BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akuntansi merupakan
salah satu cabang ilmu yang tidak terlepas dari dunia bisnis.Dengan adanya ilmu
akuntansi maka pembukuan keuangan menjadi lebih mudah dan lebih akurat.Akan
tetapi, dalam kenyataannya banyak pembukuan keuangan yang tidak sesuai dengan
keuangan yang ada.Hal ini terjadi karena kekeliruan dari pembuatan laporan
keuangan atau adanya kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
Dalam melakukan
penyusunan laporan keuangan perusahaan, seorang akuntan harus mengikuti aturan
yang ada dalam pembuatan laporan keuangan, yaitu sesuai dengan aturan PSAK.Akan
tetapi, dalam kenyataanya banyak perusahaan yang secara kreatif melakukan
manipulasi data keuangan untuk mendapatkan respon yang baik dari beberapa kalangan.
Hal ini disebut dengan akuntansi kreatif ( Creatif Accounting ). Akuntansi
kreatif bukan hal yang baru dalam dunia akuntansi, karena banyak perusahaan
yang melakukan hal tersebut.Akuntansi kreatif oleh beberapa kalangan dianggap
hal yang tidak etis karena memanipulasi data. Akan tetapi, kreatif akuntansi
dalam pandangan teori akuntansi positif, sepanjang kreatif akuntansi tidak
bertentangan dengan ptinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum tidak ada
masalah yag harus dipersoalkan.
Banyak faktor yang menyebabkan
perusahaan menggunakan kreatif akuntansi untuk mempertahankan eksitensi
perusahaan ditengah persaingan yang sangat ketat sekarang ini.Oleh karena itu
diperlukan cara-cara yang kreatif dalam penghitungan keuangan dalam dunia
bisnis, walaupun itu sering dianggap hal yang kurang etis. Untuk itu penulis
akan membahas terkait dengan “ CREATIVE
ACCOUNTING ”.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan creative accounting ?
2. Apa
yang dimaksud dengan earning management ?
3. Apa
yang dimaksud dengan financial number game ?
4. Bagaimana
respon FSAB tentang financial number game ?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui
creative accounting.
2. Mengetahui
earning management.
3. Mengetahui
financial number game.
4. Mengetahui
respon FSAB tentang financial number game.
1.4.
Metode
Penyusunan makalah ini menggunakan metode observasi
dan kepustakaan, observasi yang dilakukan seperti studi pustaka dengan membaca
buku-buku yang berkaitan dengan judul makalah.Dan sumber lainnya melalui
informasi media komunikasi (internet) yang berhubungan dengan tema makalah.
BAB
2
URAIAN
TEORITIS
2.1.
Pengertian Creative Accounting
Banyak
para pakar yang mengartikan creative accounting sebagai kegitan memanipulasi
data keuangan di perusahaan. Tetapi, kata-kata
creative accounting terdiri dari 2 kata yaitu “creative” yang artinya kebolehan seseorang
menciptakan ide baru yang efektif, dan kata “akuntansi” itu artinya pembukuan
tentang financial events yang senantiasa berusaha untuk setia kepada
kondisi keuangan yang sebenarnya (faithful representation of financial
events). Creative accounting menurut Amat, Blake dan Dowd adalah sebuah
proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan
akuntansi (termasuk didalamnya standar, teknik dsb.) dan menggunakannya untuk
memanipulasi pelaporan keuangan. Sedangkan, Stolowy dan Breton menyebut
creative accounting merupakan bagian dari “accounting manipulation” yang
terdiri dari “earning management”, “income smoothing” dan “creative accounting”
itu sendiri. Sehingga arti dari creative accounting yaitu akar dari
sejumlah skandal akuntansi, dan banyak usulan untuk reformasi akuntansi -
biasanya berpusat pada analisis diperbarui modal dan faktor produksi yang benar
akan mencerminkan bagaimana nilai tambah. Akuntansi kreatif dan manajemen laba
merupakan eufemisme mengacu pada praktik akuntansi yang mungkin mengikuti surat
aturan praktik akuntansi standar, tapi jelas menyimpang dari semangat peraturan
tersebut.
2.1.1. Tujuan Creative Accounting
Tujuan-tujuan seseorang
melakukan creative accounting bermacam-macam, di antaranya adalah
untuk pelarian pajak, menipu bank demi mendapatkan pinjaman baru, atau
mempertahankan pinjaman yang sudah diberikan oleh bank dengan syarat-syarat
tertentu, mencapai target yang ditentukan oleh analisis pasar, atau mengecoh
pemegang saham untuk menciptakan kesan bahwa manajemen berhasil mencapai hasil
yang cemerlang.Motivasi materialisme merupakan suatu dorongan besar manajemen
dan akuntan-akuntan melakukan creative accounting.Banyak perusahaan yang
terjebak masalah creative accounting mempunyai sistem “executive
stock option plan” bagi eksekutif-eksekutif yang mencapai target yang
ditetapkan.Secara umum, para eksekutif biasanya lebih mengenal perusahaan tempat
mereka bekerja dibandingkan karyawan-karyawan di bawah mereka, sehingga para
eksekutif ini dapat dengan mudah memanipulasi data-data dalam laporan keuangan
(financial statement) dengan motivasi memperkaya diri mereka sendiri. Adapun
klasifikasi tindakan yang meliputi kecurangan laporan keuangan adalah sebagai
berikut :
1.
Sengaja distorsi laporan keuangan
sebagai alat untuk bertindak curang dengan mengecoh pemakai atau kelompoknya
tentang hasil usaha perusahaan.Dalam hal ini yang menerima keuntungan langsung
adalah pihak perusahaan atau pelaku kecurangan. Adapun tujuan khusus dari
tindakan ini adalah :
1. Mendapatkan kredit, modal jangka panjang, atau
tambahan modal investasi berdasarkan informasi keuangan yang didistorsi atau
dihapus
2.
Menyembunyikan kinerja tidak baik dari
perusahaan.
3.
Menghapus hutang pajak.
4.
Manipulasi harga saham.
5.
Menyembunyikan kinerja tidak baik oleh manajemen.
2. Sengaja distorsi laporan keuangan
untuk penyamaran tindakan kecurangan.dalam hal ini yang diuntungkan tetap pihak
perusahaan atau pelaku kecurangan. Adapun tujuan khusus dari tindakan ini
adalah:
1.
Menyembunyikan penjualan fiktif atau harta milik dipalsukan.
2.
Menyembunyikan pembayaran yang tidak benar.
3.
Menyembunyikan tindakan penyelewangan dana atau harta.
2.1.2. Unsur – unsur Creative
Accounting.
Menurut Charles W. Mulford & Eugene
E. Comiskey membagi Creative Accounting menjadi beberapa unsur, yaitu:
1. Recognizing
Premature or Fictitious Revenue
Mengakui penghasilan
prematur atau penghasilan fiktif itu berbeda jika ditinjau dari sudut
aggressive accounting.Untuk premature revenue, pengakuannya sudah sesuai dengan
GAAP. Sementara itu, untuk fictitious revenue , penghasilan dicatat tanpa
adanya penjualan yang terjadi.
Bentuk dari prematur revenue bisa berupa
pengakuan penjualan dilakukan pada saat barang sudah dipesan, tapi belum
dikirim (goods ordered, but not shipped) atau barang sudah dikirim, tapi belum
dipesan (goods shipped, but not ordered). Sementara itu, contoh penjualan
fiktif adalah backdated invoice, tanggal pengiriman yang diubah, atau sengaja
salah mencatat penjualan.
Cara mendeteksi penjualan prematur atau
fiktif yaitu:
1.
Pahami kebijakan pengakuan pendapatan, termasuk perubahannya
2. Cermati
piutang usaha
3. Cermati akun-akun yang mungkin digunakan
untuk meng-offset penjualan prematur atau fiktif
4.
Review transaksi hubungan istimewa
5. Perhatikan kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan pendapatan sesuai laporan.
2. Aggressive Capitalization &
Extended Amortization Policies
Dalam kebijakan kapitalisasi
yang agresif, perusahaan melaporkan beban atau rugi tahun berjalan sebagai
aset.Akibatnya, pengakuan biaya tertunda dan laba naik.Selanjutnya, aset atau
beban ditangguhkan tersebut diamortisasi selama beberapa tahun.
Cara mendeteksi kebijakan aggressive
capitalitation & extended amortization policies yaitu:
1. Pahami kebijakan kapitalisasi aset dan apakah
aset yang dikapitalisasi tersebut melebih nilai pasar
2. Proporsikan total biaya pengembangan software
yang dikapitalisasi dan tentukan apakah proporsi tersebut wajar
3. Cermati biaya bunga yang dikapitalisasi
sehubungan dengan proyek konstruksi yang sudah berakhir
4. Cermati alasan yang mendasari pencatatan
normal operating expense ke dalam asset.
3. Misreported Assets & Liailibities
Dalam banyak kasus,
nilai aset overvalued dan/atau kewajiban undervalued dengan tujuan agar earning
power menjadi lebih tinggi dan posisi keuangan lebih kuat. Dengan laba yang
tinggi, otomatis saldo laba dan nilai ekuitas akan naik.
Beberapa akun aktiva
yang potensial dilaporkan overvalued adalah piutang usaha, inventori, investasi
(yang diklasifikasikan dalam trading, held to maturity, atau available for
sale). Akun kewajiban yang dicatat undervalued di antaranya adalah accrued
expense payable, utang usaha, utang pajak, dan contingent liability.
Cara mendeteksi misreported asset &
liability yaitu:
1. Tandingkan prosentase perubahan piutang
usaha dengan perubahan penghasilan untuk 4-6 triwulan terakhir
2. Pastikan bahwa pembentukan cadangan piutang
tak tertagih cukup untuk menutup risiko inkolektibilitas
3. Cermati apakah persediaan yang overvalued
tersebut disebabkan persediaan fiktif
4. Cermati apakah kasus overvalued inventory
pernah terjadi sebelumnya
5. Cermati penurunan nilai pasar surat berharga yang
held to maturity
6. Cermati trend yang terjadi untuk accrued
expense payable
7. Hitung umur utang untuk 4-6 bulan terakhir
8. Review total utang pajak yang tercatat di
neraca dengan beban pajak yang dicatat di laba rugi
9. Cermati
kewajiban kontinjensi yang tidak dicatat di neraca
4. Getting Creative with the Income
Statement
Permainan angka-angka
di laporan laba rugi terjadi pada cara mempercepat atau memperlambat pengakuan
pendapatan dan biaya. Dalam hal ini laba diatur untuk beberapa periode
pelaporan.
Selain itu, penyajian
laporan yang bisa berbentuk single step maupun step memungkinkan perusahaan
memainkan angka-angka subtotal, klasifikasi akun, dan catatan laporan
keuangan.Misalnya, unsur pendapatan usaha dilaporkan sebagai pendapatan di luar
usaha atau sebaliknya, pengeluaran yang termasuk dalam harga pokok penjualan
direklasifikasikan ke dalam kelompok akun beban operasi atau sebaliknya.
Reklasifikasi demikian tentu saja akan mempengaruhi angka sub total laba kotor
atau laba operasi yang nota bene sering dijadikan sebagai sumber informasi
untuk pengambilan keputusan.
Contoh lainnya yang termasuk dalam
kreativitas akuntansi di laporan laba rugi terjadi dalam:
1. Kelompok akun other expense/income
yang seringkali di-netting. Perusahaan hanya melaporkan total other
expense/income tanpa merinci detil dari kelompok akun tersebut.
2. Penggunaan terminologi di dalam
laporan laba rugi, seperti istilah restrukturisasi yang ternyata biaya
restrukturisasinya mencakup penghapusan inventori, pembayaran pesangon dan
biaya PHK, penghapusan aktiva, biaya relokasi, dan biaya penurunan nilai
aktiva.
3. Penentuan tingkat materialitas suatu
transaksi. Dengan konsep materialitas ini, perusahaan dapat mengelompokkan
transaksi yang sebetulnya material menjadi tidak material.
5. Problems with Cash-flow
Reporting
Seperti diuraikan
sebelumnya dalam Share Price Effect, para investor tertarik dengan perusahaan
yang punya earning power yang bagus dan sustainable.Dengan demikian, future
cash flow-nya menjadi baik pula.Bagi para kreditur, dengan cash flow yang baik,
utang piutang menjadi lancar.
Sudah menjadi hal yang umum bahwa arus
kas bersih dari aktivitas operasi merupakan manifestasi operating income yang
ada di laporan laba rugi.Arus kas bersih ini menjadi alat ukur utama tentang
kemampuan perusahaan dalam mendapatkan sustainable cash flow.
Di dalam pelaporan arus
kas menurut GAAP, arus kas terbagi menjadi arus kas dari aktivitas operasi,
aktivitas pembiayaan (financing) dan aktivitas investasi.Bentuk penyajian
laporan arus kas sendiri terdiri dari indirect method dan direct method.Dalam
indirect method, arus kas dari aktivitas operasi dihitung dari laba bersih yang
disesuaikan dengan transaksi-transaksi non kas di laporan laba rugi. Sementara
itu, dalam direct method arus kas dari aktivitas operasi ditampilkan
berdasarkan transaksi-transaksi kas di laba rugi.
Di dalam praktiknya,
arus kas dari aktivitas operasi hanya diketahui oleh segelentir pengguna
laporan keuangan, tapi tidak diketahui oleh para investor maupun kreditur.Kedua
stakeholder tersebut lebih fokus pada kinerja keuangan.Akibatnya, mereka
cenderung menganggap bahwa laporan arus kasnya sudah benar.Pada kenyataannya,
laporan arus kas, khususnya arus kas operasi, tidak terlepas juga dari creative
accounting. Berikut ini adalah contohnya
1. Arus kas operasi memasukan unsur pembayaran
pajak penghasilan (PPh), baik PPh Badan maupun PPh final.
2. Operasi dalam penghentian (discontinued
operation) juga dimasukkan dalam aktivitas operasi, padahal di dalam laba rugi
discontinued operation tersebut dikeluarkan dari laba operasi.
3. Biaya operasi yang dikapitalisasi dimasukkan
sebagai arus kas dalam aktivitas investasi, padahal jika dibebankan pada tahun
berjalan, masuk dalam arus kas operasi.
Untuk mendeteksi adanya creative
accounting, laporan arus kas (setelah dikeluarkan unsur non recurring cash flow
seperti discontinued operation) biasa menjadi alat yang efektif.Misalnya :
1. Transaksi fiktif seperti prematur revenue
atau fictitious revenue tidak akan pernah muncul di laporan arus kas karena
tidak melibatkan unsur kas; dan
2. Aggressive
accounting dapat meningkatkan laba perusahaan, tapi arus kas dari aktivitas
operasi tetap tidak berubah.
2.1.3. Penyebab Dan Pola Creative
Accounting
Stolowy dan Breton
menyebut “creative accounting” merupakan bagian dari “accounting manipulation”
yang terdiri dari “earning management” , “income smoothing” dan “creative
accounting” itu sendiri. Dalam pemahaman mengenai ‘creative accounting’ ini
bukan berarti akuntan yang memanfaatkan pemahaman akuntansi tersebut, tetapi
pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dan kekuatan untuk menggunakan creative
accounting tersebut, seperti manajer, akuntan, pemerintah, asosiasi industri
dan sebagainya. Hal yang menyebabkan terjadinya creative accounting adalah
karena adanya kebijakan dari perusahaan yang menyebabkan banyak pihak manjemen
yang melakukan manipulasi data untuk mendapatkan keuntungan yang lebih
khususnya manajer perusahaan. Manajer dalam bereaksi terhadap pelaporan keuangan
menurut Watt dan Zimmerman digolongkan
menjadi tiga buah hipotesis yaitu :
1. Bonus
plan hyphotesis
Healy
dalam Scott menyatakan bahwa manajer seringkali berperilaku seiring dengan
bonus yang akan diberikan. Jika bonus yang diberikan tergantung pada laba yang
akan dihasilkan, maka manajer akan melakukan creative accounting dengan
menaikkan laba atau mengurangi laba yang akan dilaporkan. Pemilik biasanya
menetapkan batas bawah laba yang paling minim agar mendapatkan bonus. Dari pola
bonus ini manajer akan menaikkan labanya hingga ke atas batas minimal tadi.
Tetapi jika pemilik perusahaan membuat batas atas untuk mendapatkan bonus, maka
manajer akan berusaha mengurangkan laba sampai batas atas tadi dan mentransfer
laba saat ini ke periode yang akan datang. Hal ini dia lakukan karena jika laba
melewati batas atas tersebut manajer sudah tidak mendapatkan insentif tambahan
atas upayanya memperoleh laba di atas batas yang ditetapkan oleh pemilik
perusahaan. Formula bonus yang digunakan Healy didasarkan pada asumsi bahwa
perusahaan terdiri atas manajer yang menghindari resiko (risk averse) sehingga
manajer akan memilih discretionary accrual untuk menurunkan earning
ketika earning sebelum keputusan accrual lebih kecil dari bogey (batas bawah)
atau melebihi cap (batas atas) menaikkan earning ketika earning sebelum
keputusan accrual melebihi bogey tetapi tidak melebihi cap. Implikasi yang
dikemukakan oleh Healy adalah bahwa manajer akan berperilaku oportunistik
menghadapi intertemporal choice.
2. Debt-covenant
hyphotesis
Penelitian
dalam bidang teori akuntansi positif juga menjelaskan praktek akuntansi
mengenai bagaimana manajer menyikapi perjanjian hutang. Manajer dalam menyikapi
adanya pelanggaran atas perjanjian hutang yang telah jatuh tempo, akan berupaya
menghindarinya dengan memilih kebijakan-kebijakan akuntansi yang menguntungkan
dirinya. Fields, Lys dan Vincent mengemukakan ada dua kejadian dalam pemilihan
kebijakan akuntansi, yaitu pada saat diadakannya perjanjian hutang dan pada
saat jatuh temponya hutang.Kontrak hutang jangka panjang (debt covenant)
merupakan perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman dari tindakan-tindakan
manajer terhadap kepentingan kreditur, seperti pembagian deviden yang berlebihan,
atau membiarkan ekuitas berada di bawah tingkat yang telah ditentukan. Semakin
cenderung suatu perusahaan untuk melanggar perjanjian hutang maka manajer akan
cenderung memilih prosedur akuntansi yang dapat mentransfer laba periode
mendatang ke periode berjalan karena hal tersebut dapat mengurangi resiko
default. Sweeney dalam Scott menyatakan perilaku ‘memindahkan’ laba tersebut
dilakukan oleh perusahaan bermasalah yang terancam kebangkrutan dan ini
merupakan strategi untuk bertahan hidup.
3. Political-cost
hyphotesis.
Dalam
pandangan teori agensi (agency theory), perusahaan besar akan mengungkapkan
informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar melakukannya
sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut.Perusahaan besar
menghadapi biaya politis yang lebih besar karena merupakan entitas yang banyak
disorot oleh publik secara umum.Para karyawan berkepentingan melihat kenaikan
laba sebagai acuan untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui kenaikan gaji.
Pemerintah melihat kenaikan laba perusahaan sebagai obyek pajak yang akan
ditagihkan. Sehingga pilihan yang dihadapi oleh organisasi adalah dengan cara
bagaimana lewat proses akuntansi agar laba dapat ditampilkan lebih rendah. Hal
ini yang seringkali disebut dengan political cost hyphoyesis (Watts dan
Zimmerman: 1986).
Berbagai
macam pola yang dilakukan dalam rangka ‘creative accounting’ menurut Scott
sebagai berikut:
1. Taking
Bath, atau disebut juga ‘big bath’. Pola ini dapat terjadi selama ada tekanan
organisasional pada saat pergantian manajemen baru yaitu dengan mengakui adanya
kegagalan atau defisit dikarenakan manajemen lama dan manajemen baru ingin
menghindari kegagalan tersebut. Teknik ini juga dapat mengakui adanya
biaya-biaya pada periode mendatang dan kerugian periode berjalan ketika keadaan
buruk yang tidak menguntungkan yang tidak bisa dihindari pada periode berjalan.
Konsekuensinya, manajemen melakukan pembersihan diri dengan membebankan
perkiraan-perkiraan biaya mendatang dan melakukan ‘clear the decks’. Akibatnya
laba periode berikutnya akan lebih tinggi dari seharusnya.
2. Income
minimization. Cara ini mirip dengan ‘taking bath’ tetapi kurang ekstrem. Pola
ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud
agar tidak mendapatkan perhatian oleh pihak-pihak yang berkepentingan (aspek
political-cost). Kebijakan yang diambil dapat berupa write-off atas barang
modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan biaya iklan, biaya riset dan
pengembangan, metode successfull-efforts untuk perusahaan minyak bumi dan sebagainya.
Penghapusan tersebut dilakukan bila dengan teknik yang lain masih menunjukkan
hasil operasi yang kelihatan masih menarik minat pihak-pihak yang
berkepentingan. Tujuan dari penghapusan ini adalah untuk mencapai suatu tingkat
return on assets yang dikehendaki.
3. Income
maximization. Maksimalisasi laba dimaksudkan untuk memperoleh bonus yang lebih
besar, dimana laba yang dilaporkan tetap dibawah batas atas yang ditetapkan.
4. Income
smoothing. Perataan laba merupakan cara yang paling populer dan sering dilakukan.
Perusahaan-perusahaan melakukannya untuk mengurangi volatilitas laba bersih.
Perusahaan mungkin juga meratakan laba bersihnya untuk pelaporan eksternal
dengan maksud sebagai penyampaian informasi internal perusahaan kepada pasar
dalam meramalkan pertumbuhan laba jangka panjang perusahaan.
5. Timing
revenue and expense recognition. Teknik ini dapat dilakukan dengan membuat
kebijakan tertentu berkenaan dengan saat atau timing suatu transaksi seperti
adanya pengakuan yang prematus atas penjualan.
2.1.4. Cara Mendeteksi Dan Mencegah
Creative Accounting.
Creative accounting
memiliki dampak yang kurang baik untuk penusahaan baik itu pemilik perusahaan
tersebut maupun investor yang ingin menanamkan modalnya ke perusahaan tersebut.
Ada beberapa metode dan carayang bisa untuk mengetahui adanya creative
accounting dan cara mencegahnya.
Fraudulent financial
reporting di suatu perusahaan merupakan hal yang akan berpengaruh besar
terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya atas informasi dalam laporan
keuangan (financial statement) tersebut. Oleh karena itu akuntan
publik harus bisa menccegah dan mendeteksi lebih dini agar tidak terjadi fraud.
Untuk mengetahui adanya fraud, biasanya ditunjukkan oleh timbulnya gejala-gejala
(symptoms) berupa red flag (fraud indicators), misalnya perilaku tidak etis
manajemen.Red flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan
(fraud) yang terjadi.
Hasil penelitian Wilopo
(2006) membuktikan serta mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa perilaku
tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi dapat diturunkan
dengan meningkatkan kefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan
akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi. Hasil
penelitian Wilopo tersebut juga menunjukkan bahwa dalam upaya
menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan
akuntansi memerlukan usaha yang menyeluruh, tidak secara partial. Menurut
Wilopo, upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan
kecurangan akuntansi, antara lain :
1. Mengefektifkan
pengendalian internal, termasuk penegakan hukum.
2. Perbaikan
sistem pengawasan dan pengendalian.
3. Pelaksanaan
good governance.
4. Memperbaiki moral dari pengelola perusahaan,
yang diwujudkan dengan mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara
dan masyarakat.
The National Commission On Fraudulent
Financial Reporting (The Treadway Commission) merekomendasikan 4 (empat)
tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraudulent financial
reporting, yaitu :
1. Membentuk lingkungan organisasi yang
memberikan kontribusi terhadap integritas proses pelaporan keuangan(financial
reporting).
2. Mengidentifikasi dan memahami faktor- faktor
yang mengarah ke fraudulent financial reporting.
3. Menilai resiko fraudulent financial
reporting di dalam perusahaan.
4. Mendisain dan mengimplementasikan internal
control yang memadai untuk financial reporting.
4. Perekayasaan Laporan Laba Rugi
(Creative with the Income Statement).
5. Timbul
masalah atas pelaporan Arus Kas (Problems with Cash-flow Reporting).
2.2.
Earning Management
Earning managementmerupakan tindakan manajer
untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit
dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan)
profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.Jika Sugiri memberikan
definisi earning management secara teknis, maka Surifah memberikan pendapatnya
mengenai dampak earning management terhadap kredibilitas laporan keuangan.
Menurut Surifah earning management dapat mengurangi kredibilitas laporan
keuangan apabila digunakan untuk pengambilan keputusan, karena earning
management merupakan suatu bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang menjadi
sasaran komunikasi antara manajer dan pihak eksternal perusahaan.Konsep earning
management menurut Salno dan Baridwanmenggunakan pendekatan teori keagenan
(agency theory) yang menyatakan bahwa ”praktek earning management dipengaruhi
oleh konflik antara kepentingan manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang
timbul karena setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan
tingkat kemakmuran yang dikehendakinya”. Agency theory memiliki asumsi bahwa
masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara principal dan agent.Pihak principal termotivasi mengadakan
kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu
meningkat. Agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi
dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak
kompensasi. Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena principal
tidak dapat memonitor aktivitas manajemen sehari-hari untuk memastikan bahwa
manajemen bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham (pemilik).
Beberapa motivasi yang mendorong manajemen melakukan earning management, antara lain sebagai berikut :
1. Motivasi bonus, yaitu manajer
akan berusaha mengatur laba bersih agar dapat memaksimalkan bonusnya.
2. Motivasi kontrak, berkaitan
dengan utang jangka panjang, yaitu manajer
menaikkan laba bersih untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami
technical default.
3.
Motivasi politik, aspek politis ini tidak dapat dilepaskan dari
perusahaan, khususnya perusahaan besar dan industri strategis karena
aktivitasnya melibatkan hajat hidup orang banyak.
4. Motivasi pajak, pajak merupakan
salah satu alasan utama perusahaan mengurangi laba bersih yang dilaporkan.
5. Pergantian CEO (Chief Executive
Officer), banyak motivasi yang timbul berkaitan dengan CEO, seperti CEO yang
mendekati masa pensiun akan meningkatkan bonusnya, CEO yang kurang berhasil
memperbaiki kinerjanya untuk menghindari pemecatannya, CEO baru untuk
menunjukkan kesalahan dari CEO sebelumnya.
6. Penawaran saham perdana (IPO),
manajer perusahaan yang going public melakukan earning management untuk
memperoleh harga yang lebih tinggi atas sahamnya dengan harapan mendapatkan
respon pasar yang positif terhadap peramalan laba sebagai sinyal dari nilai
perusahaan.
7. Motivasi pasar modal, misalnya untuk
mengungkapkan informasi privat yang dimiliki perusahaan kepada investor dan
kreditor.
2.2.1. Kelemahan Earning Management
Disamping
teori dan bukti yang bertanggung jawab untuk manajemen laba, maka terdapat juga
bukti mengenai manajemen laba yang buruk. Untuk perspektif yang berkontrasksi,
maka hal ini bisa dihasilkan dari prilaku manajer yang oportunistik.
Tendensi dari manajer untuk menggunakan manajemen laba untuk memaksimalkan
perolehan bonus dari mereka, seperti yang didokumentasikan oleh Healey yang
bisa diitenpretasikan dalam cara ini sebagai contohnya.
Seperti
telah disebutkan sebelumnya, maka motivasi lain untuk manajemen laba yang buruk
akan muncul ketika manajer berkeinginan untuk meningkatkan capital share
yang baru dan ingin memaksimalkan proses dari isu baru. Sejumlah accrual
rahasia bisa dipergunakan untuk meningkatkan net income yang dilaporkan
dalam jangka pendek, seperti mempercepat pengenalan dari keuntungan,
memperpanjang kemanfaatan dari asset capital, menyusutkan cost restorasi dan
lingkungan dan sebagainya.
2.2.2. Pengukuran Earning
Management
Manajemen
laba dapat diukur dengan model DA. Model ini menjelaskan bahwa manajer memiliki
diskresi untuk menggunakan akuntansi akrual sebagai alat pengelolaan laba
(Jones 1991). Model Jones mengasumsikan bahwa perubahan pendapatan dan aktiva
tetap bruto merupakan akrual yang ditimbulkan dari transaksi ekonomi perusahaan
dan bersifat tidak dapat dikelola (unmanaged); dalam hal ini, perubahan
pendapatan dan aktiva tetap bruto mencerminkan perubahan modal kerja dan biaya
penyusutan. Model Jones meregresikan total accruals sebagai fungsi dari
perubahan pendapatan dan aktiva tetap. Koefisien regresi ini digunakan untuk
mengestimasi NDA.Residual regresi dianggap sebagai DA. Dengan asumsi bahwa
perubahan penjualan kredit merupakan peluang manajemen laba, Dechow et al.memodifikasi model Jones, dengan membuat penyesuaian bahwa
perubahan pendapatan harus dikurangi perubahan piutang. Penyesuaian ini untuk
mengendalikan kebijakan penjualan kredit. Model Jones modifikasian ini
diformulasikan sebagai berikut
DAit/Ait-1 = TAit/Ait-1
– [(50 (1/Ait-l ) + (M [(AREVit – ARECit)/Ait-l[
+ (32 (PPEit / Ait-1)]
DAit = discretionary accruals
perusahaan i pada tahun t,
Ait-1 = total aktiva perusahaan
i pada tahun t-1,
TAi t = total akrual perusahaan
i pada tahun t,
AREVit = perubahan pendapatan
perusahaan i dalam tahun t,
ARECit = perubahan piutang
usaha perusahaan i dalam tahun t, dan
PPEit = aktiva tetap bruto
perusahaan i pada tahun t.
Model Jones modifikasian
merupakan model terbaik dalam pendeteksian manajemen laba.
2.2.3. Baik Buruknya Earning
Management
Semakin lengkap
pengungkapan laporan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan akan semakin
menurunkan tingkat penyelewengan dalam menyampaikan informasi keuangan
perusahaan. Dan ini bisa menyebabkan turunnya resiko yang terjadi karena adanya
asimetri informasi. Oleh karena itu jika suatu perusahaan melakukan creative
accounting dengan cara ilegal dan terbukti bersalah bisa dikatakan telah melakukan skandal akuntansi.
Pandangan tentang baik
atau buruknya manajemen laba masih menjadi perdebatan dan persoalan yang
rumit.Menilai baik atau buruknya manajemen laba tergantung pada teknik yang
digunakan dalam melakukan manajemen laba serta motivasi dan tujuan dilakukannya
manajemen laba tersebut.
Manajemen laba,
akhir-akhir ini merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi di sejumlah
perusahaan.Praktik yang dilakukan untuk mempengaruhi angka laba dapat terjadi
secara legal maupun tidak legal. Praktik legal dalam manajemen laba berarti
usaha untuk mempengaruhi angka laba tidak bertentangan dengan aturan pelaporan
keuangan dalam Prinsip-Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU), khususnya dalam
Standar Akuntansi, yaitu dengan cara memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi
akuntansi, melakukan perubahan metode akuntansi, dan menggeser periode
pendapatan atau biaya. Adapun manajemen laba yang dilakukan secara illegal
(disebut juga dengan financial fraud), dilakukan dengan cara-cara yang tidak
diperbolehkan oleh Pedoman Akuntansi Berterima Umum (PABU), yaitu dengan cara
melaporkan transaksi-transaksi pendapatan atau biaya secara fiktif dengan cara
menambah atau mengurangi nilai transaksi, atau mungkin dengan tidak melaporkan
sejumlah transaksi, sehingga akan menghasilkan laba pada tingkat tertentu yang
dikehendaki. manajemen laba merupakan
suatu realitas akuntansi akrual yang enggan diterima oleh pemakai.
Meskipun penting untuk diketahui bahwa manajemen laba tidak dilakukan sejauh
yang telah dipublikasikan pers keuangan, tidak diragukan bahwa manajemen laba
merusak kredibilitas informasi akuntansi.manajemen laba mempunyai dampak pada
kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan keputusan. Perusahaan yang
menggunakan kebijakan akuntansi agresif (positive discretionary accruals)
mempunyai biaya modal lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang
menerapkan kebijakan akuntansi konservatif (negative discretionary accruals).
Manajemen laba dapat
sinkron dengan kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan keputusan tetapi
dapat juga tidak.Oleh sebab itu, diperlukan berbagai alternatif solusi atas
masalah yang timbul akibat manajemen laba yang dapat tidak sesuai dengan
kebermanfaatan laba dalam pengambilan keputusan, dan solusi tersebut tidak
menimbulkan masalah baru. Manajemen laba dapat menambah bias dalam laporan
keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka
laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.
Manajemen laba
merupakan suatu hal yang kontroversial bagi dunia bisnis dan dunia
akuntansi.Persoalan dalam praktik manajemen laba dimulai ketika manajemen laba
tersebut membawa pengaruh negatif dan cenderung menyesatkan informasi dalam
pelaporan keuangannya.Hal tersebut menyebabkan adanya suatu pelanggaran
terhadap kepercayaan masyarakat mengenai kinerja keuangan suatu perusahaan yang
melakukan pelaporan. Manajemen bagi manajer suatu perusahaan memungkinkan dapat
memicu terjadinya bahaya moral karena manajemen mempunyai informasi asimetri
yang bersifat “lebih” didalam lingkup internal perusahaan sehingga membuat
manajemen memiliki banyak kesempatan dalam mengelola informasi juga manajer
bisa dengan leluasa memilih metode yang dapat disesuaikan dengan kebijakan yang
lebih menguntungkan manajerial bahkan selain itu dapat juga cenderung mendorong
kearah ilegal. Dapat disimpulkan bahwa praktik manajemen laba merupakan hal
yang melanggar etika bisnis dalam jajaran manajemen. Dari sisi akuntan
kepentingan publik adalah tujuan utama sehingga dapat disimpulkan bahwa praktik
manajemen laba merupakan sesuatu yang melanggar etika bagi akuntan karena
akuntan tidak hanya semata-mata ahli dan mampu dalam memberikan pendapat dan
solusi kebijakan yang berlandaskan Prinsip Akuntansi Berterima Umum kepada
manajemen akan tetapi harus tetap memegang teguh melindungi kepentingan publik.
Praktik manajemen laba
diperbolehkan sepanjang dilakukan secara legal dan tidak bertentangan dengan
aturan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), yaitu dengan cara memanfaatkan peluang
untuk membuat estimasi akuntansi, melakukan perubahan metode akuntansi, dan
menggeser periode pendapatan atau biaya. Namun hal ini banyak menuai
kontroversi dan mengundang berbagai pendapat dari berbagai kalangan (akuntan
publik, akuntan pendidik, penasihat investasi, akuntan manajemen, analis
kredit) terkait dengan etika profesi akuntansi serta moral diperbolehkannya
manajemen laba atau tidak terhadap manajemen laba.
Banyak pihak
berpendapat bahwa sepanjang manajemen laba dilakukan tanpa melanggar standar
akuntansi keuangan, praktik manajemen laba adalah sah.Manajemen perusahaan dan
akuntan tidak dapat disalahkan, karena manajemen laba dengan cara tersebut
bukan perbuatan curang. Manajemen laba akan berubah menjadi perbuatan curang
jika ada kesengajaan manajer atau akuntan melanggar standar akuntansi, misalnya
dalam bentuk manipulasi data, perhitungan dan pelaporan. Manajemen laba melalui
manajemen akrual pada dasarnya akan hanya mempengaruhi angka laba di atas
kertas dengan memanfaatkan aturan akuntansi yang fleksibel. Praktik manajemen laba
hanyalah upaya “mempermainkan” angka laba di atas kertas, dan tidak menimbulkan
kerugian materi bagi siapa pun.
Permainan angka laba di
atas kertas ini dilakukan oleh manajemen dengan memanfaatkan fleksibilitas
standar akuntansi yang tersedia. Hal ini dimungkinkan karena standar akuntansi
cukup memberikan peluang kepada manajer untuk mencatat fakta tertentu dengan
cara yang berbeda, serta peluang untuk menggunakan subjektivitas dalam
melakukan estimasi akuntansi. Namun, meski demikian banyak kalangan tidak
sependapat bahwa manajemen laba merupakan sesuatu yang wajar dan diperbolehkan
sepanjang tidak menyalahi aturan Standar Akuntansi Keuangan karena praktik
manajemen laba merupakan perilaku yang berimplikasi pada hilangnya kredibilitas
laporan keuangan, menambah bias informasi dalam laporan keuangan, sehingga
mengganggu pengguna laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa
tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa dan ini merupakan hal yang tidak
dapat diterima.
Disamping itu manajemen
laba juga tidak sesuai dengan karakteristik kualitas laporan keuangan dalam hal
keandalan dan netralitas.Dimana laporan keuangan itu harus andal (reliable).
Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan,
kesalahan material, dan dapat diandalkan penggunanya sebagai penyajian yang
tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau
yang secara wajar diharapkan untuk disajikan dan dalam kaitannya dengan
netralitas, dimana informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pengguna, dan
tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu, tidak boleh ada
usaha untuk menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak, sementara
hal tersebut akan merugikan pihak lain yang mempunyai kepentingan yang berlawanan.
Di sisi lain meskipun tidak ada pihak yang merasa dirugikan secara langsung
namun dari aspek hukum, praktik manajemen laba dapat mencurangi kepentingan
pihak lain dengan melakukan pilihan-pilihan akuntansi secara sistematis dan
yang terpenting adalah niat serta motivasi dari tindakan manajemen laba
didasari atas kepentingan pribadi atau golongan dalam rangka memperoleh manfaat
lebih cepat dan menunda pemberian manfaat bagi yang lain.
Praktek
manajemen laba dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak stakeholder dan juga
bisa menurunkan kualitas dari informasi akuntansi yang disampaikan dalam
laporan keuangan karena tidak menyampaikan informasi yang sebenarnya.
2.3. Financial Number Game
Financial Numbers Game jika diterjemahkan secara bebas ke Bahasa
Indonesia, berarti Permainan Angka-Angka Keuangan. Kata-kata ini pertama kali
muncul pada waktu ketua Securities Exchange Commissions (SEC), Arthur Levitt,
pada saat memberikan ceramah di New York University Center untuk law and
business pada tanggal 28 september 1999.
Permainan angka-angka laporan keuangan atau Financial Numbers Game,
menurut Charles W. Mulfrod & Eugene E. Comiskey dalam bukunya The Financial
Numbers Game: Detecting Creative Accounting Practices (2002: 16), penggunaan
praktik-praktik akuntansi kreatif (creative accounting practices) agar dapat
mengubah pandangan pembaca laporan keuangan atas kinerja bisnis perusahaan.
Untuk menyembunyikan laba yang turun, beberapa manajer memainkan fleksibilitas
yang ditemui di dalam prinsip-prinsip akuntansi guna mengubah laporan keuangan
mereka. Sementara itu, yang lain melangkah lebih jauh dengan melakukan fraud
(penipuan, kecurangan, atau penggelapan) dalam
pelaporan
keuangannya.
Dengan kata lain, Financial Numbers Game atau permainan angka-angka keuangan
adalah suatu usaha yang dilakukan oleh manajemen perusahaan terhadap laporan
keuangan perusahaan, agar laporan keuangan perusahaan sesuai dengan yang
diinginkan oleh manajemen perusahaan.
2.3.1 Tujuan
Financial Number Game
Permainan angka-angka keuangan mempunyai
banyak nama, namun tujuan akhirnya adalah satu, yaitu menciptakan kinerja usaha
yang mengagumkan, manajemen yang melakukan permainan angka-angka keuangan
bertujuan memperoleh keuntungan nyata. Kinerja
dan keuntungan yang ingin diperoleh yaitu berupa imbalan yang diharapkan
seperti:
1. Share-price effects
Kenaikan harga saham agar lebih tinggi untuk
mengurangi volatilitas harga saham, meningkatkan nilai perusahaan, menurunkan
biaya ekuitas, meningkatkan nilai opsi saham.
2.
Borrowing cost effects
Kenaikan pada peringkat utang dan pengurangan
biaya bunga pinjaman, atau pengunduran jatuh tempo utang dan pengurangan
pembatasan dari pihak pemberi utang.
3 . Bonus plan effects(Bonus yang dihitung
berdasarkan laba tercapai)
Salah
satu contoh yang paling terkenal, dari suatu bentuk permainan angka untuk
mencapai target internal adalah kasus MINISCRIBE ditahun 1989. Untuk mencapai
target laba yang nyaris tidak mungkin dicapai yang telah ditetapkan oleh CEO
yang terlalu bersemangat dan menuntut, para pegawai di MINISCRIBE, sebuah
perusahaan penjual disk drive, dilaporkan mengirimkan kotak kemasan disk drive
berisi batu bata guna memenuhi target penjualan pada akhir triwulan.
Penelitian
akademis juga membenarkan bahwa perhitungan bonus internal berdasarkan laba
turut mendorong munculnya manajemen laba. Misalnya saja, penelitian telah
menunjukkan bahwa manajer yang menjadi subyek rencana bonus atas dasar laba
biasanya lebih cenderung untuk menaikkan laba apabila mereka sudah berada dalam
posisi mendekati batasan bonus, dan mereka cenderung untuk menurunkan laba
apabila ada kecenderungan bahwa laba yang akan dilaporkan berada di atas bonus
maksimal.
4.
Political
cost effects
Menciptakan biaya politis yang rendah,
termasuk menghindari peraturan yang berlaku atau dari pengenaan pajak yang
tinggi.
2.3.2
Bagaimana Financial Numbers Game Dimainkan
Prinsip Akuntansi yang Bervariasi - Fleksibilitas Pelaporan Keuangan
Salah satu cara bahwa permainan angka keuangan dimainkan adalah melalui seleksi
perusahaan dari kebijakan akuntansi yang digunakannya dalam penyusunan laporan
keuangan atau dengan cara di mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang
diterapkan. Perusahaan yang terlibat hanya menggunakan fleksibilitas yang
tersedia dalam prinsip-prinsip akuntansi.
Perusahaan
dapat memilih dan menerapkan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP)
secara fleksibel. Sebagai akibatnya, perusahaan yang bergerak dalam bidang
usaha yang sama dimungkinkan menyajikan laporannya berbeda. Fleksibilitas
inilah yang dimanfaatkan manajemen untuk melakukan financial numbers game.
Beberapa contoh metode akuntansi terkait
dengan penerapan yang fleksibel di antaranya adalah:
1.
Penentuan Biaya Persediaan
Di dalam penilaian persediaan dikenal metode FIFO (first in first out),
LIFO (last in last out), dan Average.Berdasarkan suatu penelitian di AS yang
dilakukan oleh AICPA pada tahun 2000, disebutkan bahwa perusahaan bervariasi
dalam menggunakan ketiga metode tersebut.Namun demikian, FIFO lebih populer
dibanding kedua metode lainnya.Keuntungan LIFO adalah menghemat pajak dan
pengukuran pendapatan yang lebih baik.Akan tetapi, kerugiannya adalah
menurunkan pendapatan, saldo inventori yang tidak realistis di neraca, dan laba
yang tak dapat diantisipasi karena pencatatan kuantitas persediaan.
2. Pengakuan Pendapatan
Di dalam GAAP, khususnya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Nomor 23 tentang pendapatan, disebutkan bahwa pendapatan dapat timbul dari
transaksi dan peristiwa ekonomi seperti penjualan barang, penjualan jasa; dan
penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak-pihak lain yang menghasilkan bunga,
royalti dan dividen. Ketiga transaksi dan peristiwa tersebut memunculkan adanya
metode pengakuan pendapatan yang berbeda.Misalnya, pendapatan yang berasal
penjualan barang secara tunai atau pun cicilan dan penjualan jasa yang
didasarkan dari tingkat penyelesaian.
3.
Metode Penyusutan dan Amortisasi
Terdapat banyak metode penyusutan dan amortisasi antara lain straight
line method, sum-of-the-year-digit method, declining balance method, double
declining balance method, dan lain-lain.
4. Metode Penyisihan
Misalnya, metode penyisihan piutang tak
tertagih memungkinkan perusahaan melakukan penyisihan berdasarkan prosentase
tertentu atau berdasarkan umur piutang.Prosentase tersebut bisa berbeda-beda
untuk setiap perusahaan tergantung dari jenis industri dan transaksi
akuntansinya.
2.4. Respon FASB Tentang Financial Number
Game
FASB atau Financial Accounting Standards Boards adalah badan atau
lembaga non profit yang bertujuan untuk menetapkan atau membuat suatu system
prinsip akuntansi yang bisa diterima secara umum (khususnya di Amerika
Serikat). FASB sendiri terbentuk pada tahun 1973 yang menggantikan fungsi CAP
dan APB pada AICPA atau American Institute of Certified Public Accountants. Fungsi
dari FASB adalah untuk menetapkan standar akuntansi keuangan yang mengatur
penyusunan laporan keuangan oleh entitas nonpemerintah secara kredibel, akurat
dan sesuai standar penyajian laporan keuangan.
Misi FASB adalah untuk membangun dan meningkatkan standar akuntansi dan
pelaporan keuangan yang mendorong pelaporan keuangan oleh badan non-pemerintah
mampu menyediakan informasi bagi investor dan pengguna lain dari laporan
keuangan untuk pengambilan keputusan. Misi itu dicapai melalui proses yang
komprehensif dan independen dengan mendorong partisipasi yang luas dan obyektif
dari semua stakeholder, dan tunduk pada pengawasan oleh Financial Accounting
Foundation’s Board of Trustees.
FASB merupakan bagian dari struktur independen atas semua organisasi
bisnis dan profesi.Struktur tersebut meliputi Financial Accounting Foundation
(Foundation), FASB, Financial Accounting Standards Advisory Council (FASAC),
Governmental Accounting Standards Board (GASB), dan Governmental Accounting
Standards Advisory Council (GASAC).
Kerangka kerja
konseptual (conceptual framework) didefinisikan oleh FASB sebagai : “A
coherent system of interrelated objectives and fundamentals that is expected to
lead to consistent standards and that prescribes the nature, function, and
limits of financial accounting and reporting”.
Kerangka kerja
konseptual (conceptual framework) adalah suatu sistem koheren yang terdiri dari
tujuan dan konsep fundamental yang saling berhubungan, yang menjadi landasan
bagi penetapan standar yang konsisten dan penentuan sifat, fungsi, serta batas-
batas dari akuntansi keuangan dan laporan keuangan. Konsep dasar yang mendasari
penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para pemakai ekternal.
Tuiuan Conceptual Framework :
1. Penyusun
standar akuntansi keuangan dalam tugasnya
2. Penyusun laporan keuangan untuk menanggulangi
masalah akuntansi yang belum diatur dalam standar.
3. Auditor
dalam memberikan pendapat.
4. Pemakai laporan keuangan dalam menafsirkan
informasi dalam Iaporan keuangan.
Kebutuhan akan suatu
kerangka kerja konseptual adalah untuk meningkatkan pemahaman dan keyakinan
pemakai laporan keuangan atas pelaporan keuangan, dan akan menaikkan
komparabilitas antar laporan keuangan perusahaan dan agar apabila ada
masalah-masalah yang baru akan dapat dipecahkan secara cepat jika mengacu pada
kerangka teori yang telah ada.
Perkembangan Kerangka
Kerja Konseptual FASB (Financial Accounting Standard Board) telah menerbitkan
enam statement of financial accounting concept yang berhubungan dengan pelaporan
keuangan entitas bisnis, yaitu:
1.
SFAC no. 1 “objective of financial
reporting by business enterprises”, yang menyajikan tujuan dan sasaran
akuntansi.
2.
SFAC no. 2 “qualitative caracteristics
of accounting information”, yang menjelaskan karakteristik yang membuat
informasi akuntansi bermanfaat.
3.
SFAC no. 3 “element of financial
statement of business enterprises”, yang memberikan definisi dari pos-pos yang
terdapat dalam laporan keuangan seperti aktiva, kewajiban, pendapatan dan
beban.
4.
SFAC no. 5 “recognition and measurement
in financial statement of business enterprises”, yang menetapkan kriteria
pengakuan dan pengukuran fundamental serta pedoman tentang informasi.
5.
SFAC no. 6 “element of financial
statement”, yang menggantikan SFAC no. 3 dan memperluas SFAC no. 3 dengan
memasukkan organisasi-organisasi nirlaba.
6.
SFAC no. 7 “using cash flow information
and present value in accounting measurement”, yang memberikan kerangka kerja
bagi pemakaian arus kas masa depan yang diharapkan dan nilai sekarang (present value)
sebagai dasar pengukuran
FASB mengidentifikasi lingkup
informasi yang dipandang bermanfaat untuk pengambilan keputusan investasi dan
kredit sebagai berikut :
- Statemen
keuangan (financial statement).
- Catatan
atas statemen keuangan (notes of financial
statement).
- Informasi
dan pelengkap (supplementary information).
- Sarana
pelaporan keuangan lain (other means of financial
reporting).
- Informasi
lain (other information).
FASB merespon terhadap
financial number game yang marak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan, FASB
mengeluarkan beberapa standar akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan yang
dapat diterima oleh umum.Diharapkan dengan adanya standar akuntansi yang
diterbitkan oleh FASB dapat menurunkan tindakan-tindakan fraud atau
kecurangan-kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan, dengan meningkatkan
kualitas akuntansi.FASB menerbitkan standar akuntansi disebut GAAP (General
Accepted Accounting Principles). Banyak Negara-negara yang menganut standar
akuntansi yang diterbitkan oleh FASB, penggunaan standar ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas akuntansi walaupun dari hasil penelitian menunjukan bahwa
GAAP masih kurang kuat dalam menangani financial number game ataupun earning
management dibandingkan dengan IFRS yang dikeluarkan oleh IASB, banyak factor
yang membuat perkembangan standar akuntansi GAAP yang menjadi detail dan rumit
seperti sekarang ini, sehingga standar GAAP semakin lama semakin rumit karena
perkembangan transaksi dan kompleksitas bisnis yang semakin berkembang.
Kelemahan Standar Berbasis Peratutan
(Rule Based standart) yang dipakai GAAP
Beberapa kelemahan dari standar yang
berbasis aturan antara lain :
1.
Standar berbasis aturan selalu dirasa
kurang lengkap.
2.
Karena eksplesit, standar akuntasi
berbasis aturan beresiko berumur pendek karena turbulensi perubahan lingkungan
akuntansi.
3.
Terasa over-regulated atau berlebihan
oleh pengguna standar.
Beberapa
hasil analisa bahwa respon FASB tentang financial number game masih terasa
kurang kuat untuk menangani hal tersebut apabila dibandingkan dengan IFRS yang
diterbitkan oleh IASB
BAB
3
ANALISIS
Menurut analisa kami terhadap creative
accounting bahwa dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.
Praktik-praktik
creative accounting bisa berdampak positif terhadap laporan keuangan
perusahaan, karena dengan melakukan praktik tersebut perusahaan bisa
mendapatkan laba yang di inginkan.
2.
Dengan
melakukan praktik creative accounting perusahaan dapat menekan biaya pajak atas
operasional perusahaan menjadi lebih rendah, hal ini merupakan salah satu
aktivitas yang legal dalam dunia perpajakan.
3.
Creative
accounting dapat memberikan dampak positif bagi citra perusahaan yang dapat
menarik investor untuk menanamkan modal di perusahaannya, hal ini karena
penyajian laporan keuangan perusahaan tersebut dapat menarik minat investor.
4.
Tetapi
creative accounting juga dapat memberikan dampak negative bagi perusahaan yang
melakukan kegiatan tersebut, hal ini dikarenakan jika perusahaan tidak dapat
memenuhi pembagian laba sesuai dengan laporan keuangan yang disajikan untuk
para investor, maka perusahaan akan kolaps dan akan terbongkar kecurangannya.
5.
Masalah utama dalam creative accounting
adalah pada kecenderungan perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhan atau
kepentingannya sendiri. Alasannya, karena manusia cenderung memanfaatkan pengetahuan
atau informasi yang dimiliki guna mendapatkan tujuannya masing-masing.
BAB
4
SIMPULAN
3.1 Simpulan
Creative accounting
merupakan hal yang sering dilakukan oleh pihak internal diperusahaan bukan
hanya untuk memanipulasi data yang ada akan tetapi juga untuk menyelamatkan
peusahaannya. Akan tetapi, ada factor yang menyebabkan memanipulasi data
dilakukan oleh perusahaaan untuk mendapatkan respon yang positif dari beberapa
pihak dan keuntungan baik itu untuk pihak internal perusahaan maupun untuk
umum.
Dalam
melakukan kecurangan memanipulasi data ada banyak cara untuk mendeteksinya dan
mencegahnya. Hal itu, dapat dilakukan dengan mengevaluasi ulang data yang ada
dan memeriksa kembali sehingga kecurangan yang ada dapat terdeteksi dan
dicegah. Sehingga cara creative accounting tdak disalahgunakan oleh pihak-pihak
tertentu hanya untuk keuntungan pribadinya bukan untuk kelangsungan perusahaan
dan pemegang saham perusahaan.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete