Tuesday, June 5, 2018

Creative Accounting


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Akuntansi merupakan salah satu cabang ilmu yang tidak terlepas dari dunia bisnis.Dengan adanya ilmu akuntansi maka pembukuan keuangan menjadi lebih mudah dan lebih akurat.Akan tetapi, dalam kenyataannya banyak pembukuan keuangan yang tidak sesuai dengan keuangan yang ada.Hal ini terjadi karena kekeliruan dari pembuatan laporan keuangan atau adanya kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
Dalam melakukan penyusunan laporan keuangan perusahaan, seorang akuntan harus mengikuti aturan yang ada dalam pembuatan laporan keuangan, yaitu sesuai dengan aturan PSAK.Akan tetapi, dalam kenyataanya banyak perusahaan yang secara kreatif melakukan manipulasi data keuangan untuk mendapatkan respon yang baik dari beberapa kalangan. Hal ini disebut dengan akuntansi kreatif ( Creatif Accounting ). Akuntansi kreatif bukan hal yang baru dalam dunia akuntansi, karena banyak perusahaan yang melakukan hal tersebut.Akuntansi kreatif oleh beberapa kalangan dianggap hal yang tidak etis karena memanipulasi data. Akan tetapi, kreatif akuntansi dalam pandangan teori akuntansi positif, sepanjang kreatif akuntansi tidak bertentangan dengan ptinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum tidak ada masalah yag harus dipersoalkan.
Banyak faktor yang menyebabkan perusahaan menggunakan kreatif akuntansi untuk mempertahankan eksitensi perusahaan ditengah persaingan yang sangat ketat sekarang ini.Oleh karena itu diperlukan cara-cara yang kreatif dalam penghitungan keuangan dalam dunia bisnis, walaupun itu sering dianggap hal yang kurang etis. Untuk itu penulis akan membahas terkait dengan “ CREATIVE ACCOUNTING ”.
1.2. Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan creative accounting ?
2.      Apa yang dimaksud dengan earning management ?
3.      Apa yang dimaksud dengan financial number game ?
4.      Bagaimana respon FSAB tentang financial number game ?
1.3. Tujuan
1.      Mengetahui creative accounting.
2.      Mengetahui earning management.
3.      Mengetahui financial number game.
4.      Mengetahui respon FSAB tentang financial number game.
1.4. Metode
Penyusunan makalah ini menggunakan metode observasi dan kepustakaan, observasi yang dilakukan seperti studi pustaka dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan judul makalah.Dan sumber lainnya melalui informasi media komunikasi (internet) yang berhubungan dengan tema makalah.

BAB 2
URAIAN TEORITIS

2.1. Pengertian Creative Accounting
Banyak para pakar yang mengartikan creative accounting sebagai kegitan memanipulasi data keuangan di perusahaan. Tetapi, kata-kata  creative accounting terdiri dari 2 kata yaitu  “creative” yang artinya kebolehan seseorang menciptakan ide baru yang efektif, dan kata “akuntansi” itu artinya pembukuan tentang financial events yang senantiasa berusaha untuk setia kepada kondisi keuangan yang sebenarnya (faithful representation of financial events). Creative accounting menurut Amat, Blake dan Dowd adalah sebuah proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk didalamnya standar, teknik dsb.) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan. Sedangkan, Stolowy dan Breton menyebut creative accounting merupakan bagian dari “accounting manipulation” yang terdiri dari “earning management”, “income smoothing” dan “creative accounting” itu sendiri. Sehingga arti dari creative accounting yaitu akar dari sejumlah skandal akuntansi, dan banyak usulan untuk reformasi akuntansi - biasanya berpusat pada analisis diperbarui modal dan faktor produksi yang benar akan mencerminkan bagaimana nilai tambah. Akuntansi kreatif dan manajemen laba merupakan eufemisme mengacu pada praktik akuntansi yang mungkin mengikuti surat aturan praktik akuntansi standar, tapi jelas menyimpang dari semangat peraturan tersebut.

2.1.1. Tujuan Creative Accounting
Tujuan-tujuan seseorang melakukan creative accounting bermacam-macam, di antaranya adalah untuk pelarian pajak, menipu bank demi mendapatkan pinjaman baru, atau mempertahankan pinjaman yang sudah diberikan oleh bank dengan syarat-syarat tertentu, mencapai target yang ditentukan oleh analisis pasar, atau mengecoh pemegang saham untuk menciptakan kesan bahwa manajemen berhasil mencapai hasil yang cemerlang.Motivasi materialisme merupakan suatu dorongan besar manajemen dan akuntan-akuntan melakukan creative accounting.Banyak perusahaan yang terjebak masalah creative accounting mempunyai sistem “executive stock option plan” bagi eksekutif-eksekutif yang mencapai target yang ditetapkan.Secara umum, para eksekutif biasanya lebih mengenal perusahaan tempat mereka bekerja dibandingkan karyawan-karyawan di bawah mereka, sehingga para eksekutif ini dapat dengan mudah memanipulasi data-data dalam laporan keuangan (financial statement) dengan motivasi memperkaya diri mereka sendiri. Adapun klasifikasi tindakan yang meliputi kecurangan laporan keuangan adalah sebagai berikut :
1.                  Sengaja distorsi laporan keuangan sebagai alat untuk bertindak curang dengan mengecoh pemakai atau kelompoknya tentang hasil usaha perusahaan.Dalam hal ini yang menerima keuntungan langsung adalah pihak perusahaan atau pelaku kecurangan. Adapun tujuan khusus dari tindakan ini adalah :
1. Mendapatkan kredit, modal jangka panjang, atau tambahan modal investasi berdasarkan informasi keuangan yang didistorsi atau dihapus
2.  Menyembunyikan kinerja tidak baik dari perusahaan.
3. Menghapus hutang pajak.
4. Manipulasi harga saham.
5. Menyembunyikan kinerja tidak baik oleh manajemen.
2. Sengaja distorsi laporan keuangan untuk penyamaran tindakan kecurangan.dalam hal ini yang diuntungkan tetap pihak perusahaan atau pelaku kecurangan. Adapun tujuan khusus dari tindakan ini adalah:
1. Menyembunyikan penjualan fiktif atau harta milik dipalsukan.
2. Menyembunyikan pembayaran yang tidak benar.
3. Menyembunyikan tindakan penyelewangan dana atau harta.
2.1.2. Unsur – unsur Creative Accounting.
Menurut Charles W. Mulford & Eugene E. Comiskey membagi Creative Accounting menjadi beberapa unsur, yaitu:
1.      Recognizing Premature or Fictitious Revenue
Mengakui penghasilan prematur atau penghasilan fiktif itu berbeda jika ditinjau dari sudut aggressive accounting.Untuk premature revenue, pengakuannya sudah sesuai dengan GAAP. Sementara itu, untuk fictitious revenue , penghasilan dicatat tanpa adanya penjualan yang terjadi.
Bentuk dari prematur revenue bisa berupa pengakuan penjualan dilakukan pada saat barang sudah dipesan, tapi belum dikirim (goods ordered, but not shipped) atau barang sudah dikirim, tapi belum dipesan (goods shipped, but not ordered). Sementara itu, contoh penjualan fiktif adalah backdated invoice, tanggal pengiriman yang diubah, atau sengaja salah mencatat penjualan.
Cara mendeteksi penjualan prematur atau fiktif yaitu:
1. Pahami kebijakan pengakuan pendapatan, termasuk perubahannya
2. Cermati piutang usaha
3. Cermati akun-akun yang mungkin digunakan untuk meng-offset penjualan prematur atau fiktif
4. Review transaksi hubungan istimewa
5. Perhatikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan sesuai laporan.
2. Aggressive Capitalization & Extended Amortization Policies
Dalam kebijakan kapitalisasi yang agresif, perusahaan melaporkan beban atau rugi tahun berjalan sebagai aset.Akibatnya, pengakuan biaya tertunda dan laba naik.Selanjutnya, aset atau beban ditangguhkan tersebut diamortisasi selama beberapa tahun.
Cara mendeteksi kebijakan aggressive capitalitation & extended amortization policies yaitu:
1. Pahami kebijakan kapitalisasi aset dan apakah aset yang dikapitalisasi tersebut melebih nilai pasar
2. Proporsikan total biaya pengembangan software yang dikapitalisasi dan tentukan apakah proporsi tersebut wajar
3. Cermati biaya bunga yang dikapitalisasi sehubungan dengan proyek konstruksi yang sudah berakhir
4.  Cermati alasan yang mendasari pencatatan normal operating expense ke dalam asset.
3. Misreported Assets & Liailibities
Dalam banyak kasus, nilai aset overvalued dan/atau kewajiban undervalued dengan tujuan agar earning power menjadi lebih tinggi dan posisi keuangan lebih kuat. Dengan laba yang tinggi, otomatis saldo laba dan nilai ekuitas akan naik.
Beberapa akun aktiva yang potensial dilaporkan overvalued adalah piutang usaha, inventori, investasi (yang diklasifikasikan dalam trading, held to maturity, atau available for sale). Akun kewajiban yang dicatat undervalued di antaranya adalah accrued expense payable, utang usaha, utang pajak, dan contingent liability.
Cara mendeteksi misreported asset & liability yaitu:
1. Tandingkan prosentase perubahan piutang usaha dengan perubahan penghasilan untuk 4-6 triwulan terakhir
2. Pastikan bahwa pembentukan cadangan piutang tak tertagih cukup untuk menutup risiko inkolektibilitas
3. Cermati apakah persediaan yang overvalued tersebut disebabkan persediaan fiktif
4. Cermati apakah kasus overvalued inventory pernah terjadi sebelumnya
5. Cermati penurunan nilai pasar surat berharga yang held to maturity
6. Cermati trend yang terjadi untuk accrued expense payable
7. Hitung umur utang untuk 4-6 bulan terakhir
8. Review total utang pajak yang tercatat di neraca dengan beban pajak yang dicatat di laba rugi
9. Cermati kewajiban kontinjensi yang tidak dicatat di neraca
4. Getting Creative with the Income Statement
Permainan angka-angka di laporan laba rugi terjadi pada cara mempercepat atau memperlambat pengakuan pendapatan dan biaya. Dalam hal ini laba diatur untuk beberapa periode pelaporan.
Selain itu, penyajian laporan yang bisa berbentuk single step maupun step memungkinkan perusahaan memainkan angka-angka subtotal, klasifikasi akun, dan catatan laporan keuangan.Misalnya, unsur pendapatan usaha dilaporkan sebagai pendapatan di luar usaha atau sebaliknya, pengeluaran yang termasuk dalam harga pokok penjualan direklasifikasikan ke dalam kelompok akun beban operasi atau sebaliknya. Reklasifikasi demikian tentu saja akan mempengaruhi angka sub total laba kotor atau laba operasi yang nota bene sering dijadikan sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan.
Contoh lainnya yang termasuk dalam kreativitas akuntansi di laporan laba rugi terjadi dalam:
1.  Kelompok akun other expense/income yang seringkali di-netting. Perusahaan hanya melaporkan total other expense/income tanpa merinci detil dari kelompok akun tersebut.
2.  Penggunaan terminologi di dalam laporan laba rugi, seperti istilah restrukturisasi yang ternyata biaya restrukturisasinya mencakup penghapusan inventori, pembayaran pesangon dan biaya PHK, penghapusan aktiva, biaya relokasi, dan biaya penurunan nilai aktiva.
3.  Penentuan tingkat materialitas suatu transaksi. Dengan konsep materialitas ini, perusahaan dapat mengelompokkan transaksi yang sebetulnya material menjadi tidak material.
5. Problems with Cash-flow Reporting  
Seperti diuraikan sebelumnya dalam Share Price Effect, para investor tertarik dengan perusahaan yang punya earning power yang bagus dan sustainable.Dengan demikian, future cash flow-nya menjadi baik pula.Bagi para kreditur, dengan cash flow yang baik, utang piutang menjadi lancar.
Sudah menjadi hal yang umum bahwa arus kas bersih dari aktivitas operasi merupakan manifestasi operating income yang ada di laporan laba rugi.Arus kas bersih ini menjadi alat ukur utama tentang kemampuan perusahaan dalam mendapatkan sustainable cash flow.
Di dalam pelaporan arus kas menurut GAAP, arus kas terbagi menjadi arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas pembiayaan (financing) dan aktivitas investasi.Bentuk penyajian laporan arus kas sendiri terdiri dari indirect method dan direct method.Dalam indirect method, arus kas dari aktivitas operasi dihitung dari laba bersih yang disesuaikan dengan transaksi-transaksi non kas di laporan laba rugi. Sementara itu, dalam direct method arus kas dari aktivitas operasi ditampilkan berdasarkan transaksi-transaksi kas di laba rugi.
Di dalam praktiknya, arus kas dari aktivitas operasi hanya diketahui oleh segelentir pengguna laporan keuangan, tapi tidak diketahui oleh para investor maupun kreditur.Kedua stakeholder tersebut lebih fokus pada kinerja keuangan.Akibatnya, mereka cenderung menganggap bahwa laporan arus kasnya sudah benar.Pada kenyataannya, laporan arus kas, khususnya arus kas operasi, tidak terlepas juga dari creative accounting. Berikut ini adalah contohnya
1. Arus kas operasi memasukan unsur pembayaran pajak penghasilan (PPh), baik PPh Badan maupun PPh final.
2. Operasi dalam penghentian (discontinued operation) juga dimasukkan dalam aktivitas operasi, padahal di dalam laba rugi discontinued operation tersebut dikeluarkan dari laba operasi.
3. Biaya operasi yang dikapitalisasi dimasukkan sebagai arus kas dalam aktivitas investasi, padahal jika dibebankan pada tahun berjalan, masuk dalam arus kas operasi.
Untuk mendeteksi adanya creative accounting, laporan arus kas (setelah dikeluarkan unsur non recurring cash flow seperti discontinued operation) biasa menjadi alat yang efektif.Misalnya :
1. Transaksi fiktif seperti prematur revenue atau fictitious revenue tidak akan pernah muncul di laporan arus kas karena tidak melibatkan unsur kas; dan
2. Aggressive accounting dapat meningkatkan laba perusahaan, tapi arus kas dari aktivitas operasi tetap tidak berubah.
2.1.3. Penyebab Dan Pola Creative Accounting
Stolowy dan Breton menyebut “creative accounting” merupakan bagian dari “accounting manipulation” yang terdiri dari “earning management” , “income smoothing” dan “creative accounting” itu sendiri. Dalam pemahaman mengenai ‘creative accounting’ ini bukan berarti akuntan yang memanfaatkan pemahaman akuntansi tersebut, tetapi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dan kekuatan untuk menggunakan creative accounting tersebut, seperti manajer, akuntan, pemerintah, asosiasi industri dan sebagainya. Hal yang menyebabkan terjadinya creative accounting adalah karena adanya kebijakan dari perusahaan yang menyebabkan banyak pihak manjemen yang melakukan manipulasi data untuk mendapatkan keuntungan yang lebih khususnya manajer perusahaan. Manajer dalam bereaksi terhadap pelaporan keuangan menurut Watt dan Zimmerman  digolongkan menjadi tiga buah hipotesis yaitu :
1.      Bonus plan hyphotesis
Healy dalam Scott menyatakan bahwa manajer seringkali berperilaku seiring dengan bonus yang akan diberikan. Jika bonus yang diberikan tergantung pada laba yang akan dihasilkan, maka manajer akan melakukan creative accounting dengan menaikkan laba atau mengurangi laba yang akan dilaporkan. Pemilik biasanya menetapkan batas bawah laba yang paling minim agar mendapatkan bonus. Dari pola bonus ini manajer akan menaikkan labanya hingga ke atas batas minimal tadi. Tetapi jika pemilik perusahaan membuat batas atas untuk mendapatkan bonus, maka manajer akan berusaha mengurangkan laba sampai batas atas tadi dan mentransfer laba saat ini ke periode yang akan datang. Hal ini dia lakukan karena jika laba melewati batas atas tersebut manajer sudah tidak mendapatkan insentif tambahan atas upayanya memperoleh laba di atas batas yang ditetapkan oleh pemilik perusahaan. Formula bonus yang digunakan Healy didasarkan pada asumsi bahwa perusahaan terdiri atas manajer yang menghindari resiko (risk averse) sehingga manajer akan memilih discretionary accrual untuk  menurunkan earning ketika earning sebelum keputusan accrual lebih kecil dari bogey (batas bawah) atau melebihi cap (batas atas) menaikkan earning ketika earning sebelum keputusan accrual melebihi bogey tetapi tidak melebihi cap. Implikasi yang dikemukakan oleh Healy adalah bahwa manajer akan berperilaku oportunistik menghadapi intertemporal choice.


2.      Debt-covenant hyphotesis
Penelitian dalam bidang teori akuntansi positif juga menjelaskan praktek akuntansi mengenai bagaimana manajer menyikapi perjanjian hutang. Manajer dalam menyikapi adanya pelanggaran atas perjanjian hutang yang telah jatuh tempo, akan berupaya menghindarinya dengan memilih kebijakan-kebijakan akuntansi yang menguntungkan dirinya. Fields, Lys dan Vincent mengemukakan ada dua kejadian dalam pemilihan kebijakan akuntansi, yaitu pada saat diadakannya perjanjian hutang dan pada saat jatuh temponya hutang.Kontrak hutang jangka panjang (debt covenant) merupakan perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman dari tindakan-tindakan manajer terhadap kepentingan kreditur, seperti pembagian deviden yang berlebihan, atau membiarkan ekuitas berada di bawah tingkat yang telah ditentukan. Semakin cenderung suatu perusahaan untuk melanggar perjanjian hutang maka manajer akan cenderung memilih prosedur akuntansi yang dapat mentransfer laba periode mendatang ke periode berjalan karena hal tersebut dapat mengurangi resiko default. Sweeney dalam Scott menyatakan perilaku ‘memindahkan’ laba tersebut dilakukan oleh perusahaan bermasalah yang terancam kebangkrutan dan ini merupakan strategi untuk bertahan hidup.
3.      Political-cost hyphotesis.
Dalam pandangan teori agensi (agency theory), perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar melakukannya sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut.Perusahaan besar menghadapi biaya politis yang lebih besar karena merupakan entitas yang banyak disorot oleh publik secara umum.Para karyawan berkepentingan melihat kenaikan laba sebagai acuan untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui kenaikan gaji. Pemerintah melihat kenaikan laba perusahaan sebagai obyek pajak yang akan ditagihkan. Sehingga pilihan yang dihadapi oleh organisasi adalah dengan cara bagaimana lewat proses akuntansi agar laba dapat ditampilkan lebih rendah. Hal ini yang seringkali disebut dengan political cost hyphoyesis (Watts dan Zimmerman: 1986).
Berbagai macam pola yang dilakukan dalam rangka ‘creative accounting’ menurut Scott sebagai berikut:
1.      Taking Bath, atau disebut juga ‘big bath’. Pola ini dapat terjadi selama ada tekanan organisasional pada saat pergantian manajemen baru yaitu dengan mengakui adanya kegagalan atau defisit dikarenakan manajemen lama dan manajemen baru ingin menghindari kegagalan tersebut. Teknik ini juga dapat mengakui adanya biaya-biaya pada periode mendatang dan kerugian periode berjalan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan yang tidak bisa dihindari pada periode berjalan. Konsekuensinya, manajemen melakukan pembersihan diri dengan membebankan perkiraan-perkiraan biaya mendatang dan melakukan ‘clear the decks’. Akibatnya laba periode berikutnya akan lebih tinggi dari seharusnya.
2.      Income minimization. Cara ini mirip dengan ‘taking bath’ tetapi kurang ekstrem. Pola ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapatkan perhatian oleh pihak-pihak yang berkepentingan (aspek political-cost). Kebijakan yang diambil dapat berupa write-off atas barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan biaya iklan, biaya riset dan pengembangan, metode successfull-efforts untuk perusahaan minyak bumi dan sebagainya. Penghapusan tersebut dilakukan bila dengan teknik yang lain masih menunjukkan hasil operasi yang kelihatan masih menarik minat pihak-pihak yang berkepentingan. Tujuan dari penghapusan ini adalah untuk mencapai suatu tingkat return on assets yang dikehendaki.
3.      Income maximization. Maksimalisasi laba dimaksudkan untuk memperoleh bonus yang lebih besar, dimana laba yang dilaporkan tetap dibawah batas atas yang ditetapkan.
4.      Income smoothing. Perataan laba merupakan cara yang paling populer dan sering dilakukan. Perusahaan-perusahaan melakukannya untuk mengurangi volatilitas laba bersih. Perusahaan mungkin juga meratakan laba bersihnya untuk pelaporan eksternal dengan maksud sebagai penyampaian informasi internal perusahaan kepada pasar dalam meramalkan pertumbuhan laba jangka panjang perusahaan.
5.      Timing revenue and expense recognition. Teknik ini dapat dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu berkenaan dengan saat atau timing suatu transaksi seperti adanya pengakuan yang prematus atas penjualan.
2.1.4. Cara Mendeteksi Dan Mencegah Creative Accounting.
Creative accounting memiliki dampak yang kurang baik untuk penusahaan baik itu pemilik perusahaan tersebut maupun investor yang ingin menanamkan modalnya ke perusahaan tersebut. Ada beberapa metode dan carayang bisa untuk mengetahui adanya creative accounting dan cara mencegahnya.
Fraudulent financial reporting di suatu perusahaan merupakan hal yang akan berpengaruh besar terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya atas informasi dalam laporan keuangan  (financial statement) tersebut. Oleh karena  itu akuntan publik harus bisa menccegah dan mendeteksi lebih dini agar tidak terjadi fraud. Untuk mengetahui adanya fraud, biasanya ditunjukkan oleh timbulnya gejala-gejala (symptoms) berupa red flag (fraud indicators), misalnya perilaku tidak etis manajemen.Red  flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan (fraud) yang terjadi.
Hasil penelitian Wilopo (2006) membuktikan serta mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan kefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi. Hasil penelitian Wilopo tersebut juga  menunjukkan bahwa  dalam upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi memerlukan usaha yang menyeluruh, tidak secara partial. Menurut Wilopo, upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi, antara lain :
1. Mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakan hukum.
2. Perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian.
3. Pelaksanaan good governance.
4. Memperbaiki moral dari pengelola perusahaan, yang diwujudkan dengan mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan masyarakat.
The National Commission On Fraudulent Financial Reporting (The Treadway Commission) merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraudulent financial reporting, yaitu :
1. Membentuk lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi terhadap integritas proses pelaporan keuangan(financial reporting).
2. Mengidentifikasi dan memahami faktor- faktor yang mengarah ke fraudulent financial reporting.
3. Menilai resiko fraudulent financial reporting di dalam perusahaan.
4. Mendisain dan mengimplementasikan internal control yang memadai untuk financial reporting.
4. Perekayasaan Laporan Laba Rugi  (Creative with the Income Statement).
5. Timbul masalah atas pelaporan Arus Kas (Problems with Cash-flow Reporting).
2.2. Earning Management
Earning managementmerupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.Jika Sugiri memberikan definisi earning management secara teknis, maka Surifah memberikan pendapatnya mengenai dampak earning management terhadap kredibilitas laporan keuangan. Menurut Surifah earning management dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan apabila digunakan untuk pengambilan keputusan, karena earning management merupakan suatu bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang menjadi sasaran komunikasi antara manajer dan pihak eksternal perusahaan.Konsep earning management menurut Salno dan Baridwanmenggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa ”praktek earning management dipengaruhi oleh konflik antara kepentingan manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul karena setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya”. Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent.Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas manajemen sehari-hari untuk memastikan bahwa manajemen bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham (pemilik).
Beberapa motivasi yang mendorong manajemen melakukan earning management, antara lain sebagai berikut :
1. Motivasi bonus, yaitu manajer akan berusaha mengatur laba bersih agar dapat memaksimalkan bonusnya.
2. Motivasi kontrak, berkaitan dengan utang jangka panjang, yaitu manajer   menaikkan laba bersih untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami technical default.
3.  Motivasi politik, aspek politis ini tidak dapat dilepaskan dari perusahaan, khususnya perusahaan besar dan industri strategis karena aktivitasnya melibatkan hajat hidup orang banyak.
4. Motivasi pajak, pajak merupakan salah satu alasan utama perusahaan mengurangi laba bersih yang dilaporkan.
5. Pergantian CEO (Chief Executive Officer), banyak motivasi yang timbul berkaitan dengan CEO, seperti CEO yang mendekati masa pensiun akan meningkatkan bonusnya, CEO yang kurang berhasil memperbaiki kinerjanya untuk menghindari pemecatannya, CEO baru untuk menunjukkan kesalahan dari CEO sebelumnya.
6. Penawaran saham perdana (IPO), manajer perusahaan yang going public melakukan earning management untuk memperoleh harga yang lebih tinggi atas sahamnya dengan harapan mendapatkan respon pasar yang positif terhadap peramalan laba sebagai sinyal dari nilai perusahaan.
7. Motivasi pasar modal, misalnya untuk mengungkapkan informasi privat yang dimiliki perusahaan kepada investor dan kreditor.
2.2.1.   Kelemahan Earning Management
Disamping teori dan bukti yang bertanggung jawab untuk manajemen laba, maka terdapat juga bukti mengenai manajemen laba yang buruk.  Untuk perspektif yang berkontrasksi, maka hal ini bisa dihasilkan dari prilaku manajer yang oportunistik.  Tendensi dari manajer untuk menggunakan manajemen laba untuk memaksimalkan perolehan bonus dari mereka, seperti yang didokumentasikan oleh Healey yang bisa diitenpretasikan dalam cara ini sebagai contohnya.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, maka motivasi lain untuk manajemen laba yang buruk akan  muncul ketika manajer berkeinginan untuk meningkatkan capital share yang baru dan ingin memaksimalkan proses dari isu baru.  Sejumlah accrual rahasia bisa dipergunakan untuk  meningkatkan net income yang dilaporkan dalam jangka pendek, seperti mempercepat pengenalan dari keuntungan, memperpanjang kemanfaatan dari asset capital, menyusutkan cost restorasi dan lingkungan dan sebagainya. 
2.2.2. Pengukuran Earning Management
Manajemen laba dapat diukur dengan model DA. Model ini menjelaskan bahwa manajer memiliki diskresi untuk menggunakan akuntansi akrual sebagai alat pengelolaan laba (Jones 1991). Model Jones mengasumsikan bahwa perubahan pendapatan dan aktiva tetap bruto merupakan akrual yang ditimbulkan dari transaksi ekonomi perusahaan dan bersifat tidak dapat dikelola (unmanaged); dalam hal ini, perubahan pendapatan dan aktiva tetap bruto mencerminkan perubahan modal kerja dan biaya penyusutan. Model Jones meregresikan total accruals sebagai fungsi dari perubahan pendapatan dan aktiva tetap. Koefisien regresi ini digunakan untuk mengestimasi NDA.Residual regresi dianggap sebagai DA. Dengan asumsi bahwa perubahan penjualan kredit merupakan peluang manajemen laba, Dechow et al.memodifikasi model Jones, dengan membuat penyesuaian bahwa perubahan pendapatan harus dikurangi perubahan piutang. Penyesuaian ini untuk mengendalikan kebijakan penjualan kredit. Model Jones modifikasian ini diformulasikan sebagai berikut
DAit/Ait-1 = TAit/Ait-1 – [(50 (1/Ait-l ) + (M [(AREVit – ARECit)/Ait-l[ + (32 (PPEit / Ait-1)]
DAit = discretionary accruals perusahaan i pada tahun t,
Ait-1 = total aktiva perusahaan i pada tahun t-1,
TAi t = total akrual perusahaan i pada tahun t,
AREVit = perubahan pendapatan perusahaan i dalam tahun t,
ARECit = perubahan piutang usaha perusahaan i dalam tahun t, dan
PPEit = aktiva tetap bruto perusahaan i pada tahun t.
Model Jones modifikasian merupakan model terbaik dalam pendeteksian manajemen laba.
2.2.3. Baik Buruknya Earning Management
Semakin lengkap pengungkapan laporan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan akan semakin menurunkan tingkat penyelewengan dalam menyampaikan informasi keuangan perusahaan. Dan ini bisa menyebabkan turunnya resiko yang terjadi karena adanya asimetri informasi. Oleh karena itu jika suatu perusahaan melakukan creative accounting dengan cara ilegal dan terbukti bersalah bisa dikatakan telah  melakukan skandal akuntansi.
Pandangan tentang baik atau buruknya manajemen laba masih menjadi perdebatan dan persoalan yang rumit.Menilai baik atau buruknya manajemen laba tergantung pada teknik yang digunakan dalam melakukan manajemen laba serta motivasi dan tujuan dilakukannya manajemen laba tersebut.
Manajemen laba, akhir-akhir ini merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi di sejumlah perusahaan.Praktik yang dilakukan untuk mempengaruhi angka laba dapat terjadi secara legal maupun tidak legal. Praktik legal dalam manajemen laba berarti usaha untuk mempengaruhi angka laba tidak bertentangan dengan aturan pelaporan keuangan dalam Prinsip-Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU), khususnya dalam Standar Akuntansi, yaitu dengan cara memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, melakukan perubahan metode akuntansi, dan menggeser periode pendapatan atau biaya. Adapun manajemen laba yang dilakukan secara illegal (disebut juga dengan financial fraud), dilakukan dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan oleh Pedoman Akuntansi Berterima Umum (PABU), yaitu dengan cara melaporkan transaksi-transaksi pendapatan atau biaya secara fiktif dengan cara menambah atau mengurangi nilai transaksi, atau mungkin dengan tidak melaporkan sejumlah transaksi, sehingga akan menghasilkan laba pada tingkat tertentu yang dikehendaki. manajemen laba merupakan  suatu realitas akuntansi akrual yang enggan diterima oleh pemakai. Meskipun penting untuk diketahui bahwa manajemen laba tidak dilakukan sejauh yang telah dipublikasikan pers keuangan, tidak diragukan bahwa manajemen laba merusak kredibilitas informasi akuntansi.manajemen laba mempunyai dampak pada kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan keputusan. Perusahaan yang menggunakan kebijakan akuntansi agresif (positive discretionary accruals) mempunyai biaya modal lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang menerapkan kebijakan akuntansi konservatif (negative discretionary accruals).
Manajemen laba dapat sinkron dengan kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan keputusan tetapi dapat juga tidak.Oleh sebab itu, diperlukan berbagai alternatif solusi atas masalah yang timbul akibat manajemen laba yang dapat tidak sesuai dengan kebermanfaatan laba dalam pengambilan keputusan, dan solusi tersebut tidak menimbulkan masalah baru. Manajemen laba dapat menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.
Manajemen laba merupakan suatu hal yang kontroversial bagi dunia bisnis dan dunia akuntansi.Persoalan dalam praktik manajemen laba dimulai ketika manajemen laba tersebut membawa pengaruh negatif dan cenderung menyesatkan informasi dalam pelaporan keuangannya.Hal tersebut menyebabkan adanya suatu pelanggaran terhadap kepercayaan masyarakat mengenai kinerja keuangan suatu perusahaan yang melakukan pelaporan. Manajemen bagi manajer suatu perusahaan memungkinkan dapat memicu terjadinya bahaya moral karena manajemen mempunyai informasi asimetri yang bersifat “lebih” didalam lingkup internal perusahaan sehingga membuat manajemen memiliki banyak kesempatan dalam mengelola informasi juga manajer bisa dengan leluasa memilih metode yang dapat disesuaikan dengan kebijakan yang lebih menguntungkan manajerial bahkan selain itu dapat juga cenderung mendorong kearah ilegal. Dapat disimpulkan bahwa praktik manajemen laba merupakan hal yang melanggar etika bisnis dalam jajaran manajemen. Dari sisi akuntan kepentingan publik adalah tujuan utama sehingga dapat disimpulkan bahwa praktik manajemen laba merupakan sesuatu yang melanggar etika bagi akuntan karena akuntan tidak hanya semata-mata ahli dan mampu dalam memberikan pendapat dan solusi kebijakan yang berlandaskan Prinsip Akuntansi Berterima Umum kepada manajemen akan tetapi harus tetap memegang teguh melindungi kepentingan publik.
Praktik manajemen laba diperbolehkan sepanjang dilakukan secara legal dan tidak bertentangan dengan aturan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), yaitu dengan cara memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, melakukan perubahan metode akuntansi, dan menggeser periode pendapatan atau biaya. Namun hal ini banyak menuai kontroversi dan mengundang berbagai pendapat dari berbagai kalangan (akuntan publik, akuntan pendidik, penasihat investasi, akuntan manajemen, analis kredit) terkait dengan etika profesi akuntansi serta moral diperbolehkannya manajemen laba atau tidak terhadap manajemen laba.
Banyak pihak berpendapat bahwa sepanjang manajemen laba dilakukan tanpa melanggar standar akuntansi keuangan, praktik manajemen laba adalah sah.Manajemen perusahaan dan akuntan tidak dapat disalahkan, karena manajemen laba dengan cara tersebut bukan perbuatan curang. Manajemen laba akan berubah menjadi perbuatan curang jika ada kesengajaan manajer atau akuntan melanggar standar akuntansi, misalnya dalam bentuk manipulasi data, perhitungan dan pelaporan. Manajemen laba melalui manajemen akrual pada dasarnya akan hanya mempengaruhi angka laba di atas kertas dengan memanfaatkan aturan akuntansi yang fleksibel. Praktik manajemen laba hanyalah upaya “mempermainkan” angka laba di atas kertas, dan tidak menimbulkan kerugian materi bagi siapa pun.
Permainan angka laba di atas kertas ini dilakukan oleh manajemen dengan memanfaatkan fleksibilitas standar akuntansi yang tersedia. Hal ini dimungkinkan karena standar akuntansi cukup memberikan peluang kepada manajer untuk mencatat fakta tertentu dengan cara yang berbeda, serta peluang untuk menggunakan subjektivitas dalam melakukan estimasi akuntansi. Namun, meski demikian banyak kalangan tidak sependapat bahwa manajemen laba merupakan sesuatu yang wajar dan diperbolehkan sepanjang tidak menyalahi aturan Standar Akuntansi Keuangan karena praktik manajemen laba merupakan perilaku yang berimplikasi pada hilangnya kredibilitas laporan keuangan, menambah bias informasi dalam laporan keuangan, sehingga mengganggu pengguna laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa dan ini merupakan hal yang tidak dapat diterima.
Disamping itu manajemen laba juga tidak sesuai dengan karakteristik kualitas laporan keuangan dalam hal keandalan dan netralitas.Dimana laporan keuangan itu harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan penggunanya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan untuk disajikan dan dalam kaitannya dengan netralitas, dimana informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pengguna, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu, tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain yang mempunyai kepentingan yang berlawanan. Di sisi lain meskipun tidak ada pihak yang merasa dirugikan secara langsung namun dari aspek hukum, praktik manajemen laba dapat mencurangi kepentingan pihak lain dengan melakukan pilihan-pilihan akuntansi secara sistematis dan yang terpenting adalah niat serta motivasi dari tindakan manajemen laba didasari atas kepentingan pribadi atau golongan dalam rangka memperoleh manfaat lebih cepat dan menunda pemberian manfaat bagi yang lain.
Praktek manajemen laba dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak stakeholder dan juga bisa menurunkan kualitas dari informasi akuntansi yang disampaikan dalam laporan keuangan karena tidak menyampaikan informasi yang sebenarnya.



2.3. Financial Number Game
Financial Numbers Game jika diterjemahkan secara bebas ke Bahasa Indonesia, berarti Permainan Angka-Angka Keuangan. Kata-kata ini pertama kali muncul pada waktu ketua Securities Exchange Commissions (SEC), Arthur Levitt, pada saat memberikan ceramah di New York University Center untuk law and business pada tanggal 28 september 1999.
Permainan angka-angka laporan keuangan atau Financial Numbers Game, menurut Charles W. Mulfrod & Eugene E. Comiskey dalam bukunya The Financial Numbers Game: Detecting Creative Accounting Practices (2002: 16), penggunaan praktik-praktik akuntansi kreatif (creative accounting practices) agar dapat mengubah pandangan pembaca laporan keuangan atas kinerja bisnis perusahaan. Untuk menyembunyikan laba yang turun, beberapa manajer memainkan fleksibilitas yang ditemui di dalam prinsip-prinsip akuntansi guna mengubah laporan keuangan mereka. Sementara itu, yang lain melangkah lebih jauh dengan melakukan fraud (penipuan, kecurangan, atau penggelapan) dalam
pelaporan keuangannya.
Dengan kata lain, Financial Numbers Game atau permainan angka-angka keuangan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh manajemen perusahaan terhadap laporan keuangan perusahaan, agar laporan keuangan perusahaan sesuai dengan yang diinginkan oleh manajemen perusahaan.
2.3.1 Tujuan Financial Number Game
Permainan angka-angka keuangan mempunyai banyak nama, namun tujuan akhirnya adalah satu, yaitu menciptakan kinerja usaha yang mengagumkan, manajemen yang melakukan permainan angka-angka keuangan bertujuan memperoleh keuntungan nyata. Kinerja  dan keuntungan yang ingin diperoleh yaitu berupa imbalan yang diharapkan seperti:
1. Share-price effects
Kenaikan harga saham agar lebih tinggi untuk mengurangi volatilitas harga saham, meningkatkan nilai perusahaan, menurunkan biaya ekuitas, meningkatkan nilai opsi saham.
2. Borrowing cost effects
Kenaikan pada peringkat utang dan pengurangan biaya bunga pinjaman, atau pengunduran jatuh tempo utang dan pengurangan pembatasan dari pihak pemberi utang.
3 . Bonus plan effects(Bonus yang dihitung berdasarkan laba tercapai)
Salah satu contoh yang paling terkenal, dari suatu bentuk permainan angka untuk mencapai target internal adalah kasus MINISCRIBE ditahun 1989. Untuk mencapai target laba yang nyaris tidak mungkin dicapai yang telah ditetapkan oleh CEO yang terlalu bersemangat dan menuntut, para pegawai di MINISCRIBE, sebuah perusahaan penjual disk drive, dilaporkan mengirimkan kotak kemasan disk drive berisi batu bata guna memenuhi target penjualan pada akhir triwulan.
Penelitian akademis juga membenarkan bahwa perhitungan bonus internal berdasarkan laba turut mendorong munculnya manajemen laba. Misalnya saja, penelitian telah menunjukkan bahwa manajer yang menjadi subyek rencana bonus atas dasar laba biasanya lebih cenderung untuk menaikkan laba apabila mereka sudah berada dalam posisi mendekati batasan bonus, dan mereka cenderung untuk menurunkan laba apabila ada kecenderungan bahwa laba yang akan dilaporkan berada di atas bonus maksimal.
4.         Political cost effects
Menciptakan biaya politis yang rendah, termasuk menghindari peraturan yang berlaku atau dari pengenaan pajak yang tinggi.
2.3.2 Bagaimana Financial Numbers Game Dimainkan
Prinsip Akuntansi yang Bervariasi - Fleksibilitas Pelaporan Keuangan Salah satu cara bahwa permainan angka keuangan dimainkan adalah melalui seleksi perusahaan dari kebijakan akuntansi yang digunakannya dalam penyusunan laporan keuangan atau dengan cara di mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan. Perusahaan yang terlibat hanya menggunakan fleksibilitas yang tersedia dalam prinsip-prinsip akuntansi.
Perusahaan dapat memilih dan menerapkan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) secara fleksibel. Sebagai akibatnya, perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha yang sama dimungkinkan menyajikan laporannya berbeda. Fleksibilitas inilah yang dimanfaatkan manajemen untuk melakukan financial numbers game.
Beberapa contoh metode akuntansi terkait dengan penerapan yang fleksibel di antaranya adalah:
1. Penentuan Biaya Persediaan
Di dalam penilaian persediaan dikenal metode FIFO (first in first out), LIFO (last in last out), dan Average.Berdasarkan suatu penelitian di AS yang dilakukan oleh AICPA pada tahun 2000, disebutkan bahwa perusahaan bervariasi dalam menggunakan ketiga metode tersebut.Namun demikian, FIFO lebih populer dibanding kedua metode lainnya.Keuntungan LIFO adalah menghemat pajak dan pengukuran pendapatan yang lebih baik.Akan tetapi, kerugiannya adalah menurunkan pendapatan, saldo inventori yang tidak realistis di neraca, dan laba yang tak dapat diantisipasi karena pencatatan kuantitas persediaan.
2.  Pengakuan Pendapatan
Di dalam GAAP, khususnya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 23 tentang pendapatan, disebutkan bahwa pendapatan dapat timbul dari transaksi dan peristiwa ekonomi seperti penjualan barang, penjualan jasa; dan penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak-pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti dan dividen. Ketiga transaksi dan peristiwa tersebut memunculkan adanya metode pengakuan pendapatan yang berbeda.Misalnya, pendapatan yang berasal penjualan barang secara tunai atau pun cicilan dan penjualan jasa yang didasarkan dari tingkat penyelesaian.
3. Metode Penyusutan dan Amortisasi
Terdapat banyak metode penyusutan dan amortisasi antara lain straight line method, sum-of-the-year-digit method, declining balance method, double declining balance method, dan lain-lain.
4.  Metode Penyisihan
Misalnya, metode penyisihan piutang tak tertagih memungkinkan perusahaan melakukan penyisihan berdasarkan prosentase tertentu atau berdasarkan umur piutang.Prosentase tersebut bisa berbeda-beda untuk setiap perusahaan tergantung dari jenis industri dan transaksi akuntansinya.

2.4. Respon FASB Tentang Financial Number Game
FASB atau Financial Accounting Standards Boards adalah badan atau lembaga non profit yang bertujuan untuk menetapkan atau membuat suatu system prinsip akuntansi yang bisa diterima secara umum (khususnya di Amerika Serikat). FASB sendiri terbentuk pada tahun 1973 yang menggantikan fungsi CAP dan APB pada AICPA atau American Institute of Certified Public Accountants. Fungsi dari FASB adalah untuk menetapkan standar akuntansi keuangan yang mengatur penyusunan laporan keuangan oleh entitas nonpemerintah secara kredibel, akurat dan sesuai standar penyajian laporan keuangan.
Misi FASB adalah untuk membangun dan meningkatkan standar akuntansi dan pelaporan keuangan yang mendorong pelaporan keuangan oleh badan non-pemerintah mampu menyediakan informasi bagi investor dan pengguna lain dari laporan keuangan untuk pengambilan keputusan. Misi itu dicapai melalui proses yang komprehensif dan independen dengan mendorong partisipasi yang luas dan obyektif dari semua stakeholder, dan tunduk pada pengawasan oleh Financial Accounting Foundation’s Board of Trustees.
FASB merupakan bagian dari struktur independen atas semua organisasi bisnis dan profesi.Struktur tersebut meliputi Financial Accounting Foundation (Foundation), FASB, Financial Accounting Standards Advisory Council (FASAC), Governmental Accounting Standards Board (GASB), dan Governmental Accounting Standards Advisory Council (GASAC).
Kerangka kerja konseptual (conceptual framework) didefinisikan oleh  FASB sebagai : “A coherent system of interrelated objectives and fundamentals that is expected to lead to consistent standards and that prescribes the nature, function, and limits of financial accounting and reporting”.
Kerangka kerja konseptual (conceptual framework) adalah suatu sistem koheren yang terdiri dari tujuan dan konsep fundamental yang saling berhubungan, yang menjadi landasan bagi penetapan standar yang konsisten dan penentuan sifat, fungsi, serta batas- batas dari akuntansi keuangan dan laporan keuangan. Konsep dasar yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para pemakai ekternal.
Tuiuan Conceptual Framework :
1.  Penyusun standar akuntansi keuangan dalam tugasnya
2. Penyusun laporan keuangan untuk menanggulangi masalah akuntansi yang belum diatur dalam standar.
3.  Auditor dalam memberikan pendapat.
4. Pemakai laporan keuangan dalam menafsirkan informasi dalam Iaporan keuangan.
Kebutuhan akan suatu kerangka kerja konseptual adalah untuk meningkatkan pemahaman dan keyakinan pemakai laporan keuangan atas pelaporan keuangan, dan akan menaikkan komparabilitas antar laporan keuangan perusahaan dan agar apabila ada masalah-masalah yang baru akan dapat dipecahkan secara cepat jika mengacu pada kerangka teori yang telah ada.
Perkembangan Kerangka Kerja Konseptual FASB (Financial Accounting Standard Board) telah menerbitkan enam statement of financial accounting concept yang berhubungan dengan pelaporan keuangan entitas bisnis, yaitu:
1.      SFAC no. 1 “objective of financial reporting by business enterprises”, yang menyajikan tujuan dan sasaran akuntansi.
2.      SFAC no. 2 “qualitative caracteristics of accounting information”, yang menjelaskan karakteristik yang membuat informasi akuntansi bermanfaat.
3.      SFAC no. 3 “element of financial statement of business enterprises”, yang memberikan definisi dari pos-pos yang terdapat dalam laporan keuangan seperti aktiva, kewajiban, pendapatan dan beban.
4.      SFAC no. 5 “recognition and measurement in financial statement of business enterprises”, yang menetapkan kriteria pengakuan dan pengukuran fundamental serta pedoman tentang informasi.
5.      SFAC no. 6 “element of financial statement”, yang menggantikan SFAC no. 3 dan memperluas SFAC no. 3 dengan memasukkan organisasi-organisasi nirlaba.
6.      SFAC no. 7 “using cash flow information and present value in accounting measurement”, yang memberikan kerangka kerja bagi pemakaian arus kas masa depan yang diharapkan dan nilai sekarang (present value) sebagai dasar pengukuran
FASB mengidentifikasi lingkup informasi yang dipandang bermanfaat untuk pengambilan keputusan investasi dan kredit sebagai berikut :
  1. Statemen keuangan (financial statement).
  2. Catatan atas statemen keuangan (notes of financial statement).
  3. Informasi dan pelengkap (supplementary information).
  4. Sarana pelaporan keuangan lain (other means of financial reporting).
  5. Informasi lain (other information).
FASB merespon terhadap financial number game yang marak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan, FASB mengeluarkan beberapa standar akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan yang dapat diterima oleh umum.Diharapkan dengan adanya standar akuntansi yang diterbitkan oleh FASB dapat menurunkan tindakan-tindakan fraud atau kecurangan-kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan, dengan meningkatkan kualitas akuntansi.FASB menerbitkan standar akuntansi disebut GAAP (General Accepted Accounting Principles). Banyak Negara-negara yang menganut standar akuntansi yang diterbitkan oleh FASB, penggunaan standar ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas akuntansi walaupun dari hasil penelitian menunjukan bahwa GAAP masih kurang kuat dalam menangani financial number game ataupun earning management dibandingkan dengan IFRS yang dikeluarkan oleh IASB, banyak factor yang membuat perkembangan standar akuntansi GAAP yang menjadi detail dan rumit seperti sekarang ini, sehingga standar GAAP semakin lama semakin rumit karena perkembangan transaksi dan kompleksitas bisnis yang semakin berkembang.
Kelemahan Standar Berbasis Peratutan (Rule Based standart) yang dipakai GAAP
Beberapa kelemahan dari standar yang berbasis aturan antara lain :
1.      Standar berbasis aturan selalu dirasa kurang lengkap.
2.      Karena eksplesit, standar akuntasi berbasis aturan beresiko berumur pendek karena turbulensi perubahan lingkungan akuntansi.
3.      Terasa over-regulated atau berlebihan oleh pengguna standar.
Beberapa hasil analisa bahwa respon FASB tentang financial number game masih terasa kurang kuat untuk menangani hal tersebut apabila dibandingkan dengan IFRS yang diterbitkan oleh IASB


BAB 3
ANALISIS
Menurut analisa kami terhadap creative accounting bahwa dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.      Praktik-praktik creative accounting bisa berdampak positif terhadap laporan keuangan perusahaan, karena dengan melakukan praktik tersebut perusahaan bisa mendapatkan laba yang di inginkan.
2.      Dengan melakukan praktik creative accounting perusahaan dapat menekan biaya pajak atas operasional perusahaan menjadi lebih rendah, hal ini merupakan salah satu aktivitas yang legal dalam dunia perpajakan.
3.      Creative accounting dapat memberikan dampak positif bagi citra perusahaan yang dapat menarik investor untuk menanamkan modal di perusahaannya, hal ini karena penyajian laporan keuangan perusahaan tersebut dapat menarik minat investor.
4.      Tetapi creative accounting juga dapat memberikan dampak negative bagi perusahaan yang melakukan kegiatan tersebut, hal ini dikarenakan jika perusahaan tidak dapat memenuhi pembagian laba sesuai dengan laporan keuangan yang disajikan untuk para investor, maka perusahaan akan kolaps dan akan terbongkar kecurangannya.
5.      Masalah utama dalam creative accounting adalah pada kecenderungan perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingannya sendiri. Alasannya, karena manusia cenderung memanfaatkan pengetahuan atau informasi yang dimiliki guna mendapatkan tujuannya masing-masing.

BAB 4
SIMPULAN
3.1 Simpulan
Creative accounting merupakan hal yang sering dilakukan oleh pihak internal diperusahaan bukan hanya untuk memanipulasi data yang ada akan tetapi juga untuk menyelamatkan peusahaannya. Akan tetapi, ada factor yang menyebabkan memanipulasi data dilakukan oleh perusahaaan untuk mendapatkan respon yang positif dari beberapa pihak dan keuntungan baik itu untuk pihak internal perusahaan maupun untuk umum.
Dalam melakukan kecurangan memanipulasi data ada banyak cara untuk mendeteksinya dan mencegahnya. Hal itu, dapat dilakukan dengan mengevaluasi ulang data yang ada dan memeriksa kembali sehingga kecurangan yang ada dapat terdeteksi dan dicegah. Sehingga cara creative accounting tdak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu hanya untuk keuntungan pribadinya bukan untuk kelangsungan perusahaan dan pemegang saham perusahaan.




1 comment: