BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Suatu strategi di pilih dari
semakain banyak alternative yang telah di analisis dan di pertimbangkan dengan
teliti dan matang serta di laksanakan dalam satu kurun waktu tertentu.
Maksudnya adalah agar satu organisasi berada pada kondisi dan posisi yang
efektif dalam upaya menciptakan tujuan dan berbagai sasaran dalam lingkungan
eksternal yang sering berubah pada tingkat dan intensitasnya yang pada kalanya
tidak mungkin di perhitungkan sepenuhnya sebelumnya. Suatu strategi per
definisi berorientasi pada masa depan. Karena orientasi demikian pemilihan
strategi tertentu pada umumnya di dasarkan pada berbagai asumsi yang
berdasarkan asumsi yang di gunakan oleh para perumus dan penentu strategi itu
dengan sepenuhnya menyadari bahwa semua peristiwa dan faktor yang berpengaruh
pada implementasi strategi dapat di pertimbangkan dan di pehitungkan dengan
tepat.
Implementasi juga terkait dengan
pengarahan staf untuk menggunakan kompetensinya pada tingkat yang paling
optimal untuk mencapai sasaran perusahaan. Tanpa adanya pengarahan, staf
cenderung melakukan pekerjaan sesuai cara pandang mereka. Mereka mungkin
melakukan pekerjaan berdasarkan pengalaman masa lalu atau menekankan pekerjaan
pada hal-hal yang paling mereka senangi, tanpa memperhatikan apakah yang
mereka kerjakan sudah sesuai dengan arah strategis yang baru. Pengarahan dapat
berbentuk kepemimpinan dari pihak manajemen, mengkomunikasikan norma perilaku
dari budaya perusahaan, atau membangun kesepakatan diantara para pegawai
sendiri dalam kelompok kelompok kerja yang otonom.
Untuk mengarahkan strategi bari
dengan efektif, manajemen puncak harus mendelegasikan wewenang dan
tanggungjawabnya dengan tepat kepada para manajer operasionalnya. Meraka harus
mampu mendorong pegawai untuk berperilaku sesuai dengan cara-cara yang
diinginkan oleh perusahaan dan mengkoordinasikan tindakan untuk menghasilkan
kinerja yang optimal.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apakah yang dimaksud Implementasi Strategi?
2.
Apakah yang dimaksud staffing dan directing dalam implementasi strategi?
3.
Bagaimana implementasi strategi pada staffing dan directing?
1.3 Manfaat
1.
Agar mengerti pengertian implementasi strategi;
2.
Agar mengerti tentang staffing dan directing dalam implementasi strategi;
3.
Agar mengetahui proses staffing dan directing dalam implementasi strategi.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Implementasi
Strategi
Implementasi Strategi adalah jumlah keseluruhan aktivitas dan pilihan yang
dibutuhkan untuk dapat menjalankan perencanaan strategis. Implementasi
strategis merupakan proses dimana beberapa strategi dan kebijakan diubah
menjadi tindakan melalui pengembangan program, anggaran dan prosedur. Walaupun
implementasi biasanya baru dipertimbangkan setelah strategi dirumuskan, akan
tetapi implementasi merupakan kunci suksesnya dari manajemen strategic.
Perumusan strategi dan implementasi strategi harus dilihat seperti dua sisi
mata uang.
2. Staffing
and Directing
2.1.
Penataan Staf
Implementasi strategi
dan kebijakan baru sering membutuhkan prioritas-prioritas baru dalam manajemen
sumber daya manusia dan penggunaan yang berbeda atas sumber daya manusia yang
tersedia. Beberapa perubahan tertentu tersebut
berarti mempekejjakan orang baru dengan ketrarnpilan baru,
memecat orang dengan ketrampilan yang tidak sesuai atau tidak mampu
memenuhi standar, dan atau melatih kembali karyawan yang ada untuk.
Jika perusahaan akan
mengimplernentasi strategi-strategi pertumbuh-annya, perusahaan mungkin perlu
merekrut orang baru untuk dipekerjakan dan dilatih.
Jika perusahaan
mengadopsi strategi perampingan, perusahaan mungkin perlu memberhentikan
sejumlah besar karyawan. Menejemen perlu menetapkan criteria yang digunakan
dalam keputusan penempatan karyawan.
Penataan Staf Mengikuti
Strategi
Perubahan dalam
Kebutuhan Merekrut dan Melatih: setelah sebuah strategi baru dirumuskan,
berbagai jenis sumber daya manusia mungkin dibutuhkan untuk mengisi
posisi-posisi tertentu, atau karyawan yang ada sekarang mungkin perlu dilatih
kembali untuk dapat mengimplementasi strategi baru.
Pelatihan dan
pengembangan: salah satu jalan untuk mengimplementasi strategi bisnis atau
korporat suatu perusahaan dan sangat penting dalam mengimplementasi strategi
diferensiasi yang menekankan kualitas atau layanan kepada pelanggan.
Menyesuaian Manajer
dengan Strategi
Beberapa ahli
menyatakan bahwa jenis “terbaik” atau sosok yang paling sesuai dari seorang
manajer umum (general manager) yang dapat dengan efektif mengimplementasi
sebuah strategi baru unit bisnis tersebut. Itulah yang sebenarnya menjadi dasar
pemikiran Jan Timmer, Komisaris Utama, ketika memilih Frank Carrubba, seorang
yang berorientasi riset untuk menjadi CEO baru perusahaan raksasa Belanda
Philips Electronics.. Bagian “strategi dalam tindakan” menggambarkan hasil
keputusan tersebut.
Pada eksekutif dengan
paduan khusus keterampilan dan keahlian serta pengalaman yang dimilikinya,
dapat diklasifikasikan sebagai “jenis khusus” tertentu dan sesuai dengan
strategi khusus perusaan. Gambar dibawahini
menggambarkan beberapa eksekutif puncak “jenis khusus” yang cocok dengan
berbagi strategi yang ditempuh perusahaan seperti yang ditampilkan dalam
matriks yang ada . Sebagai contoh, perusahaan yang mengambil strategi
konsentrasi (concentration strategy) dengan penekanan pada integrasi vertical
atau hirozontal, mungkin memerlukan eksekutif puncak yang agresif dengan
pengalaman luas pada industri tertentu, seperti ahli industri yang dinamis.
Strategi diversifikasi, sebaliknya, mungkin membutuhkan CEO dengan kemampuan
analitis yang memiliki pengetahuan luas akan berbagai industri lainnya dan
dapat mengelola berbagai lini produk yang berbeda, seperti manajer portofolio
yang analitis. Perusahaan yang memilih untuk mengambil strategi stabilitas
mungkin membutuhkan CEO- nya adalah perencanaan laba yang hati – hati, yaitu
orang yang memiliki gaya konservatif, berlatar belakang produksi atau insinyur,
dan berpengalaman dalam mengendalikan pengeluaran, anggaran, persediaan, dan
prosedur – prosedur standarisasi.
Perusahaan yang lemah
sementara berada dalam industri yang menarik, cenderung akan mencari eksekutif
yang berorientasi pada tantangan, atau yang biasa dikenal sebagai orang yang
ahli “membalikkan keadaan” (turnaround specialists) untuk
menyelematkan perusahaan mereka. Jika perusahaan tidak dapat lagi diselamatkan,
seorang likuidator yang professional akan dibutuhkan dalam sebuah pengadilan
yang menyatakan asset perusahaan
Menyesuaikan
“Denis khusus” Eksekutif PunCak Dengan Strategi Perusahaan
KUAT
|
SEDANG
|
RENDAH
|
|
TINGGI
|
Pertumbuhan
– Konsentrasi
Ahli Industri yang
Dinamis
|
Pengurangan
– Menyelamatkan Perusahaan
Ahli Pembalik Keadaan
|
|
SEDANG
|
Stabilitas
Perencanaan Laba yang
Hati-hati
|
||
RENDAH
|
Pertumbuhan
– Diversivikasi
Manajer Portofolio
yang Analisis
|
Pengurangan
– Penutupan
Likuidator yang
Profesional
|
Posisi Kompetitif
Kekuatan Bisnis
Sumber: Thomas L.
Wheelen dan J. David Hunger, “Matching Proposed Chief Executive “Types” with
Corporation Sttrategy,” Hak Cipta © 1991 oleh Wheelen dan
Hunger Associated.
CEO atau manajer unit
bisnis yang berhasil dengan sebuah panduan khusus pengalaman, keahlian dan
factor – factor kepribadian yang mendukung, cenderung terkait pada satu jenis
strategi ; mereka dengan berbagai macam kombinasi yang berbeda, akan terkait pada
strategi yang berbeda pula. Sebagai contoh, studi tentang para eksekutif SBU
menunjukkan bahwa unit bisnis strategis yang memiliki build
strategy dibandingkan dengan SBU yang memiliki harvest
strategy cenderung akan dipimpin oleh para manajer yang memiliki keinginan
besar untuk mengambil resiko, memiliki toleransi yang besar pada ambiguitas,
dan yang mempunyai pengalaman luas pada penjualan atau pemasaran. Sebagai
tambahan, para eksekutif yang berhasil mengimplementasi strategi diferensiasi
bisnis cenderung memiliki locus of control internal yang tinggi;
mereka cenderung memandang diri mereka sebagai seorang pekerja keras dan
memiliki kemampuan daripada melihat hal – hal eksternal sebagai alasan
keberhasilan yang diperoleh. Mereka juga cenderung memiliki pengalaman yang
cukup luas dalam penelitian dan pengembangan. Unit bisnis yang menggunakan
strategi bisnis biaya rendah (low-cost strategy) cenderung akan dipimpin oleh
seorang manajer yang memiliki pengalaman luas dalam produksi. Studi lain
menunjukkan bahwa CEO dari perusahaan – perusahaan jenis Prospector (
pencari, penyelidik) berusia lebih muda, dengan masa jabatan dalam perusahaan
dan posisi manajerial yang lebih pendek, dan lebih berpendidikan dibanding CEO
dari perusahaan jenis Defender (bertahan). Para CEO perusahaan –
perusahaan tipe Prospector cenderung memiliki latar belakang lebih luas dalam
hal pemasaran atau R&D; sementara para CEO
perusahaan Defender cenderung memiliki latar belakang dalam keuangan,
mesin, dan pemanufakturan.
Strategi
Dalam Tindakan
Seleksi dan
Pengembangan Manajemen
Seleksi dan
pengembangan adalah hal yang sangat penting, tidak hanya untuk memastikan bahwa
perusahaan telah merekrut orang-orang yang memiliki paduan keahlian dan
pengalaman yang tepat, tetapi juga untuk membantu mereka berkembang dalam
pekerjaannya untuk mempersiapkan mereka pada promosi yang akan datang.
Suksesi Eksekutif :
Orang Dalam vs Orang Luar,
Perusahaan-perusahaan
besar Amerika Serikat pada umumnya mengganti eksekutif puncaknya setiap delapan
tahun, Oleh sebab itu perusahaan perlu merencanakan suksesi eksekutif,
khususnya jika perusahaan tersebut biasa melakukan promosi dari dalam.
Mengindentifikasi
Kemampuan dan Potensi
Perusahaan dapat
mengidentifikasi dan mempersiapkan orang-orangnya untuk posisi-posisi penting
dalam beberapa cara. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan
menetapkan sistem penilaian kinerja yang baik untuk mengidentifikasi
orang-orang yang berkinerja baik dengan potensi promosi yang dimilikinya.
Survei terhadap 34 perencana perusahaan dan eksekutif sumber daya manusia dari
24 perusahaan besar Amerika Serikat menunjukkan bahwa hampir 80 persen dari
mereka telah membuat beberapa usaha untuk identifikasi bakat dan perilaku
manajer yang sesuai, sehingga mereka dapat menyesuaikan manajer-manajer
tersebut sedekat mungkin dengan strategi khusus yang direncanakan perusahaan.
Berbagai Masalah dalam
Pengurangan Karyawan
Downsizing
(perampingan) merujuk kepada eliminasi terencana posisi atau
pekerjaan-pekerjaan tertentu. Perusahaan-perusahaan pada umumnya menggunakan
pendekatan tersebut dalam mengimplementasi strategi
pengurangan (retrenchment). Komunitas masyarakat keuangan akan lebih
bereaksi positif terhadap pengumuman perampingan dari perusahaan yang sedang
mengalami kesulitan, karena program seperti ini dapat memberikan beberapa
manfaat jangka pendek.
Berikut ini adalah
beberapa pedoman dalam melakukan perampingan yang berhasil,
Eliminasi
pekerjaan-pekerjaan yang tidak perlu, bukan melakukan pemotongan di berbagai
bidang : Gunakan waktu yang tersedia untuk mengetahui dengan tepat ke mana
dana mengalir dan kurangilah pekerjaan, bukan pekerja, jika ternyata pekerjaan
tersebut tidak memberi nilai tambah kepada apa yang diproduksi perusahaan.
Sebagai contoh, produktivitas para ilmuan di R&D perusahaan
Colgate-Palomolive meningkat signifikan ketika mereka dibebaskan dari kewajiban
untuk melakukan pengawasan dan pelaporan yang berlebihan.
Kontrakkan keluar
pekerjaan-pekerjaan yang pihak lain mampu mengerjakannya dengan lebih murah
Rencanakan efisiensi
jangka panjang: Jangan mudah mengeliminasi semua biaya yang dapat ditunda
seperti perawatan, penelitian dan pengembangan,dan periklanan, dengan anggapan
(yang tidak dapat dibenarkan) bahwa situasi lingkungan bisnis akan lebih mendukung.
Komunikasikan
alasan-alasan mengambil tindakan perampingan : Beritahukan kepada
karyawan tidak hanya mengapa perusahaan akan melakukan perampingan, tetapi juga
apa yang sedang diusahakan oleh perusahaan untuk tercapai. Fokuskan dan
tekankan pada pernyataan misi yang hendak dicapai.
Melakukan investasi
pada karyawan yang selamat dari program perampingan : Para karyawan
perusahaan yang selamat dari proses perampingan mungkin akan mengerjakan
berbagai macam tugas yang berbeda dari sebelumnya akibat perusahaan tersebut,
karena itu perusahaan perlu membuat draft baru tentang spesifikasi
kerja, standar kinerja, teknik penilaian kinerja, dan paket kompensasi baru
bagi para karyawannya. Pelatihan tambahan juga diperlukan untuk memastikan
bahwa setiap orang memiliki keterampilan yang sesuai untuk menghadapi
berkembangnya pekerjaan dan tanggung jawab yang akan ditanganinya.
Kembangkan
pekerjaan-pekerjaan yang memiliki nilai tambah untuk mengimbangi berkurangnya
pekerjaan: Ketika tidak ada lagi pekerjaan yang tersedia bagi karyawan
yang selamat dari perampingan, pihak manajemen harus mempertimbangkan beberapa
alternatif penataan staf lainnya.
2.2Pengarahan
(Directing)
Implementasi juga
melibatkan pengarahan karyawan untuk menggunakan kemampuan dan keahlian mereka
pada tingkat yang paling efektif dan efisien untuk mencapai sasaran organisasi.
Tanpa adanya pengarahan, karyawan cenderung melakukan pekerjaan mereka menurut
cara pandang mereka pribadi tentang tugas-tugas apa yang seharusnya dilakukan,
bagaimana dilakukan, dan untuk tujuan apa. Mereka mungkin melakukan pekerjaan
menurut apa yang mereka dapatkan pada masa lalu atau menekankan pekerjaan pada
hal yang paling mereka sukai – dengan tidak memperhatikan apakah yang mereka
kerjakan merupakan prioritas utama bagi perusahaan. Pengarahan dapat berbentuk
kepemimpinan dari pihak manajemen, mengkomunikasikan norma perilaku dari budaya
organisasi, atau membangun kesepakatan di antara para pekerja sendiri dalam
kelompok-kelompok kerja yang otonom.
Untuk mengarahkan sebuah
strategi baru dengan efektif, manajemen puncak harus mendelegasikan wewenang
dan tanggung jawab dengan tepat kepada para manajer operasionalnya. Mereka
harus mampu mendorong karyawan untuk berperilaku sesuai cara yang dinginkan
oleh organisasi dan mengkoodinasi tindakan tersebut untuk menghasilkan kinerja
yang efektif. Para manajer harus dirangsang untuk menemukan solusi kreatif
untuk mengimplementasi masalah tanpa terjebak ke dalam konflik. Kadang kala
sasaran tersebut dapat dicapai secara tidak langsung melalui budaya perusahaan
yang kuat, dengan diterimanya norma- norma dan nilai- nilai yang menghargai
kinerja tim, dan komitmen terhadap sasaran dan strategi perusahaan. Sasaran itu
juga dapat dicapai dengan cara yang lebih formal melalui perencanaan tindakan
atau melalui program- program tertentu sepertiManagement By
Objective (MBO) dan Total Quality Management (TQM)
Mengelola Budaya
Perusahaan
Budaya perusahaan
memiliki dua atribut penting, yaitu:
-
Pertama, intensitas,
yaitu “seberapa besar para anggota sebuah unit bisnis sepakat pada norma,
nilai, atau unsur-unsur budaya lain yang berhubungan dengan unit bisnis
tersebut”.
-
Kedua, integrasi, yaitu
“seberapa besar unit-unit bisnis dalam sebuah organisasi membagi sebuah budaya
yang sama”.
Organisasi dengan
budaya dominan yang mengakar kuat biasanya terkendali secara hirarki dan
berorientasi pada kekuasaan, misal dalam unit militer, dan memiliki budaya yang
terintegrasi tinggi. Seluruh karyawan perusahaan dengan budaya perusahaan yang
tinggi cenderung memegang nilai dan norma budaya yang sama. Sebaliknya,
perusahaan yang mempunyai banyak unit, yang terstruktur berdasarkan fungsi
dalam divisi atau SBU, biasanya menunjukkan sub-budaya yang kuat (missal unit
R&D vs unit pemanufakturan) dan biasanya lemah dalam budaya perusahaan
secara keseluruhan.
Kultur dalam
organisasi dapat dikategorikan menjadi 4 kelompok;
• The
Clan Culture. Kultur seperti ini dijumpai pada kelompok orang bekerja dimana
satu dengan lainnya saling merasa cocok, bisa jadi karena perluasan anggota
famili, marga, ataupun asal yang membuat satu dengan lainnya dapat saling
menerima.
• The
Adhocracy Culture. Kultur lebih dinamis, berintikan kewirausahaan, dan
didapat pada tempat bekerja yang kreatif.
• The
Market Culture. Kultur organisasi yang berorientasi kepada hasil dimana
orientasinya adalah menyelesaikan pekerjaan.
• The
Hierarchy Culture. Didapat pada tempat bekerja yang sangat formal dan
terstruktur.
Karena budaya
organisasi dapat berpengaruh kuat terhadap perilaku seluruh karyawan, maka
budaya organisasi dapat berpengaruh besar pada kemampuan perusahaan untuk
mengubah arah strateginya. Masalah penting yang dihadapi oleh perusahaan dengan
budaya yang kuat adalah bahwa perubahan dalam misi, sasaran, strategi, atau kebijakan
perusahaan, kemungkinan besar tidak berhasil dengan baik jika di dalam
perusahaan ada pihak oposisi terhadap budaya organisasi yang dianut. Budaya
perusahaan mempunyai kecenderungan yang kuat untuk menolak perubahan karena
adanya keinginan untuk mempertahankan hubungan dan pola perilaku yang stabil.
Penelitian juga
menunjukkan bahwa tidak ada satupun budaya organisasi yang terbaik. Budaya yang
optimal adalah budaya yang dapat mendukung dengan baik misi dan strategi
perusahaan yang merupakan bagian yang didalamnya. Karena itu, seperti halnya
struktur dan penataan staf, budaya organisasi harus mengikuti strategi yang
telah ditetapkan. Kecuali ada kesepakatan dalam penetapan budaya perusahaan
yang akan digunakan, maka perubahan mendasar dalam strategi harus mampu membawa
kepada modifikasi budaya organisasi. Walaupun penelitian mengindikasikan bahwa
budaya perusahaan harus dapat diubah, namun proses tersebut membutuhkan usaha
besar dan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, pekerjaan penting yang harus
dilakukan oleh pihak manajemen adalah: (1) mengevaluasi perusahaan khusus apa
dalam strategi yang akan berpengaruh besar terhadap budaya perusahaan, (2)
menilai apakah perubahan dalam budaya memang diperlukan, (3) memutuskan apakah
usaha mengubah budaya perusahaan sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan.
Menilai Kesesuaian
Strategi-Budaya
Ketika mengimplementasi
strategi baru, pihak manajemen harus mempertimbangkan pertanyaan – pertanyaan
berikut berkenaan dengan budaya perusahaan.
Apakah strategi yang direncanakan
sesuai dengan budaya organisasi saat ini?
Jika “Ya”, mulailah
dengan segera. Gabungkanlah perubahan – perubahan organisasional dengan budaya
perusahaan dengan mengidentifikasikan bagaimana strtegi baru akan mencapai misi
yang telah ditetapkan dengan lebih baik dari strategi yang saat ini sedang
dijalankan
Jika strategi baru
tidak sesuai dengan budaya perusahaan saat ini dapatkah budaya tersebut dengan
mudah dimodifikasi sehingga dapat lebih sesuai dengan strategi baru?
Jika “Ya”, jalankan
strategi baru dengan hati – hati dengan memperkenalkan serangkaian aktivitas
pelatihan dan pengembangan, dan atu mempekerjakan manajer – manajer baru yang
lebih sesuai dengan strategi baru tersebut.
Jika budaya tidak dapat
berubah dengan mudah untuk lebih sesuai dengan strategi baru, apakah pihak
manajemen bersedia dan mampu membuat perubahan besar organisasional dan
menerima kemungkinan penundaan implementasi strategi baru dan kemungkinan
meningkatnya biaya?
Jika “Ya”, manajer
harus mampu mengubah budaya yang sekarang ada dengan menetapkan sebuah unit
struktural baru untuk mengimplementasi strategi baru. Di General Motors,
misalnya manajemen puncak menyadari bahwa untuk dapat bersaing dengan produsen
mobil dari Jepang, perusahaan harus mengubah secara radikal cara mereka
memproduksi mobil. Menyadari bahwa struktur dan budaya organisasi tidak
fleksibel, pihak manajemen memutuskan untuk membangun sebuah divisi baru yang
lengkap (divisi baru GM yang untuk pertama kalinya sejak 1918) yang disebut
Saturn untuk membangun mobil baru mereka sendiri. Pihak manajemen dan persatuan
serikat pekerja produsen mobil bersama-sama membuat kesepakatan kerja baru
berdasarkan consensus bersama. Para karyawan yang dipilih dengan cermat
mengikuti awareness training selama lima hari untuk mengetahui
bagaimana bekerja bersama-sama dalam satu tim. Mereka kemudian menerima 100
sampai 750 jam pelatihan, termasuk didalamnya bagaimana membaca laporan
keuangan, sehingga mengerti bagaimana operasi keraja mereka mempengaruhi biaya
sebuah mobil. Keseluruhan budaya baru itu dibangun bagian demi bagian. Menurut
James Lewandowski, direktur SDM GM, hanya satu alas an nyata di sini. Hal itu
nyaris menjadi kebanggaan khusus.” Semenjak pertama kali didirikan pada tahun
1983, unit awal Saturn tidak berhenti berjalan mengarahkan proses lini
perakitan pabrik GM di Spring Hill, Tenessee, sampai pada tahun 1990
Jika pihak manajemen
tidak bersedia membuat perubahan besar organisasional yang menuntut
dilakukannya perubahan dalam mengelola budaya organisasi, apakah seluruh
anggota organisasi masih berkomitmen untuk melaksanakan strategi tersebut.
Jika “Ya”, carilah
mitra kerja dalam usaha patungan atau mengkontrakkan strategi tersebut kepada
perusahaan lain untuk melaksanakannya. Jika “tidak”, rumuskan strategi lain.
STRATEGI DALAM TINDAKAN
Budaya Perusahaan
Penghalang diikaberlakukannya pengawasan Proses Berdasarkan Statistik (SPC)
Sejak pertama kali
dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1940-an, Statistical Process
Control (SPC) ditolak keberadaanya sampai W. Edward Deming, seorang
pengajar di MIT, memperkenalkannya kepada orang Jepang pada tahun 1950-an.
Statitistical Process Control adalah metode yang berusaha memfasilitasi
pemahaman variabel-variabel kritis di setiap tahap proses pemanukfakturan dan
interkorelasinya. Berdasarkan pedoman yang disusun Deming, para pekerja
pabrik-pabrik di Jepang mengambil contoh salah satu bagian yang sedang diproses
dalam proses manufaktur, yang dengan kartu control, memastikan bahwa setiap
penyimpangan dari spesifikasi yang telah ditetapkan dapat diperbaiki dengan
cepat. Jadi, SPC menjamin bahwa secara kasat mata seluruh produk yang
dihasilkan mampu memenuhi atau melebihi spesifikasi yang telah ditentukan.
Dengan cara itulah kualitas dibangun ke dalam produk, bukan dengan memerintahkan
pekerja untuk memperbaiki produk setelah produk selesai diproses yang
menyebabkan produk tersebut harus dibuang – merupakan cara tradisional (dan
lebih mahal) untuk mengendalikan kualitas.
Para perusahaan
produser, otomotif Amerika Serikat, setelah mendengar kesuksesan SPC di Jepang,
berusaha menerapkannya pada pabrik – pabrik mereka, Namun setelah dua setengah
tahun usaha itu gagal di tengah jalan. Ada kekecewaan besar terhadap masa depan
penggunaan SPC di pabrik – pabrik tersebut. Para anggota tim koordinasi SPC
yang bertanggung jawab dalam implementasi perubahan mempertimbangkan untuk
mengundurkan diri bersama – sama. Jelasnya, perubahan yang direncanakan telah
gagal. Mengapa?
Budaya pada
pabrik-pabrik pemanufakturan ternyata memiliki tiga nilai dasar yang berlawanan
dengan nilai dasar yang melandasi penggunaan SPC
Pertama, pabrik-pabrik
tersebut memiliki norma yang menganggap kineja lebih penting dari belajar. Para
pekerja dibayar untuk bekerja, bukan untuk berpikir. Sayangnya, SPC berjalan berlawanan
dengan nilai dasar ini. Pelaksanaan SPC meliputi tidak hanya periode untuk
belajar memahami SPC itu sendiri, tetapi juga periode pembelajaran semua proses
pemanufakturan tempat SPC diimplementasi. Para manajer dalam pabrik tersebut
menginterpretasi tindakan – tindakan, menyaringnya dengan pertanyaan seperti,
“Apa yang dapat Anda, lakukan buat saya?” bukan “Apa yang telah Anda pelajari?”
Kedua, informasi
digunakan hanya untuk menyebarkan harapan terhadap kinerja yang akan datang,
melaporkan kineja yang buruk, dan mengalihkan tanggung jawab Informasi
dinilai bukan berdasarkan kegunaannya untuk menyelesaikan masalah, tetapi hanya
untuk menyalahkan. atau mengalihkan tanggung jawab kepada pihak
lain. Sebaliknya, SPC menggunakan informasi untuk menemukan masalah
dan menyelesaikannya. Pengumpulan data melibatkan pekerja dan manajer untuk
bersama-sama menggunakan gambar dan grafik yang ada pada seluruh wilayah kerja,
sehingga setiap orang dapat melihatnya. Sayangnya, seiring perjalanan waktu,
pihak manajemen kembali hanya melihat hasil dan menugaskan tanggung jawab.
Karyawan kembali ditugaskan untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri.
Perasaan para. karyawan menjadi, “Mengapa masalah saya harus diselesaikan
dengan SPC?“
Ketiga, dengan
mengikuti konsep struktural yang tradisional tentang divisi kerja,
pekejaan-pekejaan dalam pabrik dipecah menjadi bagian-bagian kecil yang
dibagikan kepada individu-individu operator dan kepada setiap unit dalam lini
perakitan. Ada garis pembatas yang jelas antara, pekerja dan manajer, bagian
pemanufakturan dan jasa, dan antara pabrik dan divisi. Ada kecenderungan untuk
menggolong-golongkan masalah dan informasi. Sebaliknya
SPC membutuhkan pendekatan yang bersifat menyeluruh, bukan pendekatan
segmentasi yang tradisional. SPC mengharuskan adanya pemikiran tentang
interaksi berbagai variabel dalam sebuah proses dan mengelola masing – masing
interdependensinya. Sebagai hasilnya, upaya – upaya untuk meningkatkan
produktivitas melalui usaha bersama antara kelompok – kelompok dan departemen
disabotase oleh kecenderungan para staf divisi yang berpenghasilan dan
berpendidikan tinggi pada kantor pusat untuk menolak saran-saran dari karyawan
produksi yang dianggapnya “rendah” dalam segala hal.
Mengelola Perubahan
Melalui Komunikasi
Komunikasi adalah hal
penting dalam mencapai manajemen perubahan dalam budaya yang efektif. Setelah
melakukan pengamatan terhadap budaya perusahaan pada lebih dari 100 perusahaan
yang berbeda, G. G. Gordon melaporkan bahwa perusahaan – perusahaan yang berhasil
melakukan perubahan besar dalam budaya memiliki beberapa karakteristik
yang sama.
Para CEO-nya memiliki
visis strategi tentag akan menjadi apa perusahaan yang dipimpinnya di masa yang
akan dating.
Visi tersebut
diterjemahkan ke dalam elemen – elemen kunci yang perlu untuk mencapai misi
tersebut. Sebagai contoh, jika visis mengharuskan perusahaan untuk menjadi
pemimpin dalam kualitas atau jasa layanan dipilih untuk ditingkatkan dan system
pengukuran yang sesuai pun dikembangkan untuk memantau aspek – aspek tersebut.
Pengukuran ini dikomunikasikan secara luas melalui berbagai kontes, pengakuan
baik secara informal dan formal, penghargaan yang bersifat moneter, di antara
berbagai cara lainnya.
Para CEO dan manajer
puncak lainnya bersemangat mengkomunikasikan seluas mungkin kepada para
karyawan di segala tingkat, tiga informasi penting berikut ini:
a)
Kondisi perusahaan saat ini dibandingkan dengan para pesaingnya serta perkiraan
kondisi perusahaan di masa yang akan dating.
b)
Visi tentang akan menjadi seperti apa perusahaan di masa yang akan dating dan
bagaimana perusahaan dapat mencapai visi tersebut
c)
Kemajuan perusahaan dalam elemen – elemen kunci yang diidentifikasi sebagai hal
penting dalam mencapai visi
Mengelola Budaya Ketika
Bertumbuh Melalui Akuisisi
Ketika melakukan
akuisisi atau bergabung dengan perusahaan lain, manajemen puncak harus
mempertimbangkan potensi terjadinya benturan budaya. Bahaya jika menganggap
bahwa perusahaan dapat dengan mudah disatukan ke dalam struktur pelaporan yang
sama. Pada umumnya para investor bersikap skeptis terhadap merger antar
perusahaan – perusahaan yang memiliki budaya berbeda. Makin besar
kesenjangan antara budaya perusahaan yang diakusisi dengan perusahaan yang
mengakuisisi, makin cepat pula para eksekutif perusahaan yang diakuisisi
meninggalkan pekerjaannya dan menggunakan bakat berharga mereka di perusahaan
lain. Contoh klasik kesalahan manajemen dalam menangani budaya perusahaan
tedadi ketika Exxon Corporation memutuskan untuk membeli beberapa perusahaan
yang memiliki teknologi tinggi.
Integrasi melibatkan
keseimbangn relative antara menerima dan member praktik – praktik manajerial
dan budaya antara mitra merger dan tidak adanya pemaksaan untuk mengubah budaya
dari satu perusahaan yang tergabung. Integrasi memberikan kesempatan kepada
kedua budaya untuk bergabung, sementara memelihara perbedaan di antara keduanya
dalam mencapai budaya bersama. Ketika perusahaan kereta api Seaboard dan
Chesapeake & Ohio bergabung membentuk CSX Corporation, para eksekutif
puncak sangat peduli bahwa budaya kedua belah pihak akan dihargai setara
sebagaimana mereka tetap menjaga perusahaan baru mereka sebagai “kemitraan yang
sama dan setara.”
Sedangkan
dalam asimilasi, perusahaan yang diakuisisi menyerahkan budayanya dan
mengadopsi budaya perusahaan yang mengakuisisi. Dominasi yang dilakukan oleh
perusahaan yang mengakuisisi bukanlah hal yang dipaksakan, melainkan disambut
baik oleh para anggota perusahaan yang diakuisisi, yang dengan berbagai alasan
merasa bahwa budaya dan praktik manajerial yang selama ini dilakukan tidak
mampu membawa keberhasilan.
Dalam
metode pemisahan, budaya kedua perusahaan secara struktural tetap
terpisah, tanpa ada pertukaran budaya.
Dekulturasi adalah
metode yang paling umum dan paling merusak dalam kaitannya dengan perbedaan dua
budaya. Metode tersebut melibatkan disintegrasi budaya salah satu perusahaan
yang terjadi karena adanya tekanan dan penolakan terhadap perusahaan lain yang
dating untuk memaksakan budaya dan praktik manajerialnya. Metode ini seringkali
menimbulkan kebingungan besar, konflik, kemarahan, dan stress. Merger jenis ini
biasanya menghasilkan kinerja yang buruk dari perusahaan yang diakuisisi dan
pada akhirnya perusahaan tersebut dilepas kembali.
Metode Mengelola Budaya
Perusahaan yang Diakuisisi
Beberapa banyak anggota
perusahaan yang diakuisisi
Beberapa banyak
anggota perusahaan yang diakuisisi memelihara nilai-nilai budaya mereka
|
|||
SANGAT BANYAK
|
TIDAK BANYAK SEKALI
|
||
Persepsi terhadap
daya tarik perusahaan yang mengakuisisi
|
SANGAT MENARIK
|
Integrasi
|
Asimilasi
|
TIDAK MENARIK SAMA
SEKALI
|
Pemisahan
|
Dekulturasi
|
Sumber: A. Nahavandi
dan A. R. Malezadeh, “Acculturation in Merger and Acquisitions,” Acadeny of
Management Review (Januari 1988), halaman 83. Hak Cipta © 1988 oleh
Academy of Management. Dicetak ulang dengan ijin
Merencanakan Tindakan
Dua masalah yang biasa
ditemui dalam implementasi strategi adalah tidak efektifnya koordinasi
aktivitasdan buruknya penjabaran implementasi tugas – tugas dan aktivitas –
aktivitas penting. Aktivita dapat diarahkan langsung pada pencapaian tujuan
strategis melalui perencanaan tindakan. Pada tingkat yang sederhana, rencana
tindakan mengidentifikasi tindakan – tindakan yang harus diambil, orang – orang
yang bertanggung jawab terhadapnya, waktu yang tersedia untuk menyelesaikannya,
dan hasil yang diharapkan. Setelah menyeleksi sebua program untuk
mengimplementasi strategi khusus, karyawan harus mengembangkan rencana tindakan
supaya program tersebut memberikan hasil.
Perhatikan perusahaan
yang memilih untuk melakukan integrasi-vertikal ke hulu melalui akuisisi atau
mengembangkan rantai ecerannya sebagai bagian dalam strategi pertumbuhannya.
Setelah melakuakan akuisisi, perusahaan harus mengintegrasi gerai ecerannya ke
dalam perusahaannya. Salah satu dari berbagai program yang harus dilaksanakan
adalah perusahaan harus mengembangkan strategi periklanan baru. Hasil dari
rencana tindakan yang akan diambil perusahaan haruslah meliputi beberapa elemen
berikut ini.
-
Harus diambil tindakan-tindakan
khusus untuk membuat program berjalan
-
Tanggal untuk memulai
dan mengakhiri setiap tindakan
-
Menetapkan orang
(diidentifikasi dengan Hama dan jabatan) yang bertang-gung jawab terhadap
pelaksanaan setiap tindakan
-
Mienetapkan orang yang
akan bertanggung jawab untuk memantau waktu dan efektivitas setiap tindakan
-
Perkirakan konsekuensi
financial dan fisik dari setiap tindakan
-
Rencanakan
tindakan-tindakan kontingensi
Menurut J. C. Camillus,
seorang ahli dalam implementasi dan pengendalian strategi, untuk beberapa alas
an rencana tindakan merupakan hal yang penting. Pertama, rencana tindakan
berperan sebagai penghubung antara perumusan strategi dan evaluasi serta
pengendaliannya. Kedua, rencana tindakan menjelaskan secara khusus hal – hal
yang dibutuhkan untuk dapat menjalankan program yang berbeda dengan cara
operasi yang selama ini dijalankan. Ketiga, selam proses evaluasi dan
pengendalian yang akan berlangsung kemudian, rencana tindakan dapat membantu
baik dalam penilaian kinerja dan dalam identifikasi tindakan perbaikan yang
diperlukan. Sebagai tambahan, penugasan yang jelas terhadap tanggung jawab
untuk mengimplementasi dan memantau program – program tersebut dapat memperkuat
motivasi.
Management By
Objectives (MBO)
Management By
Objectives (MBO) merupakan pendekatan organisasional yang secara luas telah
digunakan untuk membantu diambilnya tindakan – tindakan yang bermanfaat dalam
mencapai sasaran yang diinginkan. MBO menghubungkan sasaran organisasional
dengan perilaku individu. Karena sistem tersebut mampu menghubungkan rencana
dengan kinerja, MBO merupakan implementasi yang sangat bermanfaat. Proses MPO
meliputi :
-
Menetapkan dan
mengkomunikasikan sasaran. Organisasional
-
Menyusun sasaran
individual (melalui interaksi karyawan dan atasan) yang akan membantu
implementasi sasaran organisasi.
-
Mengembangkan sebuah
rencana tindakan terhadap aktivitas-aktivitas yang diperlukan untuk mencapai
sasaran yang telah ditetapkan, dan
Secara periodik
(sedikitnya tiap triwulan) menganalisis kinerja yang berhubungan dengan sasaran
yang telah ditetapkan dan termasuk di dalamnya hasil penilaian kinerja tahunan.
Tekhnik MBO juga
memberikan kesempatan untuk menghubungkan sasaran tiap orang di setiap tingkat
kepada mereka yang ada si tingkat yang lebih tinggi. Oleh karena itu, MBO
menghubungkan bersama – sama sasaran perusahaan, sasaran unit bisnis, dan
sasaran fungsional dan strategi – strategi yang dikembangkan untuk mencapai
sasaran tersebut. Walaupun program – program tersebut biasanya cenderung
mendukung kepercayaan bahwa MBO seharusnya menghasilkan kinerja yang lebih
tinggi dibanding yang dapat dicapai oleh pendekatan – pendekatan lainnya yang
tidak melibatkan sasaran kinerja, umpan balik yang relevan, dan kerja sama
penetapan sasaran antara atasan dan bawahan.
Salah satu manfaat
nyata dari MBO adalah MBO dapat mengurangi sejumlah besar proses politik
internal dalam sebuah perusahaan besar. Tindakan – tindakan politis seringkali
menyebabkan konflik dam memecah belah banyak orang dan kelompok – kelompok
kerja yang seharusnya bekerja sama dalam mengimplementasi sebuah strategi.
Orang – orang akan kurang berminat untuk berebut posisi jika misi dan sasaran
perusahaan jelas dan mereka tahu bahwa system penghargaan atas kinerja bukan
didasarkan pada aturan main semata, namun pada pencapaian yang dikomunikasikan
dengan jelas, dan dapat diulur dengan objektif.
Total Quality
Management (TQM)
Total Quality
Management (TQM) adalah sebuah filosofi operasional yang menekankan komitmen
pada kepuasan pelanggan dan peningkatan berkelanjutan. TQM merupakan “payung”
bagi berbagai kumpulan konsep dan prosedur yang pertama kali diajukan oleh W.
Edward Deming dan diteruskan oleh Joseph Juran dan Philip Crosby. Dengan kata
lain, TQM melibatkan komitmen pada kualitas, keunggulan, dan menjadi yang
terbaik dalam seluruh fungsi. Menurut J. Schonberger, pakar dalam manajemen
operasi dan rekayasa produksi, ada empat tujuan dalam TQM:
a. Kualitas
produk dan jasa yang lebih baik dan sedikit variabel;
b. Respon
yang lebih cepat dan sedikit variabel dalam memproses kebutuhan pelanggan;
c. Fleksibilitas
yang lebih besar dalam penyesuaian terhadap perubahar. kebutuhan pelanggan; dan
d. Biaya
yang lebih rendah melalui peningkatan kualitas dan eliminasi pekerjaan yang
tidak memiliki nilai tambah.
Karena TQM berusaha mengurangi
biaya serta meningkatkan kualitas, TQM dapat digunakan sebagai program untuk
mengimplementasi baik strategi biaya rendah pada seluruh tingkatan atau
strategi bisnis diferensiasi.
Berdasarkan TQM, proses
yang salah adalah penyebab utama buruknya kualitas, bukan kurangnya motivasi
karyawan. Walaupun salah satu akar TQM adalah statistical process
control, TQM melibatkan serangkaian luas tekhnik, mulai dari scatter
diagram sampai benchmarking dan tim lintas fungsi. Program tersebut juga
biasanya melibatkan perubahan signifikan dalam budaya perusahaan, menuntut
kepemimpinan yang kuat dari manajemen puncak, pelatihan karyawan, pemberdayaan
karyawan tingkat rendah (dengan memberikan karyawan lebih banyak control atas
pekerjaan mereka), dan kerja tim untuk membuatnya berhasil. TQM menekankan
pencegahan, bukan perbaikan, walaupun pemerikasaan terhadap kualitas masih
dilakukan. Tekanannya adalah pada peningkatan proses untuk mencegah terjadinya
kesalahan dan defisiensi, dengan menetapkan gugus kendali mutu (quality
circle)atau tim peningkatan kualitas yang mengidentifikasi masalah dan
menyarankan berbagai cara untuk memperbaiki proses yang menyebabkan masalah.
Elemen-elemen penting
dalam TQM
-
Fokus yang kuat
terhadap kepuasan pelanggan; Seluruh karyawan (tidak anya orang – orang di
bagian penjualan dan pemasaran) harus memahami bahwa pekerjaan mereka ada
karena adanya kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu, pendekatan yang harus
diambil oleh karyawan sehubungan dengan pekerjaan mereka adalah bagaimana hasil
pekerjaan itu akan mempengaruhi kepuasan pelanggan.
-
Pelanggan adalah
internal dan eksternal; Karyawan bagian pengemasan adalah pelanggan
internal bagi karyawan bagian lainnya yang sedang menyelesaikan perakitan
produk, dan orang yang membeli produk adalah pelanggan bagi seluruh anggota
perusahaan. Seorang karyawan harus memuaskan pelanggan internal dan juga
pelanggan eksternal.
-
Pengukuran yang akurat
terhadap seluruh variabel kritis dalam operasi perusahaan; Karyawan harus
dilatih dalam hal apa saja yang akan di ukur, bagaimana mengukur, dan bagaimana
menerjemahkan data yang ada. Aturan penting dalam TQM adalah “Anda hanya akan
berkembang pada bagian yang Anda ukur.”
-
Peningkatan
berkelanjutan pada produk dan jasa; Setiap orang menyadari perlunya memantau
operasi perusahaan secara berkesinambungan untuk menemukan berbagai cara untuk
meningkatkan produk dan layanan.
-
Hubungan kerja yang
baru yang didasarkan pada saling percaya dan kerja tim; Kuncinya adalah
gagasan pemberdayaan atau memberikan keleluasaan kepada karyawan
dalam cara mereka mencapai sasaran perusahaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penempatan
staff dan penugasan dalam implementasi strategi dapat memberikan suatu
kemudahan dalam pelaksanaan tugas serta pelaksanaan kegiatan perusahaan. Dengan
catatan implementasi tersebut daapat dilaksanakan dengan baik dan tepat guna
mempercepat pekerjaan serta mengoptimalkan pekerjaan sehingga didapat suatu
hasil yang optimal.
Manager sangat berperan penting
dalam hal ini, karena manager lah letak puncak perintah serta komando
perusahaan. Pengambilan keputusan serta pengambilan strategi yang tepat dapat
mempengaruhi hasil kerja dari setiap pegawai dan kinerja perusahaan.
0 komentar:
Post a Comment