BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Aktivitas
investasi yaitu aktivitas yang dihadapkan pada berbagai macam resiko dan
ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Untuk
menghindari kemungkinan resiko dan ketidakpastian yang akan terjadi, investor
memerlukan berbagai macam informasi, baik informasi dari perusahaan yaitu
kinerja perusahaan maupun informasi lainnya yang relevan.
Investor
mempunyai tujuan utama dalam menanamkan dananya diperusahaan yaitu untuk
mencari pendapatan atau tingkat kembalian investasi (return) baik berupa
pendapatan dividen (dividend yield) maupun pendapatan dari selisih harga
jual saham terhadap harga belinya (capital gain).
Di sisi lain, perusahaan yang akan membagikan dividen dihadapkan pada berbagai macam pertimbangan antara lain: perlunya menahan sebagian laba untuk investasi kembali yang mungkin lebih menguntungkan, untuk kebutuhan dana perusahaan, pertimbangan likuiditas perusahaan, pertimbangan target tertentu yang berhubungan dengan rasio pembayaran dividen dan faktor lain yang berhubungan dengan kebijakan dividen.
Di sisi lain, perusahaan yang akan membagikan dividen dihadapkan pada berbagai macam pertimbangan antara lain: perlunya menahan sebagian laba untuk investasi kembali yang mungkin lebih menguntungkan, untuk kebutuhan dana perusahaan, pertimbangan likuiditas perusahaan, pertimbangan target tertentu yang berhubungan dengan rasio pembayaran dividen dan faktor lain yang berhubungan dengan kebijakan dividen.
Sebuah perusahaan dalam
mengelola keuangannya selalu dihadapkan pada tiga permasalahan penting yang
saling berkaitan. Ketiga permasalahan tersebut adalah keputusan investasi,
keputusan pendanaan dan kebijakan untuk menentukan berapa banyak dividen yang
harus dibagikan. Untuk itu penulis akan membahas terkait dengan “ ANALISIS AKTIVITAS INVESTASI ”.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana menganalisis kas/setara kas ?
2.
Bagaimana menganalisis persediaan ?
3.
Bagaimana menganalisis asset jangka
panjang ?
4.
Bagaimana menganalisis asset tetap dan
sumber daya alam ?
5.
Bagaimana menganalisis asset tak
berwujud ?
1.3. Tujuan
1.
Mengetahui analisis kas/setara kas.
2.
Mengetahui analisis persediaan.
3.
Mengetahui analisis asset jangka
panjang.
4.
Mengetahui analisis asset tetap dan
sumber daya alam.
5.
Mengetahui analisis asset tak berwujud.
1.4.
Metode
Penyusunan makalah ini menggunakan
metode observasi dan kepustakaan, observasi yang dilakukan seperti studi
pustaka dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan judul makalah. Dan
sumber lainnya melalui informasi media komunikasi (internet) yang berhubungan
dengan tema makalah.
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1.
Analisis Kas/Kas Setara
Kas merupakan asset
yang paling liquid, mencangkup mata uang, deposito dana, money
orders dan cek. Sedangkan setara kas tergolong asset yang sangat lancar,
investasi jangka pendek yang siap dikonversi menjadi kas, dan hampir jatuh
tempo sehingga risiko perubahanj harga yang disebabakan pergerakan tingkat
bunga minimal.
Kosep likuidasi penting
dalam analisis laporan keuangan. Likuiditas berarti jumlah kas atau setra kas
yang dimiliki perusahaan dengan jumlah kas yang dapat diperoleh dalam waktu
singkat. Jumlah asset likuid yang dilaporkan perusahaan pada neraca sangat
beragam. Umumnya perusahaan dalam industry yang dinamis membutuhkan likuiditas
yang lebih tinggi untuk memanfaatkan kesempatan atau untuk bereaksi terhadap
perubahan yang cepat pada lingkungan yang kompetitif. Selain memeriksa jumlah
asset likuid untuk perusahaan, analisis juga harus mempertimbangkan hal
berikut.
1. Sejauh
mana setara kas diinvestasikan pada efek ekuitas.
2. Kas
dan setara kas sering kali dibutuhkan sebagai saldo kompensasi untuk mendukung
suatu perjanjian pinjaman atau sebagai penjamin hutang.
2.1.1.
Piutang
Piutang merupakan nilai
jatuh tempo yang berasal dari penjualan barang atau jasa atau dari pemberian
pinjaman uang. piutang usaha mengacu pada janji lisan untuk membayar yang
perasal dari penjualan produk dan jas asecara kredit. Wesel tagih mengacu pada
janji tertulis untuk membayar. Piutang diklasifikasikan ke dalam asset lancar
jika diharapkan akan direalisasi atau ditagih dalam waktu satu tahun atau satu
siklus operasi, tergantung dari mana yang lebih panjang.
2.1.2 Penilaian Piutang
Analisis piutang sangat
penting karena dampaknya terhadap posisi asset dan arus laba yang saling
terkait. Realitanya banyak perusahaan yang tidak mampu menagih semua
piutangnya. Kerugian piutang dapat menjadi sangat berarti dan mengurangi asset
lancar serta laba bersih sekarang dan masa depan. Resiko analisis ini adalah
pengalaman masa lalu kurang bisa memprediksi kerugian masa depan, atau mungkin
kita gagal mencerminkan kondisi terkini.
2.1.3 Analisis Piutang
Kita harus waspada
terhadap insentif manajemen dan auditor dalam melaporkan laba dan asset. Dengan
memperhatika hal tersebut, terdapat dua pertanyaan penting dalam analisis
piutang.
Resiko kolektabilitas.
Manajemen sering kali lebih mementingkan pengalaman masa lalu karena kondisi
ekonomi sulit diprediksi. Analisis harus mempertimbangkan bahwa meskipun
pendekatan dengan rumus untuk menghitung penyisishan piutang tak tertagih
sangat mudah dan praktis, penghitungan ini mencerminkan penilaian mekanik yang
menghasilkan kesalahan. Informasi yang berguna harus diperolaeh dari sumber
atau perusahaan lain. alat analisis untuk memeriksa kolektabilitas mencangkup:
1. Memebandingkan
presentase piutang terhadap penjualan perusahaan pesaing dengan perusahaan yang
sedang dianalisis.
2. Memerikasa
konsentrasi pelangggan-resiko meningkat jika piutang terkosentrasi pada satu
atau sedikit pelanggan.
3. Menghitung
menyelidiki tren periode rata-rata kolektabilitas piutang disbanding dengan
syarat kredit pelanggan untuk industry yang bersangkutan.
4. Menentukan
bagian piutang yang merupakan pengalihan dari piutang atau wesel tagih masa
lalu.
Analisis posisis
keuangan terkini dan kemampuan perusahaan memenuhi utang lancar yag
tercermnin dalam pengukuran seperti rasio lancar juga harus mengakui pentingnya
siklus operasi untuk mengklasifikasi piutang lancar. Siklus operasi dapat
menghasilkan piutang cicilan nyang belum dapat tertagih selama beberapa tahun
dapat dilaporkan sebagai asset lancar. Analisis asset lancer dan kaitanya
dengan kewajiban lancer harus diakui dan disesuaikan dengan risiko
waktu ini.
Keaslian piutang.
Pemahaman mengenai praktik industry dan sumber informasi tambahan digunakan
untuk menambah keyakinan. Pelanggan pada industry tertentu mengembaikan hak
untuk mengembakikan barang. Analisis harus mempertimbangkan hak
pengembalian tersebut. Hak pengembalian yang bebas dapat menurunkan
kualitas piutang.
Skuritas
piutang. Salah satu masalah analisis penting adalah saat perusahaan
menjual semua atau again piutanganya pada pihak ketiga yang disebut anjak
piutang atau skuritisasi, piutang dapat dijual dengan ataupun
tanpa recourse pada pembeli jaminan kolektabilitas.
Skuritas piutang sering
kali dilakukan dengan menciptakan entitas bertujuan kusus seperti perwalian
pembelian piutang dari perusahaan dan mendanai pembelian ini melalui penjualan
obligasi ke pasar.
Piutang usaha disajikan
sebesar jumlah neto setelah dikurangi dengan penyisihan piutang tidak tertagih,
yang diestimasi berdasarkan penelaahan atas kolektibilitas saldo piutang.
Piutang dihapuskan pada saat piutang tersebut dipastikan tidak akan tertagih.
Terdiri dari piutang usaha : pihak
ketiga dan pihak hubungan istimewa, piutang lainnya yang terdiri dari pihak
ketiga dan pihak hubungan istimewa.
Analisis
umur piutang :
Lancar
Rp374,413
Jatuh
tempo:
1 - 30
hari
46,975
31 - 60
hari
2,471
61 - 90
hari
1,833
> 90
hari
4,339
Jumlah
430,031
Dikurangi:
Penyisihan
piutang
(554)
tidak tertagih
Bersih
429,477
Mutasi penyisihan
piutang tidak tertagih adalah sebagai
berikut:
Saldo pada awal tahun
8,752
Penambahan
penyisihan 6,405
tahun berjalan
Penghapusan
(14,603)
Saldo pada akhir
tahun
554
Berdasarkan hasil
penelaahan terhadap keadaan akun piutang masing-masing pelanggan pada akhir
tahun, manajemen berkeyakinan bahwa penyisihan piutang tidak tertagih tersebut
cukup untuk menutup kemungkinan kerugian atas tidak tertagihnya piutang usaha
di kemudian hari.
2.2
Analisis Persediaan
2.2.1. Akuntansi Dan Penilaian
Persediaan
Persediaan merupakan barang
yang dijual dalam aktivitas operasi normal perusahaan. Pentingnya metode
akumulasi biaya dalam penilaian persediaan disebabakan oleh dampaknya pada laba
bersih dan penilaian asset. Metode persediaan digunakan untukm mengalokasikan
biaya barag tersedia untuk dijual pada harga pokok penjualan atau persediaan
akhir.
Persamaan persediaan
dapat digunakan untuk memahami arus persediaan. Untuk perusahaan:persediaan
awal + pembelian bersih – harga pokok penjualan = persediaan akhir. Persamaan
ini menekankan arus biaya dalam perusahaan. Arus ini secara alternative dapat
dinyatakan pada grafik sebelah kiri.
Biaya persediaan
awalnya dicatat pada neraca. Saat persediaan terjual, biaya ini dipindahkan
dari nerca dan mengalir pada laporan laba rugi sebagai harga pokok penjualan.
Biaya tidak dapat berada pada dua tempat yang sama pada waktu bersamaan,
melainkan dapat dicatat pada neraca sebagai beban masa depan, atau diakui saat
ini pada lapiran laba rugi profitabilitas untuk dikaitkan dengan
pendapatan penjualan.
Konsep penting
akuntansi persediaa adalah arus biaya. Jika seluruh persediaan diperoleh pada
periede terjualnya, maka HPP akan sama dengan biaya pembelian barang. Namun
jika persediaan tersedia pada akhir periade akuntansi, penting untuk menentukan
persediaan mana yang telah terjual dan iaya mana yang tersdia pada neraca.
2.2.2. Arus biaya persediaan
Untuk memberikan
ilustrasi asumsi arus biaya yang tersedia, misalanya catatan persediaan suatu
persahaan sebgai berikut:
Persediaan tanggal 1 januari,
2009 40
unit@$500 $20.000
Persediaan
dibeli sepanjang
tahun 60
unit@$600 $36.000
Harga pokok barang tersedia untuk
dijual 100
unit $56.000
Selanjutnya, jika sepanjang tahun
terjual 30 unit seharga $800 dan menghasilkan pendapatan penjualan sebesar
$24.000. GAAP memeberikan tiga pilihan bagi perusahaan untuk
menentukan biaya mana yang akan dikaitkan dengan poen jualan:
First- in, firs-out (FIFO). Metode
ini mengansumsikan bahwa yang dibeli pertama merupakan yang pertama dijual.
Berikut adalah laba kotor perusahaan jika menggnakan FIFO :
Penjualan $24.000
HPP
(30@$500) $15.000
Laba kotor $
9.000
Oleh karena biaya persediaan sebesar
$15.000 telah dipindahkan dari neraca, biaya persediaan yang dilaporkan pada
neraca akhir periode adalah $41.000.
Last-in, first-out (LIFO), metode
inim mengansumsikan bahwa yang dibeli terakhir merupaka yang pertama dijual.
Sehingga laba kotornya adalah sebgai berikut:
Penjualan $24.000
Harga
pokok penjualan
(30@$600) $18.000
Laba
kotor $ 6.000
Oleh karena biaya persdiaan sebesar
$18.000 telah dipindahkan dari neraca dan tercemin pada HPP, biaya yang tersisa
pada neraca sebesar $38.000 dilaporkan sebgai persediaan. Average
cost (Biaya persediaan rata-rata). Unit dijual tanoa memperhatikan uutan
pembeliannya dan menghitung HPP serta persediaan akhir seagai rata-rata
tertimbang sedrrhana sebgai berikut:
Penjualan $24.000
HPP
(30@$560) $16.800
Laba
kotor $ 7.200
HPP dihitung dengan
menggunakan rat-rata tertimbang dari biaya barang tersedia untuk dijual total
dibagi dengan jumlah unit yang tersedia untuk dijual ($56.000/100=$560).
Persediaan akhir dilaporkan pada neraca adalah $39.200.
2.2.3. Analisis Persediaan
Dampak Biaya Persediaan Terhadap
Profitabilitas
Ringkasan hasil perhitungan dengan tiga
alternative metode diatas adalah :
Metode
|
Persediaan awal
|
Pembelian
|
Persediaan akhir
|
HPP
|
FIFO
|
$20.000
|
$36.000
|
$42.000
|
$15.000
|
LIFO
|
$20.000
|
$36.000
|
$38.000
|
$18.000
|
Average Cost
|
$20.000
|
$36.000
|
$30.200
|
$16.800
|
laporan laba rugi berdasarkan ketiga
metode berikut adalah:
Metode
|
Penjualan
|
Harga pokok penjualan
|
Laba kotor
|
FIFO
|
$24.000
|
$15.000
|
$9.000
|
LIFO
|
$24.000
|
$18.000
|
$6.000
|
Average Cost
|
$24.000
|
$16.800
|
$7.200
|
Kesimpulan : laba kotor dapat
dipengaruhi oleh pilihan metode penghitungan biaya perusahaan. Pada periode
dimana harga meningkat, FIFO memberikan laba kotor yang lebih tinggi disbanding
LIFO karena biaya persediaan yang lebih rendah dikaitkan dengan pendapatan penjualan
dengan harga pasar terkini. Hal ini sering dinyatakan segai keuntungan fiktif
FIFO karena laba kotor sebenarnya merupakan penjumlahan
dari laba ekonomi dan laba kepemilikan. Laba ekonomi sesuai dengan jumlah
yang terjual dikalikan dengan selisih antar harga jual dan biaya penggantian
persdiaan seperti dibawah ini:
Laba ekonomi = 30 unit
X ($800-$600) = $6.000
Laba kepemilikan
merupakan kenaikan biaya penggantian karena persediaan telah
diperoleh dan sama dengan jumlah unit terjual dikalikan dengan selisish biaya
penggntian terkini dengan biaya perolehan awal, seperti dibawah ini:
Laba kepemilikan = 30
unit x ($600-$500) = $3.000
Dari laba kotor sebesar $9.000, sebesar
$3.000 terkait dengan keuntungan inflasi yang diperoleh perusahaandari oembelian
persdiaan masa lalu. Laba kepemilikan merupakan fungsi dari perpuratan
persediaan – berapa lama persediaan tersimpan- dan tingkat inflasi. Salah satu
masalah serius adalah bahwa keuntungan ini telah hilang selama beberapa decade
terakhir karena inflasi yang lebih rendah dan pengawasan manajemen atas
kuantitas persediaan melalui proses manufaktur yang lebih baik, serta
pengendalis persdiaan yang lebih baik.pada negara yang tingkat inflasinya lebih
tinggi disbanding Amerika Serikat, keuntungan kepemilikan FIFO masih menjadi
masalah.
2.2.4. Dampak Biaya Persedian Terhadap
Neraca
Pada periode harga
meningkat, dan dengan asumsi persediaan belum melikuidasi laporan persediaan
lamanya, LIFO melaporkan persediaan akhitr pada harga yang jauh lebih rendah
dibandingkan dengan biaya penggantian. Sehingga, neraca perusahan yang
menggunakan LIFO, tidak secara akurat mencerminkan investasi lancaryang
dimiliki perusahaan dalam persediaan.
2.2.5. Dampak Biaya
Persediaan Terhadap Arus Kas
Peningkatan laba ktor
dengan metod FIFO juga menyebabkan laba sebelum pajak yang lebih tinggi,
sehingga menimbulkan utang pajak yang lebih tinggi. Pada periode ini di mana
harga meningkat, perusahaan dapat terjebak pada penguranagan arus kas karena
membeyar pajak yang lebih tinggi dan perlu mengganti persediaan yang terjuala
pada biaya penggantianyang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pembelian
awal. Salah satu alasan digunakannya LIFO adalah pengurangan kewajiban pajak
pada periode harga meningkat. Namun IRS mengharuskan bahwa perushaan yang
menggunakan LIFO untuk tujuan pajak harus menggunakan metode ini untuk laporan
keuangan. Ini merupakan aturan ketaan LIFO (LIFO conformity rule). Perusahaan
yang menggunakan biaya persediaan LIFO diharuskan untuk mengungkapkan jumlah
yang akan dilaporkan jika perusahaan menggunakan metode FIFO. Selisish anatar
kdua metode ini dinamankan cadangan LIFO. Hal ini dapat digunakan untuk
menghitung jumlah yang akan memengaruhi arus kas kumulatif maupun periode
berjalan karena penggunaan LIFO.
2.2.6. Masalah Penilaian Persediaan
Lainnya
Likuidasi
LIFO. Perusahaan diwajibkan mencatat setiap tingkat biaya sebagai kelompok
npersediaan terpisah. Untuk biaya persediaan LIFO, persediaan akhir diloaporkan
pada biaya pembelian terdahilu yang dapat lebih rendah atau lebih tinggi secara
signifikandari buaya saat ini. Pada periode harga meningkat
pengurangan kuantitas masalah disebut sebagai likuidasi
LIFO menghasilkan peningkqatan pada laba kotor seperti penggunaan pada
biaya persediaan FIFObegitu juga sebaliknya. Dampak likuidasi LIFO dapat
dilihat pada catatan kaki persediaan laporan tahunan. Perusahaan
mengindikasikan bahwa pengurangan kuantitas persediaan menyebabkan penjualan
barang yang dicatat dengan biaya masa lalu yang berbeda dengan biaya sekarang.
Seorang anslisi LIFO harus hati-hati terhadap dampak likuidasi LIFO pada
profitabilitas.
Penyajian Kembali
(Restatement) Analisis Dari LIFO ke FIFO. Metode LIFO merupakan
metide yang diharapkan oleh penganalisis, karena laporan laba rugi tidak
membutuhkan penyesuaian besar disebabakan harga pokok penjualan telah mendekati
biaya terkini. Namun metode ini menyebabkan persediaan neraca tidak
mencerminkan harga saat ini-sering kali dinyatakan lebih rendah. Hal ini dapat
mengurangi kegunaan berbagai pengukuran seperti rasio lancar atau rasio
perputaran persediaan. Hal ini menyebabakan kemampuan perusahaan dalam
memebayar utang terlalau rendah, perputara persediaan terlalau tinggi. Untuk
mengatasinya, dapat menggunakan teknik analisis untuk menyesuaikan LIFO agar
lebih mendekati situasi performa dengan mengasumsikan FIFO.
Penyesuaian neraca
dimungkinkan jika perusahaan mengungkapakan selisish lebih biaya kini atas
persediaan yang dihitung dengan LIFO, atau cadanagn LIFO. Maka diperlukan tiga
penyesuain berikut :
1. Persdiaan = persediaan yang
dilaporkan berdasarkan LIFO + cadangan LIFO
2. Pertambahan kewajiban pajak tengguhan
sebesar: (cadangan LIFO X tariff pajak)
3. Saldo laba = saldo laba yang
dilaporkan +[cadangan LIFO x (1-tarif pajak)
Umunnya saat harga
meningkat, laba LIFO lebih kecil pada laba FIFO. Namun, dampak bersih dari
penyajian kembali pada tahun manapun tegantung oada dampak kombinasi dari
perubahan persediaan awal dan akhir serta factor lain termasuk likuidasi
lapisan LIFO.
Penyajian Kembali
(Restatement) Analisis Dari FIFO ke LIFO. Penyesuaian ini
membutuhkan asumsi penting sehingga bisa menimbulkan kesalahan. Laba LIFO
mencakup laba kepemilikan atas persediaan awal. Terdapat manfaat untuk
menghitung persediaan awal (PAFIFO) x tingkat inflasi untuk lini persediaan
tertentu yang dimiliki perusahaan:
HPPLIFO =
HPPFIFO + (PAFIFO x r), dengan r sebagai tingkat inflasi.
Perhatikan bahwa r,
bukan m,erupakan tingkat inflasi umum seperti IHK atau IHP. Indeks ini
merupakan inflasi yang terkait dengan lini persediaan tertentu yang dimiliki
perusahaan. Jika perusahaan memiliki beberapa lini produk, indeks prodeuksinya
harus diestimasi secara terpisah. Jika r bukan buka tungkat inflasi pada
umumnya seperti CPI tau IHP, dan dimaksud adalah indeks inflasi sehubungan
dengan lini persediaan tertentu yang dimiliki perusahaan.Dalam hal ini
perusahaan mempunyai berapa lini produk, secara teori, tiap lini tersebutharus
diestimasi secara terpisah.
Estimasi r dapat
menggunakan angka yang dikeluarkan opelh departemen perdagangan untuk industriu
kusus perusahaan. Selain itu jika perusahaan menjalankan usaha erdasarkan
komuditas dapat digunakan dengan asumsi bahwa komponen biaya biaya persediaan
lain berubah secara proporsional terhadap bahan bakunya. Analisis juga dapat
menggunakan tingkat inflsi perusahaan pesaing. Jika perusahaan dengan lini
produk serupa menggunakan biaya persediaan LIFO, tingkat inflasi dapat
diestimasi sebesar peningkatan cadangan LIFO : persediaan perusahaan pesaing
erdasarkan FIFO pada akhir periode lalu sebagai berikut :
R
= perubahan cadangan LIFO
Persediaan
FIFO dari akhir periode lalu
2.2.7. Biaya Persediaan Perusahaan
Manufaktur Dan Dampak Peningkatan Produksi
Biaya manufaktur terdiri atas tiga komponen :
1. Bahan baku atau bahan mentah – biaya
dari bahan dasar yang digunakan untuk membuat
produk.
2. Tenaga kerja – biaya tenaga langsng
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk jadi.
3. Overhead – biaya tidak langsung pada
prises manufaktur.
Overhead sering kali
merupakan komponen biaya produk terbesar dan paling sulit diukur untuk tingkat
produksi. Total overhead harus dialokasikan pada seluruh hasil produksi.
Analisi biaya ini harus waspada bahwa alokasi biaya overheadbukan merupakan
ilmu pasti dan sangat tergantung pada asumsi yang digunakan. Jika peningkatan
pada tingkat produksi menyebabkan persediaan akhir meningkat, lebih banyak
viaya overhead yang tinggal dineraca dan profitabilitas meningkat. Kemudian
saat kuantitas persediaan menurun, laporan laba rugi tidak hanya terbebano
niaya overhead periode berjalan tetapi juga biaya overhead perode sebelumnya
yang berasal dari persediaan tahun berjalan, karenanaya laba menjadi turun.
Oleh karena itu analisi harus waspada terhadap dampak perubahan tingkat prduksi
terhadap laba yang dilaporkan.
2.3.
Analaisis Asset Jangka Panjang
Aset jangka panjang
metupakan aset yuang digunakan untuk menghasilkan penghasilan operasi atau
mengurangi biaya operasi untuk lebih dari satu periode. Asset jangka panjang
yang paling umum adalah asset tetap berwujudseperti bangunan, pabrik dan
peralatan. Aset jangka panjang juga mencakup aset tak berwujud seperti hak
paten, merk dagang, copyright, dan goodwill.
2.3.1. Kapitalisasi, Alokasi, dan
Penurunan Nilai
Proses akuntansi aset
jangka panjang mencakup tiga aktivitas terpisah, diantaranya kapitalisasi,
alokasi, dan penurunan nilai. Kapitalisasi (capitalization) merupakan proses
penangguhan biaya yang terjadi pada periode berjalan, tetapi manfaatnya
diharapkan dapat berlangsung selama beberapa periode di masa depan.
Kapitalisasi ini yang menciptakan akun asset.
Alokasi (allocation)
merupakan proses pembebanan biaya tangguhan (aset) secara periodic sepanjang
satu atau lebih periode amnfaat yang diharapkan. Proses alokasi ini dinamakna
penyusutan untuk asset berwujud, amortisasi untuk asset tak berwujud, dan
deplesi untuk sumber daya alam. Penurunan nilai (impairment) merupakan proses
penurunan nilai buku asset saat arus kas yang diharapkan tidak lagi cukup untuk
menutupi biaya tersisa yan masih tercatat pada neraca.
2.3.2. Kapitalisasi
Aset jangka panjang
diciptakan melalui proses kapitalisasi. Kapitalisasi berarti menempatkan aset
di neraca, bukan membebankan biayanya dilaporan laba rugi. Untuk aset berwujud
(hard asset) seperti Plant Property and Equiptment (PPE), aset dicatat sesuai
nilai perolehan. Sedangkan untuk aset tak berwujud (soft asset) seperti
litbang, iklan, biaya upah, kapitalisasi lebih bermasalah. Semua aset ini tidak
menghasilkan keuntugan di masa depan, meskipun dapat ditempakan sebagai aset.
Konsekuensinya, biaya aset tidak berwujud segera dibiayakan dan tidak dicatat
pada neraca.
2.3.3. Alokasi
Alokasi merupakan
pembebanan biaya aset secara periodik sepanjang periode manfaat yang
diharapkan. Alokasi biaya disebut penyusutan (depreciation) jika terkait dengan
aset tetap, amortisasi (amortization) jika digunakan untuk aset tak berwujud,
dan deplesi (depletion) untuk sumber daya alam, ketiga istilah tersebut mengacu
pada alokasi. Alokasi biaya meruoakan proses untuk mengaitkan biaya aset dengan
manfaatnya dan bukan merupakan proses valuasi. Nilai tercatat aset (niali
kapitalisasi dikurangi alokasi biaya kumulatif) tidak perlu mencerminkan nilai
wajar.Tiga faktor ayng menentukan nilai alokasi biaya, yaitu periode manfaat,
nilai sisa, dan metode alokasi.
2.3.4. Penurunan Nilai
(Impairment)
Jika arus kas yang
diharapkan (tidak didiskonto) lebih kecil disbanding dengan nilai tercatat aset
(biaya dikurangi akumulasi penyusutan), aset perlu diturunkan nilainya dan
dinyatakan sebesar nilai pasar wajar (jumlah diskonto taksiran arus kas).
Dampaknya adalah untuk mengurangi nilai tercatat aset pada neraca dan
mengurangi profitabilitas sebesar jumlah yang sama.
Ada dua distorsi terkait dengan
penurunan aset, yaitu.
a.Bias konservatif mendistorsi valuasi
aset jangka panjang karena nilai aset dapat diturunkan namun tidak dapat
dinaikkan
b.Pengakuan penurunan nilai aset
memiliki dampak temporer besar yang mendistorsi laba bersih sementara
berpotensi untuk meningkatkan kegunaan nilai aset pada neraca.
2.3.5. Kapitalisasi Versus
Pembebanan: Dampak terhadap Laporan Keuangan
dan Rasio
Kapitalisasi merupakan
bagian penting dari akuntansi modern. Kapitalisasi mempengaruhi baik laporan
keuangan maupun rasionya. Kapitalisasi juga membuat laba menjadi lebih unggul
dibandingkan arus kas sebagai pengukuran kinerja keuangan.
2.3.6. Dampak Kapitalisai
terhadap Laba
Kapitalisasi memiliki
dua dampak terhadap laba. Pertama, kapitalisasi menangguhkan pengakuan biaya.
Sehingga menghasilkan laba yang lebih tinggi selama periode akuisisi namun laba
yang rendah pada periode berikutnya jika dibandingkan dengan pembebanan biaya.
Kedua, kapitalisasi menghasilkan serial perataan laba.
2.3.7. Dampak kapitalisasi terhadap
Tingkat Pengembalian Investasi
Kapitalisasi
mempengaruhi laba maupun basis investasi dari rasio tingkat pengembalian
investasi. Sebaliknya, membebankan biaya aset menghasilkan basis investasi yang
lebih rendah dan meningkatkan fliuktuasi laba. Peningkatan fliktuasi laba
diperbesar dengan digunakannya basis investasi, ayng mengarah pada rasio
tingkat pemgembalian yang lebih berfliktuasi dan kurang bermanfaat. Pembebanan
juga menghasilkan bias terhadap pengukuran laba, karena laba dinyatakan terlalu
rendah pada tahun akuisisi dan terlalu tinggi pada tahun-tahun berikutnya.
2.3.8. Dampak
Kapitalisasi terhadap Rasio Solvabilitas
biaya aset secara
langsung, rasio solvabilitas, seperti rasio utang terhadap ekuitas mencerminkan
kondisi perusahaan yang lebih buruk dari kondisi sebenarnya. Hal ini terjadi
karena pembebanan biaya langsung menyebabkan ekuitas dinyatakan terlalu rendah
untuk perusahaan yang memiliki aset produktif.
2.3.9. Dampak Kapitalisasi
terhadap arus Kas Operasi
Ketika biaya aset
dibebankan langsung, biaya ini dilaporkan sebagai arus kas keluar aktivitas
operasi. Sebaliknya, jika aset dikapitalisasi, biaya ini dilaporkan sebagai
arus kas keluar aktivitas investasi. Hal ini berarti pembebanan langsung biaya
aset akan menyatakan arus kas keluar operasi yang terlalu tinggi dan arus kas
keluar investasi terlalu rendah pada tahun akuisisi dibandingkan degngan
kapitalisasui biaya.
2.4.
Analisis Asset Tetap dan Sumber Daya Alam
Properti, pabrik, dan
peralatan (atau aset tetap) merupakan aset berwujud tak lancar yang digunakan
dalam proses menafkur, penjualan, atau jasa untuk menhasilkan pendapat dan arus
kas selama lebih dari satu periode. Oleh karena itu, aset ini memiliki periode
manfaat yang diharapkan (masa manfaat) yang meliputi lebih dari satu periode.
Aset ini diperoleh untuk digunakan dalam aktivitas operasi dan bukan untuk
dijual pada aktivitas usaha biasa. Nilai atau potensi jasa yang dimiliki akan
berkurang karena digunakan, dan aset ini biasanya merupakan aset operasi yang
terbesar. Properti terkait dengan biaya real estat: pabrik mengacu
pada bangunan dan struktur operasi: dan peralatan mengacu pada mesin yang
digunakan dalam operasi. Properti, pabrik, dan peralatan disebut juga aset
produktif, aset model, dan aset tetap.
2.4.1. Menilai Aset Tetap dan
Sumber Daya Alam
Menilai Properti, Pabrik, dan
Peraalatan. Biaya ini mencakup beban apapun yang diperlukan agar aset tersebut
berada dalam lokasi dan kondisi siap digunakan atau siap memberikan jasa
seperti baiya angkut, instalasi, pajak, dan biaya pemasangan (set up). Seluruh
biaya akuisisi dan persiapan dikapitalisasi pada saldo akun aset. Alasan
digunakan biaya historis terutama sehubungan dengan objektivitasnya. Penilaian
aset tetap dengan biaya historis, jika diterapkan secara konsisten, biasanya
tidak menghasilkan distorsi yang serius. Bagian ini akan mempertimbangkan
beberapa masalah khisus yang akan terjadi saat menilai aset.
2.4.2. Menilai Sumber Daya Alam
Sumber daya alam yang
digunakan disebut aset yang dihabiskan (wasting asset), merupakan hak untuk
mengambil atau mengonsumsi sumber daya alam.Juga sering kali terdapat biaya
cukup tinggi untuk menemukan sumber daya yang dikapitalisasi dalam neraca, dan
biaya ini langsung dibebankan saat sumber daya tersebut kemudian dipindahkan,
dikonsumsi, atau dijual. Perusahaan biasanya mengalikasikan biaya sumber daya
alam pada jumlah estimasi unit cadang yang tersedia.
2.4.3. Penyusutan
Prinsip dasar
penyusutan laba adalah , laba yang mendapatkan manfaat dari penggunaan aset
jangka panjang, harus menanggung bagian proporsional dan biaya aset tersebut.
Penyusutan merupakan alikasi biaya bangunan dan peralatan (tanah tidak
disusutkan) sepanjang masa manfaatnya.
Meskipun penambahan
kembali dalam laporan arus kas atau nenan non kas, penyusutan tidak
menghasilkan dana bagi penggantian aset. Hal ini merupakan kesalahan konseo
yang umum terjadi. Pendanaan dari biaya modal dicapai melalui kegiatan arus kas
operasi maupun pendanaan.
2.4.4. Tingkat Penyusutan
Tingkat penyusutan
tergantung pada dua faktor , masa manfaat dan metode alokasi. Umur masa
manfaat. Kerusakan fisik merupakan faktor penting yang membatasi masa
manfaat, dan hamper seluruh aset mengalaminya. Frekuensi dan kualitas pemeliharaan
mempengaruhi kerusakan fisik. Pemeliharaan dapat memperpanjang masa manfaat
namun tidak bisa membuat masa manfaat menjadi takterbatas. Faktor pembatas
lainnya adalah keusangan, yang mengurangi masa manfaat melalui perkembangan
teknologi, pola konsumsi dan kekuatan ekonomi. Keusangan bisa terjadi jika
perkembangan teknologi membuat aset menjadi tidak efisien atau tidak ekonomis
sebelum masa manfaatnya habis.
Metode Alokasi. Keragaman penyusutan secara signifikan
disebabkan oleh metode yang dipilih. Kita akan melihat ada dua jenis metode
yang biasa digunakan, garis lurus dan dipercepat.
Garis Lurus. Metode
penyusutan garis lurus (straight line) mengalokasikan biaya aset pada masa
manfaat berdasarkan beban periodic yang sama. Bangunan dibandingakan untuk
mesin dimana penggunanya merupakan faktor yang lebih penting. Penentu
penyusutan lain, keusangan, tidak selalu terjadi seragam sepanjang waktu. Namun
karena tidak adanya informasi mengenai tingkat penyusutan yang mungkin, metode
garis lurus memiliki keunggulan karena sederhana. Karakteristik ini,
memungkinkan yang menjadikan metode ini popular, diandingkan karakteristik
lainnya.
Analisis kita harus
mewaspadai kelemahan konseptual penyusutan garis lurus. Penyusutan garis lurus
secara implist mengasumsikan bahwa penyusutan pada tahun-tahun awal sama dengan
tahun berikutnya saat mungkin aset telah kurang efisien dan membutuhkan
pemeliharaan yang lebih tinggi.Penyusutan garis lurus menghasilkan bias yang
makin besar pada pola tingkat pengambilan aset sepanjang waktu. Meskipun biaya
pemeliharaan dapat menurunkan laba sebeum penyusutan, biaya ini tidak
menghilangkan dampak meningkatnya pengembalian seiring waktu. Tentunya,
peningkatan aset yang sudah tua tidak tercermin pada sebagian besar perusahaan.
Dipercepat. Metode
penyusutan yang dipercepat (acceleranted) mengalokasikan biaya aset sepanjang
masa manfaat dengan pola yang semakin menurun. Penggunaan metode ini didukung
oleh penerimaan dan interval Revenue Code. Daya penarik metode ini untuk tujuan
pajak adalah percepatan alokasi biaya dan berikut penangguhan laba kena pajak.
Semakin cepat aset dihapuskan untuk tujuan pajak semakin besar
penangguhan pajak untuk masa depan, dan semakin banyak dana yang
tersedia lagsung untuk operasi. Konsep yang mendukung metode dipercepat adalah
padangan bahw beban penyusutan yang semakin kecil sepanjang waktu merupakan
kompensasi atas (1) peningkatan biaya perbaikan dan perawatan, (2) penurunan
pendapatan dan efisiensi operasi, serta (3) peningkatan ketidakpastian pendapatan
atas aset berumur di masa depan (karena keusangannya)
Dua metode penyusutan
dipercepat yang paling umum adalah saldo menurun dan jumlah angka tahun. Metode
saldo menurun (declining-balance method) mengenakan tariff tetap terhadap saldo
akun yang semakin turrun (nilai tercatat). Dalam praktik, perkiraan tingkat
amortisasi beban penyusutan yang makin turun adalah dengan menggunakan tariff
ganda (sering kalin dua kali lipat) dari tariff garis lurus.
Khusus. Metode
penyusutan khusus ditentukan pada industrui tertentu seperti baja dan mesin
berat. Persamaan metode ini adalah dikaitkannya beban penyusutan pada aktivitas
penggunaan asset. Jika metode aktivitas atau yang biasa juga disebut
sebagai metode unit produksi dietapkan, perlu menelaah estimasi masa manfaat
secara periodic.
2.4.5. Deplesi
Deplesi merupakan
alokasi biaya sumber daya alam berdasarkan tingkat pemungutan.
Deplesiasi tergantung pada produksi, menghasilkan lebih banyak
produksi berarti mengeluarkan biaya deplesi yang lebih pula.
2.4.6. Penurunan nilai
Bangunan dan sumber
daya alam biasanya disusutkan selama masa manfaat berdasarkan prinsip
alokasi dengan tujuan penentuan laba. Nilai yang terbawa dari asset yang
disusutkan tidak dirancang untyuk merefleksikan nilai sekarang dari
asset. Meskipun dengan konservativ, akuntansi seringkali melakukan
refleksi nilai, dengan menurunkan nilai pada neraca (write down) untuk
merefleksikan nilai saat ini. saat Ini akuntansi tidak memperbolehkan
menuliskan nilai asset untuk merefleksikan nilai pasar.
2.4.7. Menganalisis Asset Tetap Dan
Sumber Daya Alam
Valuais asset tetap dan
sumberdaya alam menekankan objektivitas biaya historis. Namun, biaya historis
tidak relevan dalam menilai asset pengganti. Juga biaya ini tidak dapat
dibandingkan untuk beberapa lapiran keuangan perusahaan, dan tidak terlalu
bermanfaat untuk mengukur biaya kesempatan atau dalam menilai kegunaan
alternative dana. Dalam periode tingkat dana meningkat, biaya histori
mencerminkan daya beli yang bebeda.
Penilaian nilai asset
tetap menjadi sebesar nilai pasar tidak diperbolehkan dalam akuntansi. Namun,
konservatismen mengizinkan adanya oenghapusan nilai karena penurunan nilai yang
permanen. Penurunana nilai menghilangkan beban yang terkait dengan aktivitas
operasi pada periode masa depan.
Aturan akuntansi untuk
menurunkan nilai asset jangka panjang mewajibkan perusahaan untuk secara
berkala menelaah kejadian atau perubahan kondisi yang merupakan penurunan
nilai. Penurunan asset setelahnya dapat mendistorsi hasil yang dilaporkan. Jika
taksiran arus kas tidak lebih kecil dari nilai yang tercatat asset,
maka nilai asset diturunkan. Kerugian penurunan nilai dihitung
sebagai selisish nilai tercatat asset dengn nilai wajarnya.
2.4.8. Menganalisis Penyusutan Dan
Deplesi
Sebagaian besar
perusahaan menggunakan aset produktif jangka panjang pada aktivitas operasi
mereka, dan penyusutan merupakan beban utama. Salah satu faktor yang harus
diperhatikan dalam hal ini adalah adanya revisi masa manfaat asset.
Biasanya tidak ada pengungkapan mengenai
hungun antar tingkat penyusutan dan ukuran kelompok asset, maupun antara
tingkat tersebut dan metode akuntansi. Tantangan lain bagi analisis ini berasal
dari perbedaan metode alokasi yang digunakan untuk pelaporan keuangan dan
tujuan pajak. Tiga kemungkinan yang umum adalah:
2.4.9. Analisi Penurunan Nilai
Tiga masalah analis
yang timbul dari penurunan nilai adalah evaluasi kelayakan jumlah penurunan
nilai, evaluasi kelayakan waktu penurunan nilai, dan analisis efek penurunan
nilai terhadap laba.
Evaluasi waktu penurunan
asset juga cukup penting dan merupaka tugas analis tersulit. Pertama perlu
melakukan identifikasi asset yang diklasifikasikan akan turun, kemudian
mengukur presentase asset yang dihapus dan evaluasi apakah nilai penghapusan
layak atau tidak untuk kelas asset yang bersangkutan. Jika penghapusa terjadi,
akibat kelemahan industry secara keseluruhan maka nakan sengan
bermanfaat apabila membandingkan prosentase penghapusan yang dilakukan suatu
perusahaan dengan perusahaan lain di dalam industry yang sama.
2.5.
Analisis Asset Tidak Berwujud
Asset tidak berwujud
merupakan hak, istimewa, dan manfaat kepemilikan atau pengendalian.. Dengan
karakteristik umum tingginya ketidak pastian masa manfaat dan tidak adanya
wujud fisik. Asset tidak berwujud sering kali tidak dapat dipisahkan dari
suatu perusahaan atau segmennya, masa manfaat yang tidak terhingga, dan
mengalami perubahan penilaian yang besar karena kondisi yang kompetitif.
Terdapat berbedaan
penting antar akuntansi asset berwujid dan tak berwujud. Jika perusahaan
menggunakan bahan baku dan tenaga kerja untuk menciptakan asset berwujud,
perusahaan akan mengkapitalisasi biaya dan menyusutkannya sepanjang masa
manfaat. Sebaliknya jika perusahaan menghabisankan uang untuk mengiklankan
suatu produk atau melatih agen penjualan perusahaan tidak dapat
menkapitalisasi biaya ini meskipun terdapat manfaat masa depan.
2.5.1. Akuntansi asset tak berwujud
a. Asset tak berwujud yang dapat
diidentifiksikan merupaka asset tak berwujud yang dapat diindenifikasi terpisah
dan dikaitkan dengan hak tertentu atau keistimewaaan selama
periode manfaat yang terbatas.
b. asset tidak berwujud yang tidak dapat
diidentifikasikan merupakan asset yang dapat dikembangkan secara internal
atau dibeli namun tidak dapat diidentifikasikan dan sering kali memiliki masa
manfaat yang tak terhingga. Misalnya good will, perusahaan harus
membebankan biaya pengembangan, pemeliharaan dan pemulihan asset tak berwujud
saat terjadnya, kecuali good will.
2.5.2. Amortisasi Asset Tak
Berwujud
Saat kapitalisasi iaya
asset tak berwujud yang dapat atau tidak dapat diidentifikasi, biaya tersebut
selanjutnya harus diamortisasi sepanjang periode masa manfaat asset. Jangka
masa manfaat tergantung pada dari jenis, kondisi permintaan, situasi kompetitif,
hokum, kontrak, aturan atau batasan ekonomis lainnya. Misalnya, hak paten
merupakan hak eksekutif yang diberikan pemerintah kepada investor selama
periode tertentu.
2.5.3. Menganalisis Asset Tak
Berwujud
Analisis sering kali
mencurigai asset tak berwujud saat menilai laporan keuangan. Asset tak berwujud
sering kali merupakan salah satu asset berharga yang dimiliki perusahaan dan
sering kali terjadi kesa;ahan penilaian yang serius. Misalnya, good
will dicatat hanya oada saat akuisisi, sebagian besar good will mungkin
terdapat pada neraca. Namun, sering kali good will tercermin dalam
kelebihan laba. Jika kelebihan laba tidak terbukti, maka good
will aik dibeli maupun tidak, hanyalah bernilai kecil atau bahkan tidak
bernilai.
Dalam menganalisis
asset tidak berwujud, diperlukan suatu estimasi sendiri mengenai penilaian
asset. Analisis juga harus waspada terhadap komposisi, penilaian, dan di
posisi good will.Good will dihapus jika klebihan laba mendasari
eksistensinya tidak ada lagi.
2.5.4. Asset Tidak Berwujud Dan
Kontinjensinya Yang Tak Tercatat
Salah satu asset
penting dalam kategori ini adalah good will yang diciptakan secara
internal. Pengeluaran untuk menciptakan good will sering kali
diebankan saat terjadinya. Jika good will diciptakan dan dapat dijual
dan menghasilkan laba yang lebih besar, laba saat ini terlalu rendah karena
pembebanan penegmbangan.
Salah satu asset tak
tercatat yang terkait dengan pembebanan yang terkait dengan elemen
jasa atau ide. Sebagai contoh adalah program televises yang dicatat sebesar
biaya tersembunyi untuk menghasilkan penghasilan lisensi yang bernilai jutaan.
BAB
3
SIMPULAN
1. Kas
merupakan asset yang paling liquid, mencangkup mata uang, deposito
dana, money orders dan cek. Sedangkan setara kas tergolong asset yang
sangat lancar, investasi jangka pendek yang siap dikonversi menjadi kas, dan
hampir jatuh tempo sehingga risiko perubahanj harga yang disebabakan pergerakan
tingkat bunga minimal.
2. Persediaan
merupakan barang yang dijual dalam aktivitas operasi normal perusahaan.
Pentingnya metode akumulasi biaya dalam penilaian persediaan disebabakan oleh
dampaknya pada laba bersih dan penilaian asset. Metode persediaan digunakan
untukm mengalokasikan biaya barag tersedia untuk dijual pada harga pokok
penjualan atau persediaan akhir.
3. Aset
jangka panjang metupakan aset yuang digunakan untuk menghasilkan penghasilan
operasi atau mengurangi biaya operasi untuk lebih dari satu periode. Asset
jangka panjang yang paling umum adalah asset tetap berwujudseperti bangunan,
pabrik dan peralatan. Aset jangka panjang juga mencakup aset tak berwujud
seperti hak paten, merk dagang, copyright, dan goodwill.
4. Properti,
pabrik, dan peralatan (atau aset tetap) merupakan aset berwujud tak lancar yang
digunakan dalam proses menafkur, penjualan, atau jasa untuk menhasilkan
pendapat dan arus kas selama lebih dari satu periode. Oleh karena itu, aset ini
memiliki periode manfaat yang diharapkan (masa manfaat) yang meliputi lebih
dari satu periode.
5. Asset
tidak berwujud merupakan hak, istimewa, dan manfaat kepemilikan atau
pengendalian.. Dengan karakteristik umum tingginya ketidak pastian masa manfaat
dan tidak adanya wujud fisik. Asset tidak berwujud sering kali tidak dapat
dipisahkan dari suatu perusahaan atau segmennya, masa manfaat yang tidak terhingga,
dan mengalami perubahan penilaian yang besar karena kondisi yang kompetitif.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete