunakan metode observasi dan kepustakaan, observasi yang dilakukan seperti studi pustaka dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan judul makalah. Dan sumber lainnya melaluiinformasi media elektronik(internet) yang berhubungan dengan tema makalah.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Tanggung jawab Sosial
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatukonsepbahwaorganisasi, khususnya (namunbukanhanya) perusahaanmemilikiberbagaibentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranyaadalahkonsumen, karyawan, pemegangsaham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
CSR berhubunganeratdengan "pembangunanberkelanjutan", yaknisuatuorganisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkatkeuntunganataudeviden, tetapijugaharus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.
Ini yang menjadi perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidaknyamanan ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadiberitautamasuratkabar. Peraturanpemerintahpadabeberapanegaramengenailingkunganhidupdanpermasalahansosial semakin tegas, jugastandardanhukumseringkalidibuathingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuatolehUniEropa. Beberapainvestordanperusahaammanajemeninvestasitelahmulaimemperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenalsebagai "Investasibertanggungjawabsosial" (socially responsible investing).
Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan baik" (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukanolehHabitat for HumanityatauRonald McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR. Perusahaan pada masa lampau seringkali mengeluarkan uanguntukproyek-proyekkomunitas, pemberianbeasiswadan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali menganjurkan dan mendorong parapekerjanyauntuksukarelawan (volunteer) dalammengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik di mata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial di atas.
Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR bukanlah sekedar kegiatan amal, melainkan CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
2.2 PandanganMengenaiTanggungJawabSosial
Terdapatduapandanganmengenaitanggungjawabsosialperusahaan, yaitupandangantradisionaldanpandangansosialekonomi.
a.       PandanganTradisional
Pertemuan Yohannesburg tahun 2002 yang dihadiri para pemimpin dunia memunculkan konsep social responsibility, yang mengiringi dua konsep sebelumnya yaitu economic dan environment sustainability. Ketiga konsep ini menjadi dasar bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya (Corporate Social Responsibility). Pertemuan penting UN Global Compact di Jenewa, Swiss, Kamis, 7 Juli 2007 yang dibuka Sekjen PBB mendapat perhatian media dari berbagai penjuru dunia. Pertemuan itu bertujuan meminta perusahaan untuk menunjukkan tanggung jawab dan perilaku bisnis yang sehat yang dikenal dengan corporate social responsibility. Sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitarnya.
Ada dua konsep awal yang sejak dulu menjadi landasan-landasan perusahaan-perusahaan dalam menjalankan praktik tanggung jawab sosial. Di satu sisi, ada pihak yang mengatakan bahwa urusan bisnis adalah menjalankan bisnis saja. Pandangan seperti ini dipopulerkan oleh Milton Friedman. Menurut Friedman, hanya ada satu tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu menggunakan sumber daya dengan aktivitas-aktivitas yang bisa mendapatkan dan meningkatkan laba perusahaan, sepanjang semuanya sesuai aturan yang ada, terbuka, dan bersaing bebas tanpa kecurangan. Pemerintah dapat mengatur berbagai aturan main tentang cara operasi yang tidak merusak lingkungan dan mengganggu masyarakat, tentang perpajakan, tentang penggunaan tenaga kerja, dan lain-lain. Perusahaan tinggal mengikutinya. Jadi, pandangan mendirikan dan menjalankan bisnis seperti ini motifnya sungguh-sungguh untuk motif ekonomi semata.
Pandangan ini sekaligus juga menyiratkan bahwa jika upaya perusahaan motifnya bukan ekonomi (misalnya untuk kesejahteraan masyarakat sekitar), suatu saat perusahaan bisa memiliki kemungkinan merugi karena meningkatnya biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan. Kalau biaya meningkat, perusahaan akan meningkatkan harga-harga menjadi mahal. Apalagi persaingan yang dihadapi perusahaan juga tidak mudah. Jadi, ketimbang mengeluarkan uang banyak untuk layanan sosial, lebih baik perusahaan menggunakannya untuk pengembangan produk dan sejenisnya. Sementara itu, masyarakat pada dasarnya bisa berpartisipasi, menikmati keuntungan atas operasi perusahaan dengan mekanisme “go public” dari perusahaan. Bagi pendukung pandangan seperti ini, untuk urusan sosial dan lingkungan seharusnya hanya menjadi urusan pemerintah.
b.      PandanganSosialEkonomi
Ada pandangan yang menyebutkan bahwa kalangan bisnis selayaknya memiliki tanggung jawab yang lebih. Pandangan ini disebut sebagai sosio-economics view. Ada empat pokok pikiran dari pandangan ini, yaitu :
1.      Tanggung jawab perusahaan lebih dari sekedar menciptakan laba, yaitu perusahaan juga terlibat untuk urusan menjaga dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
2.      Perusahaan pada dasarnya bukan pihak independen yang hanya bertanggung jawab kepada pemegang sahamnya.
3.      Perusahaan seharusnya memiliki tanggung jawab moral kepada masyarakat yang lebih luas, baik untuk urusan sosial, hukum, dan berbagai masalah perpolitikan.
4.      Perusahaan haruslah melakukan hal-hal yang “baik dan benar” dan bermanfaat bagi masyarakat dalam menjalankan usahanya.
Salah satu pihak yang menjadi pengusung pandangan sosio-economics view ini adalah Archie Carrol yang mengaitkan tanggung jawab sosial perusahaan dan tanggung jawab perusahaan terdiri dari empat level, yaitu:
1.      Tanggung Jawab Ekonomi
Menghasilkan barang dan jasa yang bernilai bagi masyarakat sehingga perusahaan dapat membayar pada pemegang saham dan kreditornya.
2.      Tanggung Jawab Legal
Ditentukan pemerintah melalui produk hukum dan dipatuhi oleh perusahaan. Di tingkat ini perusahaan bagaimanapun harus mematuhi apapun peraturan perusahaan terkait dengan operasinya. Perusahaan dianjurkan untuk peraturan ini akan membawa manfaat sendiri bagi perusahaan. Misalnya, sebuah perusahaan yang menggunakan bahan-bahan kimia, saat mengelola limbahnya, dianjurkan untuk mematuhi aturan pemerintah tentang ambang batas.
3.      Tanggung Jawab Etika
Mengikuti kepercayaan yang berlaku tentang perilaku tertentu di masayarakat. Di sinilah urutan selanjutnya berada, di mana perilaku perusahaan sangat ditentukan oleh perlakuan utama dari mahasiswanya.
4.      Tanggung Jawab Diskresi
Sesuatu yang secara murni dan sukarela tapi perusahaan memperlakukannya sebagai suatu yang wajib.
Bagi Carrol, dua tanggung jawab yang terakhir inilah yang disebut tanggung  jawab sosial. Dan keempat tanggung jawab ini menurut Carrol harus berlangsung berurutan. Sebuah perusahaan baru bisa menjalankann diskresi, kalau ia sudah mampu menjalankan tanggung jawab yang ada sebelumnnya.
2.3Manfaat Tanggung Jawab Sosial
Tanggung jawab sosial sebagai konsekuensi logis keberadaan perusahaan disebuah lingkungan masyarakat mendorong perusahaan untuk lebih proaktif dalam mengambil inisiatif dalam hal tanggung jawab sosial. Pada dasarnya tanggung jawab sosial akan memberikan manfaat dalam jangka panjang bagi semua pihak.
1.      Manfaat bagi Perusahaan
Manfaat yang jelas bagi perusahaan jika perusahaan memberikan tanggung jawab perusahaan adalah munculnya citra positif dari masyarakat akan kehadiran perusahaan dilingkungannya. Kegiatan perusahaan dalam jangka panjang akan dianggap sebagai kontribusi yang posistif bagi masyarakat sekaligus membantu perekonomian masyarakat. Akibatnya, perusahaan justru akan memperoleh tanggapan yang posistif setiap kali akan menawrkan sesuatu kepada masyarakat. Masyaakat juga akan menganggap perusahaan tersebut membawa kebaikan bagi masyarakat.

2.      Manfaat bagi Masyarakat
Manfaat bagi masyarakat dari tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan adalah sangatlah jelas. Masyarakat juga akan mendapatkan pendangan baru mengenai hubungan perusahaan dan masyarakat yang barang kali selama ini hanya sekedar dipahami sebagai hubungan produsen konsumen, atau hubungan antara hubungan penjual dan pembeli saja. Hubungan masyarakat dan dunia bisnis tidak lagi dipaahmi sebagai hubungan antara pihak yang mengeksploitasi dan pihak yang tereksploitasi, tatapi hubungan kemitraan dalam membangun masyarakat lingkungan yang lebih baik. Tidak hanya disektor perekonomia, tetapi juga dalam sector sosial, pembangunan dan lain-lain.

3.      Manfaat bagi Pemerintah
Manfaat bagi pemerintah dengan adanya tanggung jawab sosial dari pemerintah juga sangatlah jelas. Pemerintah pada akhirnya tidak hanya berfungsi sebagai wasit yang menetapkan aturan main dalam hubungan masyarakat dengan dunia bisnis, dan memberikan sanksi bagi pihak yang melanggarnya. Pemerintah sebagai pihak yang mendapat legitimasi untuk mengubah tatanan masyarakat kea rah yang lebih baik akan mendapatkan patner dalam mewujudkan tatanan masyarakat tersebut. Sebagian tugas pemerintah dapat dijalankan oleh anggota masyarakat, dalam hal ini perusahaan atau organisasi bisnis.



2.4 EtikadalamBisnis
Etika manajerial adalah standar prilaku yang memandu manajer dalam pekerjaan mereka. SedangkanmenurutVonderEmbse dan Wagley, etika didefinisikan sebagai konsensus mengenai suatu standar perilaku yang diterima untuk suatu pekerjaan dan perdagangan, atau profesi.
Ricky W. Griffin dalam bukunya yang berjudul Business mengklasifikasikan etika manajerial ke dalam tiga kategori:
  1. Perilaku terhadap karyawan
Kategori ini meliputi aspek perekrutan, pemecatan, kondisi upah dan kerja, serta privasi dan respek. Pedoman etis dan hukum mengemukakan bahwa keputusan perekrutan dan pemecatan harus didasarkan hanya pada kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Perilaku yang secara umum dianggap tidak etis dalam kategori ini misalnya mengurangi upah pekerja karena tahu pekerja itu tidak bisa mengeluh lantaran takut kehilangan pekerjaannya.
  1. Perilaku terhadap organisasi
Permasalahan etika juga terjadi dalam hubungan pekerja dengan organisasinya. masalah yang terjadi terutama menyangkut tentang kejujuran, konflik kepentingan, dan kerahasiaan. Masalah kejujuran yang sering terjadi di antaranya menggelembungkan anggaran atau mencuri barang milik perusahaan. Konflik kepentingan terjadi ketika seorang individu melakukan tindakan untuk menguntungkan diri sendiri, namun merugikan atasannya. Misalnya, menerima suap. Sementara itu, masalah pelanggaran etika yang berhubungan dengan kerahasiaan di antaranya menjual atau membocorkan rahasia perusahaan kepada pihak lain.


  1. Perilaku terhadap agen ekonomi lainnya
Seorang manajer juga harus menjalankan etika ketika berhubungan dengan agen-agen ekonomi lain—seperti pelanggan, pesaing, pemegang saham, pemasok, distributor, dan serikat buruh.
Agar perusahaan tersebut baik di mata dunia maka seorang manajer harus memiliki etika yang baik. Para manajer yang memiliki etika yang baik akan melaksanakan tugas-tugasnya sebagai manajer dengan penuh tanggung jawab. Etika dipergunakan dimana saja ia berada. Baik dalam mengambil keputusan, memimpin suatu rapat, berinteraksi kepada rekan kerjanya, dan terhadap para karyawannya.

2.5 PandanganTentangEtika
Empat sudut pandang mengenai etika bisnis, mencakup pandangan sebagai berikut :
  1. Pandangan etika utilitarian (ulititarian view of ethics)
Menyatakan bahwa keputusan-keputusan etika dibuat semata-mata berdasarkan hasil atau akibat keputusan itu. Teori utilitarian menggunakan metode kuantitatif untuk membuat keputusan-keputusan etis dengan melihat pada bagaimana cara memberikan manfaat terbesar bagi jumlah terbesar. Jika mengikuti pandangan utilitarian, seorang manajer dapat menyimpulkan bahwa memecat 20% angkatan kerja di perusahaan itu dapat dibenarkan karena tindakan itu akan meningkatkan laba pabrik tersebut, memperbaiki keamanan kerja bagi 80% karyawan sisanya, dan akan sangat menguntungkan para pemegang saham. Utilitarian mendorong efisiensi dan produktivitas dan konsisten dengan sasaran memaksimalkan laba. Namun di lain pihak, pandangan itu dapat menyebabkan melencengnya alokasi sumber daya, terutama apabila beberapa orang yang terkena dampak keputusan itu tidak memiliki perwakilan atau suara dalam keputusan tersebut. Utilitarianisme dapat juga menyebabkan hak-hak sejumlah pemercaya menjadi terabaikan.
  1. Pandangan etika hak (right view of ethics)
Sudut pandang etika lain adalah pandangan etika hak, yang peduli terhadap penghormatan dan perlindungan hak dan kebebasan pribadi individu, seperti hak terhadap kerahasiaan, kebebasan suara hati, kemerdekaan berbicara, dan proses semestinya. Penghormatan dan perlindungan itu mencakup, misalnya, melindungi hak para karyawan terhadap kebebasan berbicara ketika mereka melaporkan pelanggaran undang-undang oleh majikan mereka. Segi positif sudut pandang hak itu ialah bahwa sudut pandang tersebut melindungi kerahasiaan dan kebebasan individu. Tetapi sudut pandang tersebut memiliki sisi negatif bagi organisasi. Sudut pandang itu dapat menimbulkan berbagai hambatan terhadap produktivitas dan efisiensi yang tinggi dengan menciptakan iklim kerja yang lebih memperhatikan perlindungan hak individu daripada penyelesaian pekerjaan.
  1. Pandangan etika teori keadilan (theory of justice view of ethics)
Pandangan berikutnya adalah pandangan etika teori keadilan. Berdasarkan pendekatan ini, para manajer harus menerapkan dan memaksakan dan mendorong peraturan secara adil dan tidak memihak dan tindakan itu dilakukan dengan mengikuti seluruh peraturan dan perundang-undangan di bidang hukum. Manajer akan menggunakan sudut pandang teori keadilan dengan memutusakan untuk memberikan tingkat upah yang sama kepada individu-individu yang mempunyai tingkat keahlian, kinerja, atau tanggung jawab yang sama dan bukan didasarkan pada perbedaan yang sewenang-wenang seperti jenis kelamin, kepribadian, ras, atau favoritisme pribadi. Menerapkan standar keadilan juga memiliki kelebihan dan kekurangannya. Pandangan itu melindungi kepentingan para pemercaya yang barang kali tidak mempunyai perwakilan yang memadai atau tidak mempunyai kekuasaan, tetapi pandangan tersebut dapat mendorong perasaan mempunyai hak resmi untuk memiliki atau menerima sesuatu (sense of entitlement) yang mungkin membuat para karyawan mengurangi pengambilan risiko, inovasi, dan produktivitas.
  1. Pandangan etika teori kontrak sosial terpadu (integrative social contracts theory)
Sudut pandang etika yang terakhir, pandangan etika teori kontrak sosial terpadu, mengusulkan bahwa keputusan etika harus didasarkan pada keberadaan norma-norma etika di industri dan masyarakat sehingga menentukan apakah undang-undang benar atau salah. Pandangan itu didasarkan pada penggabungan dua “kontrak”; kontrak sosial umum yang mengizinkan dunia bisnis menjalankan dan mendefinisikan peraturan dasar yang bisa diterima, dan kontrak yang lebih khusus di antara para anggota komunitas tertentu yang mencakup cara ber-perilaku yang dapat diterima. Misalnya, dalam menentukan berapa upah yang harus dibayar kepada para pekerja di sebuah pabrik baru di Ciudad Juarez, Meksiko, para manajer yang mengikuti teori kontrak sosial terpadu akan mendasarkan keputusan tersebut pada tingkatan upah yang telah ada di masyarakat. Walaupun teori ini berfokus pada melihat pada praktik yang telah ada, masalahnya adalah beberapa dari praktik ini mungkin tidaklah etis.
Dari keempat pendekatan tentang etika di atas, pendekatan etika manakah yang paling banyak diikuti dunia bisnis? Mungkin tidak mengejutkan lagi bahwa kebanyakan para pengusaha mengikuti pendekatan pandangan etika utilitarian. Karena pendekatan tersebut konsisten dengan sasaran bisnis seperti efisiensi, produktivitas, dan laba. Walau begitu, pandangan itu memerlukan perubahan karena perubahan dunia yang dihadapi para manajer. Kecenderungan ke arah hak-hak individu, keadilan sosial, dan standar masyarakat berarti bahwa para manajer memerlukan pedoman etika yang didasarkan pada kriteria non utilitarian. Itu merupakan tantangan yang mencolok bagi para manajer karena membuat keputusan berdasarkan kriteria seperti itu melibatkan jauh lebih banyak ketidakjelasan bila dibandingkan jika menggunakan kriteria utilitarian seperti efisien dan laba. Hasilnya, tentu saja, adalah bahwa para manajer semakin banyak mengalami pergulatan dengan berbagai dilema etis.
2.6 Pengaruh Etika/Norma Moral Atas Manajer
Putusan dan tindakan para manajer dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-norma buruk baik yang dianutnya. Norma etika manajer itu berpengaruh terhadap tindakan dan putusan organisasi, walaupun harus diakui keadaan tertentu yang sedang dihadapinya sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seorang manajer.
Robert J. Mockler mengutarakan lima faktor yang mempengaruhi keputusan yang menyangkut masalah etis, yaitu :
1. Undang-undang yang memberi batasan standar etis yang minim sesuatu soal tanpa menghiraukan adanya hal-hal yang tercakup oleh undang-undang yang masih merupakan daerah kelabu.
2. Peraturan-peraturan pemerintah yang menyederhanakan soal dengan me-nentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, maupun masih terlalu mudah untuk dilanggar.
3. Kode etik organisasi dan usaha yang juga nampak menyaderhanakan faktor-faktor mana yang secara etis hanya dipedomankan oleh para manajer. Namun sayangnya di banyak organisasi, standar etis ini sering tidak jelas secara tertulis sehingga sukar diikuti prosedur pelaksanaannya. Bahkan yang tertulis pun masih dituntut sikap jujur dan hati nurani manajer untuk mematuhinya.
4. Desakan sosial malah membuat ruwetnya masalah etik ini karena nilai dan norma satu kelompok masyarakat tidak sesuai dengan kelompok masyarakat lainnya.
5. Ketegangan antara norma pribadi dengan kebutuhan organisasi juga membuat rumitnya tugas manajer. Norma pribadi sebagai warga masyarakat sering bentrok dengan kepentingan organisasi.

BAB 3
SIMPULAN
TanggungjawabSosial PerusahaanatauCorporate Social Responsibility (CSR) adalahsuatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan memiliki berbagai bentuk tanggungjawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Tanggungjawab sosial sebagai konsekuensi logis keberadaan perusahaan di sebuah lingkungan masyarakat mendorong perusahaan untuk lebih proaktif dalam mengambil inisiatif dalam hal tanggungjawab sosial. Pada dasarnya tanggungjawab sosial akan memberikan manfaat dalam jangka panjang bagi semua pihak.
Etika manajerial adalah standar prilaku yang memandu manajer dalam pekerjaan mereka. Sedangkan menurut Vonder Embsedan Wagley, etika didefinisikan sebagai konsensus mengenai suatu standar perilaku yang diterima untuk suatu pekerjaan dan perdagangan, atau profesi.



0 komentar:

Post a Comment