Tuesday, May 8, 2018

MAKALAH KEPEMIMPINAN PENDEKATAN SITUASI


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar belakang
            Kepemimpinan merupakan modal penting untuk menghadapi zaman yang semakin berkembang. Dengan adanya sifat kepemimpinan dalam setiap individu, maka individu tersebut dapat mempengaruhi orang lain agar dapat bekerja sama demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Pada dasarnya setiap individu di dunia ini adalah seorang pemimpin, namun ada yang mampu untuk memimpin orang banyak ada pula yang mampu hanya untuk memimpin dirinya sendiri.
 Setiap pemimpin yang memimpin sebuah kelompok atau organisai memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda karena setiap organisasi memiliki kebutuhan yang berbeda pula. Untuk itu pemimpin memerlukan beberapa pendekatan dalam aktivitas kepemimpinannya yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Keberhasilan seorang pemimpin pada satu situasi dan kondisi tertentu belum tentu sama dengan situasi dan kondisi lainnya.

Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu membawa anggotanya meraih tujuan bersama dengan tetap memperhitungkan keadaan organisai yang dipimpinnya, dalam arti pemimpin tersebut tidak egois namun menyesuaikan dengan keadaan untuk mempertimbangkan hal-hal apa saja yang perlu dilakukan sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi.
Karena hal-hal yang telah dijelaskan diatas serta beberapa fenomena tentang bentuk kepemimpinan yang kami temukan dalam kehidupan sehari-hari maka kami tertarik untuk menyusun makalah yang berjudul “Kepemimpinan pendekatan situasi”
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana hakikat kepemimpin?
2.      Bagaimana cara memimpin melalui pendekatan situasi?
3.      Apa saja jenis-jenis model kepemimpinan dalam kepemimpinan pendekatan situasi?

C.     Tujuan makalah
1.      Menjelaskan hakekat kepemimpinan.
2.      Menjelaskan cara memimpin dengan pendekatan situasi.
3.      Menjelaskan model-model kepemimpinan yang ada dalam kepemimpinan pendekatan situasi.
D.     Batasan masalah
Pembahasan yang ditulis dalam makalah ini kami batasi yaitu tentang kepemimpinan secara umum dan kepemimpinan pendekatan situasi sesuai tugas yang diberikan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Hakikat kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
a. Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanakan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.
b.  Fungsi sebagai Top Mnajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling, dsb
B. Kepemimpinan pendekatan situasi
Pendekatan situasional ini muncul karena para peneliti mengenai gaya kepemimpinan tidak menemukan pendekatan yang paling efektif bagi semua situasi. Kepemimpinan pendekatan situasi dibagi menjadi :
1.     Model kepemimpinan kontingensi
Model kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Jika model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987). Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah :
a.       hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations)
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.

b.      Struktur tugas (the task structure)
Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.

c.       Kekuatan posisi (position power)
Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalammemberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions)

2.     Model  Kepemimpinan Tiga Dimensi
Teori ini dikemukakan oleh Reddin, seorang guru besar Universitas New Brunswick, Canada. Menurutnya ada tiga dimensi yang dapat dipakai untuk menentukan gaya kepemimpinan, yaitu perhatian pada produksi atau tugas, perhatian pada orang, dan dimensi efektifitas. Gaya kepemimpinan Reddin memiliki empat gaya dasar yaitu integrated, related, separated, dan dedicated. Keempat gaya tesebut dapat menjadi efektif dan tidak efektif dan akan menjadi tujuh gaya kepemimpinan, yaitu:
a)      Integrated (terpadu), jika diekspresikan dalam situsi efektif akan menjadi gaya eksekutif;  jika diekspresikan dalam situsi tidak efektif akan menjadi gaya compromiser.
·         Eksekutif.
Gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja. Seorang Pimpinan yang menggunakan gaya ini disebut sebagai motivator yang baik, mau menetapkan standar kerja yang tinggi, berkehendak mengenal perbedaan diantara individu, dan berkeinginan menggunakan tim kerja dalam manajemen
·         Pencinta kompromi (compromiser).
Gaya ini memberikan perhatian yang besar pada tugas dan hubungan kerja dalam suatu situasi yang menekankan pada kompromi. Pimpinan seperti ini merupakan pembuat keputusan yang tidak bagus karena banyak tekanan yang mempengaruhinya.

b)      Separated (pemisah), jika diekspresikan dalam situsi efektif akan menjadi gaya birokrat jika diekspresikan dalam situsi tidak efektif akan menjadi deserter.
·         Birokrat.
   Gaya ini memberikan perhatian yang minimum baik terhadap tugas maupun hubungan kerja. Pimpinan ini sangat tertarik pada peraturan-peraturan dan menginginkan peraturan tersebut dipelihara serta melakukan control situasi secara teliti.
·         Deserter (Lain dari tugas).
Gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada hubungan kerja. Dalam situasi tertentu gaya ini tidak begitu terpuji, karena Pimpinan seperti ini menunjukkan sikap positif dan tidak mau ikut campur secara aktif dan positif.
c)      Dedicated (pengabdi), jika diekspresikan dalam situasi efektif akan menjadi gaya benevolent autocrat jika diekspresikan dalam situsi tidak efektif akan menjadi otokrat.
·         Otokratis yang baik (benevolent autocrat).
Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas, dan perhatian minimum terhadap hubungan kerja. Pimpinan  ini mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana memperoleh yang diinginkan tersebut tanpa menyebabkan ketidakseganan di pihak lain.
·         Otokrat.
Gaya ini memberikan perhatian maksimum terhadap tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu prilaku yang tidak sesuai. Pimpinan seperti ini tidak mempunyai kepercayaan pada orang lain, tidak menyenangkan, dan hanya tertarik pada pekerjaan yang segera selesai.

d)     Related (penghubung) jika diekspresikan dalam situasi efektif akan menjadi gaya developer; jika diekspresikan dalam situasi tidak efektif akan menjadi gaya missionary.
·         Pecinta pengembangan (developer).
Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan. Seorang Pimpinan yang menggunakan gaya ini mempunyai kepercayaan yang  tinggi terhadap orang-orang yang bekerja dalam organisasinya, dan sangat memperhatikan pengembangan mereka sebagai individu.
·         Missionari.
Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian minimum terhadap tugas dan perilaku yang tidak sesuai. Pimpinan semacam ini hanya menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya sendiri

3.     Model kepemimpinan situasional
Teori ini merupakan pengembangan dari model kepemimpinan tiga dimensi, yang didasarkan pada hubungan antara tiga faktor, yaitu perilaku tugas (task behavior), perilaku hubungan (relationship behavior) dan kematangan (maturity).
Perilaku tugas merupakan pemberian petunjuk oleh pemimpin terhadap anak buah meliputi penjelasan tertentu, apa yang harus dikerjakan, bilamana, dan bagaimana mengerjakannya, serta mengawasi mereka secara tepat.
Perilaku hubungan merupakan ajakan yang disampaikan oleh pemimpin melalui komunikasi dua arah yang meliputi mendengar dan melibatkan anak buah dalam pemecahan masalah. Adapun kematangan adalah kemampuan dan kemauan anak buah dalam mempertanggungjawabkan pelaksanan tugas yang dibebankan kepadanya.
Menurut teori ini gaya kepemimpinan akan efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan anak buah. Makin matang anak buah, pemimpin harus mengurangi perilaku tugas dan menambah perilaku hubungan. Apabila anak buah bergerak mencapai tingkat rata-rata kematangan, pemimpin harus mengurangi perilaku tugas dan perilaku hubungan. Selanjutnya, pada saat anak buah mencapai tingkat kematangan penuh dan sudah dapat mandiri, pemimpin sudah dapat mendelegasikan wewenang kepada anak buah.
Gaya kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan dalam keempat tingkat kematangan anak buah dan kombinasi yang tepat antara perilaku tugas dan perilaku hubungan adalah sebagai berikut :
1)      Gaya Mendikte (Telling). Gaya ini diterapkan jika anak buah dalam tingkat kematangan rendah, dimana para bawahan tidak mampu / tidak mau / ragu untuk menerima tanggung jawab dan memerlukan petunjuk serta pengawasan yang jelas. Gaya ini disebut mendikte karena pemimpin dituntut untuk mengatakan, mendefinisikan peran dan memerintahkan bawahannya tentang apa, bagaimana, kapan, dan dimana tugas dilakukan. Gaya ini menekankan pada tugas, sedangkan hubungan hanya dilakukan sekedarnya saja.
2)      Gaya Menjual (Selling). Gaya ini diterapkan apabila kondisi anak buah dalam taraf rendah sampai moderat (tinggi). Mereka telah memiliki kemauan untuk melakukan tugas, tetapi belum didukung oleh kemampuan yang memadai. Disebut menjual karena pemimpin selalu memberikan petunjuk yang banyak, dorongan dan dukungan saat mereka siap menerima tugas. Dalam tingkat kematangan anak buah seperti ini, diperlukan tugas serta hubungan yang tinggi agar dapat memelihara dan meningkatkan kemauan yang telah dimiliki.
3)      Gaya Melibatkan Diri (Participating). Gaya ini diterapkan apabila tingkat kematangan anak buah berada pada taraf kematangan moderat sampai tinggi. Mereka mempunyai kemampuan, tetapi kurang memiliki kemauan kerja dan kepercayaan diri. Pemimpin dengan anak buah bersama-sama berperan di dalam proses pengambilan keputusan. Dalam kematangan seperti ini, upaya tugas tidak diperlukan, namun upaya hubungan perlu ditingkatkan, pemimpin memberikan dukungan dan penekanan dengan membuka komunikasi dua arah dan kolaborasi.
4)      Gaya Mendelegasikan (Delegating). Gaya ini diterapkan jika kemampuan dan kemauan anak buah telah tinggi. Gaya ini disebut mendelegasikan karena anak buah dibiarkan melaksanakan kegiatan sendiri, melalui pengawasan umum dan pemimpin hanya memberikan sedikit dukungan dan arahan.



1 comment: