Monday, November 3, 2014

LEMBAGA-LEMBAGA EKONOMI SISTEM EKONOMI ISLAM VS LEMBAGA EKONOMI SISTEM PASAR

Pendahuluan

Islam sebagai pedoman hidup manusia tidak hanya mengatur ibadah ritual, tetapi  merupakan aturan lengkap yang  mencakup aturan ekonomi . Ekonomi tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, sehingga tidaklah mungkin  Allah SWT tidak mengatur hal yang  demikian penting. Salah satu contoh dapat kita lihat  dalam QS Albaqarah : 282 yang mengatur secara terperinci aturan muamalah diantara manusia.
Bersamaan dengan fenomena semakin bergairhnya masyarakat untuk kembali ke ajaran agama, banyak bermunculan  lembaga ekonomi yang berusaha menerapkan prinsip syariat Islam, terutama lembaga-lembaga keuangan  seperti perbankan, asuransi dan baitul mal. Perbankan Islam  telah menjadi istilah  yang terkenal luas baik  didunia muslim maupun di dunia muslim maupun diduania barat. Istilah tersebut mewakili suatu bentuk  perbankan dan pembiayaan  yang berusaha menyediakan  layanan-layanan bebas bunga kepada nasabah. Karena dalam perbankan Islam bunga adalah riba dan menurut hukum Islam bungan bank diharamkan. Terbukti dalam kurun waktu  beberapa tahun pertumbuhan  bank syariah semakin cerah, hal ini ditandai dengan  banyaknya bank-bank konvensional mengkonversi kepada sistem syariah atau membuka divisi syariah. Ada juga lembaga keuangan syariah lain lahir daam skala kecil, tetapi mempunyai jumlah yang banyak, tetapi mempunyai jumlah yang banyak sepoerti BMT dan Koperasi Syariah. Data yang ada menunjukkan  bahwa Indonesia  telah meiliki 82 BPRS dan lebih 3000 buah BMT yang mengoperasikan produknya sesuai dengan syariah.

PEMBAHASAN
Penulis membagi  lembaga-lembaga ekonomi  pada 3 sektor, antara lain :
1. PERBANKAN
Perkembangan perbankan syariah sekaligus juga merupakan rtaruhan ummmat Islam  untuk membuktikan keadilan dan kebvaikan  sistem ekonomi syariah. Untuk mencapai target dan tujuan  janka panjang perlu dicvermati dengan  hati-hati. Para praktisi yang terlibnat  membesarkan dan berkiprah dalam sektor perbankan  syariuah perlu menigkatkan mutu, pelayanan profesionalisme dan yang paling penting  adalah menghayati bagaimana sebenarnya bisnis dalam syariat islam  agar yang menjadi tujuan berekonomi dalam islam  tercapai  sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
Berkembangnya bank-bank dengan landasan syariah Islam diberbagai negara  pada dekade 1970-an, berpengaruh pula ke Indonesia. Pada awal 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagaio pilar ekonomi Islam mulai  dialkukan. sejumlah tokoh yang terlibat dalam diskusi itu antara lain : Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A. M Saefuddin, M.Amin Aziz, dan beberapa tokoh lainnya (Antonio, 2001)
Ada sejumlah perbedaan yang mendasar antar bank syariah  dengan bank konvensional. Perbedaan itu menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja.
  1. Aspek Legalitas
Di perbankan syariah, akad yang dilakukan  memiliki dimensi duniawi dan ukhrawi  karena berlandaskan hukum Islam. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akd seperti :
    1. rukun : akadnya penjual, pembeli, barang, harga, dan ijab kabul
    2. Syarat : barang dan jasa harus halal, harga harus jelas, tempat penyerahan harus jelas, barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan.
  1. Lembaga Penyelesai sengketa
Berbeda dengan bank konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat perselisihan, penyelesaiannya tidak dilakukan di Pengadilan Negeri melainkan sesuai tata cara dan hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi berdasarkan prinsip syariah dikenal dengan nama Badan Arbritrase Muamalah Indonesia atau BAMUI. Lembaga ini didirikan oleh Kejaksanaan Agung RI dan Majelis Ulama Indonesia.
  1. Struktur Organisasi
Sebenarnya struktur organisasi bank syariah dengan bank konvensional  secara garis besar sama saja. Yakni ada komisaris dan direksi beserta perangkat pendukung di bawahnya. Namun ada satu yang membedakan yakni keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah di Bank Syariah. DPS bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar tidak menyimpang dari garis-garis syariah. DPS biasanya diletakkan pada posisi setingkat dengan dewan komisaris pada setiap bank. Ini untuk menjamin efektifitas dari setiap opini yang dikeluarkan oleh DPS. Karena itu biasanya penetapan anggota DPS itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
  1. Pembiayaan
Perbedaan pokok antara perbankanb syariah  dengan konvensional dalam pembiayaan adalahadanya larangan riba (bunga) pada perbankan syariah. Prinsip utama yang dianut bank-bank Islam (Arifin, 1999) :
    1. Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi
    2. Menjalankan bisnis dan aktifitas perdagangan  yang berbasisi pada memperoleh keuntungan yang sah secara syariah.
    3. Memberikan zakat
Sebagai pengganti mekanisme bunga , sebagian uama meyakini bahwa dalam pembiayaan proyek-proyek, instrumen yang  paling baik adalah bagi hasil.
a.      Equity Financing
Dalam  hal kegiatan permodalan, terdapat dua macam kontrak, yakni :
1.      Musyarakah
2.      Mudarabah
Melalui kontrak Musyarakah, bank syariah bersama pihak lain, mengumpulkan modal untuk membentuk sebuah perusahaan sebagai satu legal entity. Setiap pihak dalam syirkah itu memiliki bagian keuntungan  maupun hak mengawasi perusahaan secara proiposrional sesuai dengan  kontribuysi modal yang diberikan. sedangkan mudharabah adalah suatu akad kontark antar penyedia dana dengan pengusaha. Pada saat proyek  sudah selesai maka pengusaha mengembalikan  modal tersebut kepada penyedia dana berikut porsi keuntunganb  yang telah disetujui sebelumnya.
b.      Debt Financing
Pembiayaan ini dilakukan dengan  menggunakanm teknik jual beli. Pembiayaan atas barang dan jasa dapart dilakukan dengan segera atau tangguh.
Jenis-jenis trnsaksinya :
1.      Murabahah,  kontrak jual beli dimana barang diserahkan segera, sedangkan pembayaran pokok dan marjin diserahkan kemudian  hari secara sekaligus.
2.      Bai’ bitsaman ajil,  barang diserahan segera, pembayaran diserahkan  kemudian hari secara angsuran.
3.      Bai’ Salam, pembayaran diserahkan dimuka, sedangkan penyerahan di kemudian hari.
4.      bai’ al-istisna,  pembayaran dilakukan  lebih dahulu  dengan cara diangsur, barangnya diserahkan kemudian.


II. ASURANSI

Asuransi syariah di indonesia dipelopori oleh PT Asauransiu Takaful Indonesia yangh berdiri pada tahun 1994. Perusahaan ini  berdiri atas prakarsa sejumlah cendekiawan Muslim, PT Bank Muamalat Indonmesia,Syarikat Takaful Malaysia, para pengusha muslim dan praktisi asuransi. Sebagian kalangan islam  beranggapanm bahwa asuransi sama dengan menentang  qadha dan qadar atau bertenmatnga dengan takdir. Padahal sesungguhnya tidak demikian, karena pada dasarnya islam  mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan dan kematian merupakan takdir Allah yang tidak patut ditolak. Hanya saja kita sebagai manusia diperintahkan mmbuat perencanaan untuk menghadapi masa depan, seuai dengan QS Al-Hasyr ayat 18 yang artinya “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah  dan hendaklah setiap diri mremperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah epada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Jelas sekali dalam ayat ini kita diperintahkan  untuk merencanakan apa yang akan kita poerbuay untuk amsa depan. Asuransi syariah mengalami perkembangan pest pada 2002. terbitnya aturan pemerintah  yang mengharuskan pertanggunagn asuransi jemaah haji harus dilakukan oleh asuransi syariah, membuat perusahaan syariah berbondong membentuk unit syariah atau bahkan mengkonversi  dirinya menjadi asuransi syariah.
  1. Perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvenmsional.
Perbedaan utama terletak pada  prinsip dasarnmya. Asuransi syariah menggunakan konsep takaful, bertumpu pada sikap saling tolong menolong dalam kebaikan  dan ketakwaan  dan tentu saja memberikan perlindungan , satu sama lain salking menanggung musibah  yanbg daialami peserta lain Allah SWT berfirman “ dan saling tolong menolonglah  dlam  kebaikan dan ketakwaan danjangann sling  tolong menolong dalam  doasa dan permusuhan.”
Sedangkan pada asuransi konvensional dasar kesepakatannya  adalah jual beli. Perbedaan yang nyata juga terdapat pada investasui dananya. Pada takaful investasi dana didasarkan sistem syariah dengan sistem bagi hasil, sedangkan pada asuransi konvensional tentu saja atas dasar bunga  atau riba (Advetorial Takaful, Republika, 22 Juli  2002)
Demikian pula untuk dana premi yang terkumpul dari peserta. Pada sistem konvensional dana itu jel;as menjadi milik perusahaan itu bila hendak diinvestasikan  kemanapun. Adapun pada asuransi takaful dana itu tetap menjadi milik peserta. Perusahaan hanya dapat amanah untuk mengelolanya. Konsep ini menghasilkan poerbedaan  pada perlakuan terhadap keuntungan, pada takaful keuntungan dibagi antara perusahaan asuransi  dengan peserta, sedang pada sistem konvensional keuntungan  menjadi milik perusahaan. Satu hal yang sangat ditekankan dalam takafulk adalah meniadakan  tiga unsur yang selalu dipertanyakan, yakni ketidakpastian, untung-untungan dan bunga alias riba. Tentu saja perusahaan yang bergerak dengan sistem, takaful ini tidak dapat melupakan unsur keuntungan yang bisa diperoleh nasabah..
Hal menarik lainnya yang berkatitan dengan  perbedaan  asuransi syariah dengan konvensional adalah soal dana hangus. Pada asuransi konvensional dikenal dna hangus, yakni ketika pesert tidak melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo. Begitu pula dengan asuransi konvensional  nonsaving (tidak mengandung unsur tabungan) atau asuransi  kerugian, jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi asuransi yang sudah  dibayarkan hangus atau menjadi keuntungan perusahaan asuransi.
Dalam konsep asuransiu syariah, mekanismenya tidak mengenal n dana hangus, peserta yang baru masuk sekalipun  karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, mka dana atau premi yangs ebelumnya sudah dibayarkan dapat diamvbil kembali kecuali  sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ yag tidak dapat diambil. Begitu pula dengan asuransi syariah umum, jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka pihak perusahaan mengembalikan sebagian dari premi tersebut dengan pola bagi hasil sesuai dengan kesepkatan kontrak dimuka. Dalam hal ini maka sangat mungkin premi yang  dibayarkan di awal tahun dapat diambil kembali dan jumlahnya sangat bergantung dengan tingkat investasi pada tahun tersebut. Adanya  Dewan Pengawas Syariah  dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan suatu keharusan, dewan ini berperan dalam mengawasi  manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam.

III. LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Berbicara mengenai lembaga keuangan  syariah di Indonesia, ketika Pemerintah menerbitkan UU No.7 tahun 1992 Tentang Perbankan yang antara lain menyebutkan  kemungkinan berdirinya  bank dengan sistem bagi hasil. Hingga Desember 2005, telah beroperasi 3 Bank Umum Syariah dan 19 Unit Usaha Syariah dari Bank Konvensional. Pnambahan jumlah pemain ini diikuti  dengan penyebaran kantor yang semakin terdistribusi ke seluruh wilayah Indonesia. Penyebaran jaringan itu umumnya  mengarah ke kawasan bisnis yng aktif, sehingga memang mendapatkan  lahan yang subur untuk berkembang. Meski demikian, pangsa pasar  perbankan syariah  dibanding perbanbkan  nasional  masih sangat kecil. Berdasarkan data dari Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, pada Desember 2005 total asset dari seluruh bank syariah  nasional (belum termasuk BPRS) sebesar Rp. 20,9 triliun atau 1,42 persen dari seluruh total aset  seluruh perbankan  nasional,  dan dana pihak ketiga yang dihimpun sebesar Rp.15,6 triliun atau kira-kira 1,38 persen dari dana poihak ketiga yang dihim,pun seluruh sistem perbankan.
Kendati kecil pangasanya, kinerja perbankan syariah lebih baik  di banding perbankan nasional. Peluang pertumbuhan bagi perbankan syariah  sebenarnya justru  terletak pada masih kecilnya  pangsa pasar yang sudah berhasil  diraih. Salah satu pendorong yang sesungguhnya sangat potenisl menjadi pemicu  adalah hadirnya fatwa keharaman bunga bank. Namun ternyata fatwa tersebut  tidak memberikan pegaruh berarti bagi perkembangan perbankan syariah. Memang  ada penambahan  jumlah nasabah kecil kecil,satu dua bulan setelah fatwadiundangkan, namun nilainya tidak berarti. Salah satu penyebab mandulnya fatwa itu, boleh jadi karena kecilnya dukungan ormas islam yang besar seperti  NU dan Muhammadiyah, tehadap fatwa tersebut.
Secara ringkas penulis membagi Lembaga Keungan Syariah menjadi 3 bagian antara lain :
1.      Lembaga keuangan Mikro Syariah (BPRS dan BMT)
2.      Lembaga keuangan Makro (Perbankan, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian daan Dana Pensiun), sudah ditulis sebelumnya
3.      Lembaga keuangan Syariah Intrernasional

III.1 Bank Perkreditan Rakyat Syariah

Dalam Undang-undang  Perbankan No.7 tahun 1992 pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa bank  menurut jenisnya  dikelompokkan menjadi bank umum dan  bank perekreditan rakyat. Pasal 13, lebih rinci menyebutkan usaha BPR diantaranya adalah :
a.             menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
b.            memberikan kredit
c.             menyediakan  pembiayaan  bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan  yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah
d.            menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat bankl Indonesia, deposito berjangka atau tabungan pada bank lain.


Undang-unadang  No.10 tahun 1998 tidak meberikan peluang sama sekali  bagi BPR untuk boleh  melakukan secara berbarengan  kegiatan usaha perbankan konvensional  dengan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan cara apapun. Pasal 1 ayat 4 UU tersebut mengemukakakn sebagai berikut :
“ Bank Perkreditan rakyat  adalah bank yang melaksanakan kegiatan secara konvensional atau berdasar prinsip syariah  yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas  pembayaran.” Dari definisi mengenai BPR tersebut ternyata Bank Perkrediutan harus memilih untuk hanya melakukan kegiatan usaha  perbankan konvensional saja atau berdasar prinsip syariah saja. BPR Syariah harus juga dapat turut memobilisasi  modal untuk keperluan  pembangnan dan turut mendidik rakyat dalam berhemat  dan menabung, dengan menyediakan tempat yang dekat, aman dan mudah untuk menyimpan uang bagi penabung kecil. Usaha penyaluran dana BPRS dapat diberikan dalam  bentuk pembiayaan, anata lain : Mudharabah, musyarakah, qardhul hasan dan murabahah. Agar dapat sasaran yang tepat diperlukan strategi dalam menjalankan operasional BPRS tersebut yaitu :
·         untuk usaha bagi hasil BPRS sebaiknya tidak menunggu  datangnya permintaan melainkan mengadakan  penelitian kepada usaha-usaha  yang baik dalam skala kecil yang dapat dibantu dengan tambahan modal, sehingga dapat melipatkan keuntungan
·         Dipilih usaha yang waktu perputaran uangnya pendek dengan mengutamakan usaha skala kecil dan menengah
·         mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta persaingan dari produk  yang akan dibaiayai.


III.2 Baitul Mal Wattamwil (BMT)

 BMT merupakan  salah satu dari lembaga  ekonomi Islam yang cukup berhasiul  bagi pengembangan ekonomi kerakyatan, sebab lembagai itu memfokuskan  dirinya bagi pengembangan ekonomi untuk pelaku  ekonomi bawah dan menengah. Pada perkembangannya BMT tidak hanya menerima dan menyalurkjan dana ZIS, tapi lebih dari itu merupakan lembaga keuangan  yang melakukan kegiatan simpan pinjam berdasarkan prinsip syariah. Ada tiga macam \Baitul Mal dsalam sejarah Islam, antara lain :
a.                                  Baitul mal khas, yakni perbendaharaan kerajaan atau dana rahasia, dengan sumber pendapatan  dan unsur pengeluartan sendiri.
b.                                 Baitul mal, yaitu  sejenis  bank negara untuk kerajaan yang bbertugas mengelola dan mengumpulkan pendapatan.
c.                                  Baituil mal al-Islamin, yakni perbendaharaan negara untuk semua kaum muslimin, ia sesungguhnya tidak hanya untuk kaum muslimin. Fungsinya mencakup kesejahteraan warga kerajaan Islam tanpa memandang kasta warna kulit atau keyakinanya.

Tampaknya Baitul mal telah biasa membayar semua kebutuhan  dan  keperluan masyarakat dan ia sudah melaksanakan fungsi yang hampir serupa dengan bank sentral yang dilakukan oleh bank sentral dewasa ini kecuali pengeluaran uang, pengadaan kredit dan pengawasan suku bunga. BMT sebagai lembaga keuangan terkecil dapat  membantu program pemerintah  dalam mengembangkan ekonmomi kerakyatan. Oleh karena itu keberadaan BMT didukung oleh Presiden Ri dengan meluncurkan  BMT sebagai gerakan nasional.


0 komentar:

Post a Comment