Thursday, May 10, 2018

ANALISIS AKTIVITAS INVESTASI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Aktivitas investasi yaitu aktivitas yang dihadapkan pada berbagai macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Untuk menghindari kemungkinan resiko dan ketidakpastian yang akan terjadi, investor memerlukan berbagai macam informasi, baik informasi dari perusahaan yaitu kinerja perusahaan maupun informasi lainnya yang relevan.
Investor mempunyai tujuan utama dalam menanamkan dananya diperusahaan yaitu untuk mencari pendapatan atau tingkat kembalian investasi (return) baik berupa pendapatan dividen (dividend yield) maupun pendapatan dari selisih harga jual saham terhadap harga belinya (capital gain).
Di sisi lain, perusahaan yang akan membagikan dividen dihadapkan pada berbagai macam pertimbangan antara lain: perlunya menahan sebagian laba untuk investasi kembali yang mungkin lebih menguntungkan, untuk kebutuhan dana perusahaan, pertimbangan likuiditas perusahaan, pertimbangan target tertentu yang berhubungan dengan rasio pembayaran dividen dan faktor lain yang berhubungan dengan kebijakan dividen.
Sebuah perusahaan dalam mengelola keuangannya selalu dihadapkan pada tiga permasalahan penting yang saling berkaitan. Ketiga permasalahan tersebut adalah keputusan investasi, keputusan pendanaan dan kebijakan untuk menentukan berapa banyak dividen yang harus dibagikan. Untuk itu penulis akan membahas terkait dengan “ ANALISIS AKTIVITAS INVESTASI ”.
1.2. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana menganalisis kas/setara kas ?
2.      Bagaimana menganalisis persediaan ?
3.      Bagaimana menganalisis asset jangka panjang ?
4.      Bagaimana menganalisis asset tetap dan sumber daya alam ?
5.      Bagaimana menganalisis asset tak berwujud ?
1.3. Tujuan
1.      Mengetahui analisis kas/setara kas.
2.      Mengetahui analisis persediaan.
3.      Mengetahui analisis asset jangka panjang.
4.      Mengetahui analisis asset tetap dan sumber daya alam.
5.      Mengetahui analisis asset tak berwujud.
1.4. Metode
Penyusunan makalah ini menggunakan metode observasi dan kepustakaan, observasi yang dilakukan seperti studi pustaka dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan judul makalah. Dan sumber lainnya melalui informasi media komunikasi (internet) yang berhubungan dengan tema makalah.

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Analisis Kas/Kas Setara
Kas merupakan asset yang paling liquid, mencangkup mata uang, deposito dana, money orders dan cek. Sedangkan setara kas tergolong asset yang sangat lancar, investasi jangka pendek yang siap dikonversi menjadi kas, dan hampir jatuh tempo sehingga risiko perubahanj harga yang disebabakan pergerakan tingkat bunga minimal.
Kosep likuidasi penting dalam analisis laporan keuangan. Likuiditas berarti jumlah kas atau setra kas yang dimiliki perusahaan dengan jumlah kas yang dapat diperoleh dalam waktu singkat. Jumlah asset likuid yang dilaporkan perusahaan pada neraca sangat beragam. Umumnya perusahaan dalam industry yang dinamis membutuhkan likuiditas yang lebih tinggi untuk memanfaatkan kesempatan atau untuk bereaksi terhadap perubahan yang cepat pada lingkungan yang kompetitif. Selain memeriksa jumlah asset likuid untuk perusahaan, analisis juga harus mempertimbangkan hal berikut.
1.      Sejauh mana setara kas diinvestasikan pada efek ekuitas.
2.      Kas dan setara kas sering kali dibutuhkan sebagai saldo kompensasi untuk mendukung suatu perjanjian pinjaman atau sebagai penjamin hutang.
2.1.1.      Piutang
Piutang merupakan nilai jatuh tempo yang berasal dari penjualan barang atau jasa atau dari pemberian pinjaman uang. piutang usaha mengacu pada janji lisan untuk membayar yang perasal dari penjualan produk dan jas asecara kredit. Wesel tagih mengacu pada janji tertulis untuk membayar. Piutang diklasifikasikan ke dalam asset lancar jika diharapkan akan direalisasi atau ditagih dalam waktu satu tahun atau satu siklus operasi, tergantung dari mana yang lebih panjang.
2.1.2  Penilaian Piutang
Analisis piutang sangat penting karena dampaknya terhadap posisi asset dan arus laba yang saling terkait. Realitanya banyak perusahaan yang tidak mampu menagih semua piutangnya. Kerugian piutang dapat menjadi sangat berarti dan mengurangi asset lancar serta laba bersih sekarang dan masa depan. Resiko analisis ini adalah pengalaman masa lalu kurang bisa memprediksi kerugian masa depan, atau mungkin kita gagal mencerminkan kondisi terkini.
2.1.3  Analisis Piutang
Kita harus waspada terhadap insentif manajemen dan auditor dalam melaporkan laba dan asset. Dengan memperhatika hal tersebut, terdapat dua pertanyaan penting dalam analisis piutang.
Resiko kolektabilitas. Manajemen sering kali lebih mementingkan pengalaman masa lalu karena kondisi ekonomi sulit diprediksi. Analisis harus mempertimbangkan bahwa meskipun pendekatan dengan rumus untuk menghitung penyisishan piutang tak tertagih sangat mudah dan praktis, penghitungan ini mencerminkan penilaian mekanik yang menghasilkan kesalahan. Informasi yang berguna harus diperolaeh dari sumber atau perusahaan lain. alat analisis untuk memeriksa kolektabilitas mencangkup:
1.      Memebandingkan presentase piutang terhadap penjualan perusahaan pesaing dengan perusahaan yang sedang dianalisis. 
2.      Memerikasa konsentrasi pelangggan-resiko meningkat jika piutang terkosentrasi pada satu atau sedikit pelanggan.
3.      Menghitung menyelidiki tren periode rata-rata kolektabilitas piutang disbanding dengan syarat kredit pelanggan untuk industry yang bersangkutan.
4.      Menentukan bagian piutang yang merupakan pengalihan dari piutang atau wesel tagih masa lalu.
Analisis posisis keuangan terkini  dan kemampuan perusahaan memenuhi utang lancar yag tercermnin dalam pengukuran seperti rasio lancar juga harus mengakui pentingnya siklus operasi untuk mengklasifikasi piutang lancar. Siklus operasi dapat menghasilkan piutang cicilan nyang belum dapat tertagih selama beberapa tahun dapat dilaporkan sebagai asset lancar. Analisis asset lancer dan kaitanya dengan kewajiban lancer harus diakui  dan disesuaikan dengan risiko waktu ini.
Keaslian piutang. Pemahaman mengenai praktik industry dan sumber informasi tambahan digunakan untuk menambah keyakinan. Pelanggan pada industry tertentu mengembaikan hak untuk mengembakikan barang. Analisis harus mempertimbangkan hak pengembalian  tersebut. Hak pengembalian yang bebas dapat menurunkan kualitas piutang.
Skuritas piutang. Salah satu masalah analisis penting adalah saat perusahaan menjual semua atau again piutanganya pada pihak ketiga yang disebut anjak piutang atau skuritisasi, piutang dapat dijual dengan ataupun tanpa recourse pada pembeli jaminan kolektabilitas.
Skuritas piutang sering kali dilakukan dengan menciptakan entitas bertujuan kusus seperti perwalian pembelian piutang dari perusahaan dan mendanai pembelian ini melalui penjualan obligasi ke pasar.
Piutang usaha disajikan sebesar jumlah neto setelah dikurangi dengan penyisihan piutang tidak tertagih, yang diestimasi berdasarkan penelaahan atas kolektibilitas saldo piutang. Piutang dihapuskan pada saat piutang tersebut dipastikan tidak akan tertagih.
Terdiri dari piutang usaha : pihak ketiga dan pihak hubungan istimewa, piutang lainnya yang terdiri dari pihak ketiga dan pihak hubungan istimewa.
Analisis umur piutang :
Lancar                               Rp374,413
Jatuh tempo:                      
1 - 30 hari                           46,975
31 - 60 hari                           2,471
61 - 90 hari                           1,833 
> 90 hari                               4,339
Jumlah                                430,031
Dikurangi:
Penyisihan piutang                 (554)
tidak tertagih
Bersih                                 429,477
Mutasi penyisihan piutang tidak tertagih adalah sebagai
berikut:
Saldo pada awal tahun            8,752
Penambahan penyisihan         6,405
tahun berjalan
Penghapusan                        (14,603)
Saldo pada akhir tahun              554
Berdasarkan hasil penelaahan terhadap keadaan akun piutang masing-masing pelanggan pada akhir tahun, manajemen berkeyakinan bahwa penyisihan piutang tidak tertagih tersebut cukup untuk menutup kemungkinan kerugian atas tidak tertagihnya piutang usaha di kemudian hari.
2.2 Analisis Persediaan
2.2.1. Akuntansi Dan Penilaian Persediaan
Persediaan merupakan barang yang dijual dalam aktivitas operasi normal perusahaan. Pentingnya metode akumulasi biaya dalam penilaian persediaan disebabakan oleh dampaknya pada laba bersih dan penilaian asset. Metode persediaan digunakan untukm mengalokasikan biaya barag tersedia untuk dijual pada harga pokok penjualan atau persediaan akhir.
Persamaan persediaan dapat digunakan untuk memahami arus persediaan. Untuk perusahaan:persediaan awal + pembelian bersih – harga pokok penjualan = persediaan akhir. Persamaan ini menekankan arus biaya dalam perusahaan. Arus ini secara alternative dapat dinyatakan pada grafik sebelah kiri.
Biaya persediaan awalnya dicatat pada neraca. Saat persediaan terjual, biaya ini dipindahkan dari nerca dan mengalir pada laporan laba rugi sebagai harga pokok penjualan. Biaya tidak dapat berada pada dua tempat yang sama pada waktu bersamaan, melainkan dapat dicatat pada neraca sebagai beban masa depan, atau diakui saat ini pada lapiran laba rugi profitabilitas untuk dikaitkan dengan pendapatan  penjualan.
Konsep penting akuntansi persediaa adalah arus biaya. Jika seluruh persediaan diperoleh pada periede terjualnya, maka HPP akan sama dengan biaya pembelian barang. Namun jika persediaan tersedia pada akhir periade akuntansi, penting untuk menentukan persediaan mana yang telah terjual dan iaya mana yang tersdia pada neraca.
2.2.2. Arus biaya persediaan
Untuk memberikan ilustrasi asumsi arus biaya yang tersedia, misalanya catatan persediaan suatu persahaan sebgai berikut:
Persediaan tanggal 1 januari, 2009                             40 unit@$500 $20.000
Persediaan dibeli sepanjang tahun                              60 unit@$600 $36.000         
Harga pokok barang tersedia untuk dijual                  100 unit           $56.000
Selanjutnya, jika sepanjang tahun terjual 30 unit seharga $800 dan menghasilkan pendapatan penjualan sebesar $24.000. GAAP memeberikan  tiga pilihan bagi perusahaan untuk menentukan biaya mana yang akan dikaitkan dengan poen jualan:
First- in, firs-out (FIFO). Metode ini mengansumsikan bahwa yang dibeli pertama merupakan yang pertama dijual. Berikut adalah laba kotor perusahaan jika menggnakan FIFO :
Penjualan                                $24.000
HPP (30@$500)                     $15.000
Laba  kotor                              $ 9.000
Oleh karena biaya persediaan sebesar $15.000 telah dipindahkan dari neraca, biaya persediaan yang dilaporkan pada neraca akhir periode adalah $41.000.
Last-in, first-out (LIFO), metode inim mengansumsikan bahwa yang dibeli terakhir merupaka yang pertama dijual. Sehingga laba kotornya adalah sebgai berikut:
Penjualan                                                                                  $24.000
Harga pokok penjualan (30@$600)                                          $18.000
Laba kotor                                                                                $  6.000
Oleh karena biaya persdiaan sebesar $18.000 telah dipindahkan dari neraca dan tercemin pada HPP, biaya yang tersisa pada neraca sebesar $38.000 dilaporkan sebgai persediaan. Average cost (Biaya persediaan rata-rata). Unit dijual tanoa memperhatikan uutan pembeliannya dan menghitung HPP serta persediaan akhir seagai rata-rata tertimbang sedrrhana sebgai berikut:
Penjualan                                                         $24.000
HPP (30@$560)                                             $16.800
Laba kotor                                                       $  7.200
HPP dihitung dengan menggunakan rat-rata tertimbang dari biaya barang tersedia untuk dijual total dibagi dengan jumlah unit yang tersedia untuk dijual ($56.000/100=$560). Persediaan akhir dilaporkan pada neraca adalah $39.200.
2.2.3. Analisis Persediaan
Dampak Biaya Persediaan Terhadap Profitabilitas
Ringkasan hasil perhitungan dengan tiga alternative metode diatas adalah :
Metode
Persediaan awal
   Pembelian
Persediaan akhir
         HPP
FIFO
$20.000
$36.000
$42.000
$15.000
LIFO
$20.000
$36.000
$38.000
$18.000
Average Cost
$20.000
$36.000
$30.200
$16.800

laporan laba rugi berdasarkan ketiga metode berikut adalah:
         Metode
       Penjualan
Harga pokok penjualan
      Laba kotor
FIFO
$24.000
$15.000
$9.000
LIFO
$24.000
$18.000
$6.000
Average Cost
$24.000
$16.800
$7.200

Kesimpulan : laba kotor dapat dipengaruhi oleh pilihan metode penghitungan biaya perusahaan. Pada periode dimana harga meningkat, FIFO memberikan laba kotor yang lebih tinggi disbanding LIFO karena biaya persediaan yang lebih rendah dikaitkan dengan pendapatan penjualan dengan harga pasar terkini. Hal ini sering dinyatakan segai keuntungan fiktif FIFO karena laba kotor sebenarnya  merupakan penjumlahan dari laba ekonomi dan laba kepemilikan. Laba ekonomi sesuai dengan jumlah yang terjual dikalikan dengan selisih antar harga jual dan biaya penggantian persdiaan seperti dibawah ini:
Laba ekonomi = 30 unit X ($800-$600) = $6.000
Laba kepemilikan merupakan  kenaikan biaya penggantian karena persediaan telah diperoleh dan sama dengan jumlah unit terjual dikalikan dengan selisish biaya penggntian terkini dengan biaya perolehan awal, seperti dibawah ini:
Laba kepemilikan = 30 unit x ($600-$500) = $3.000
Dari laba kotor sebesar $9.000, sebesar $3.000 terkait dengan keuntungan inflasi yang diperoleh perusahaandari oembelian persdiaan masa lalu. Laba kepemilikan merupakan fungsi dari perpuratan persediaan – berapa lama persediaan tersimpan- dan tingkat inflasi. Salah satu masalah serius adalah bahwa keuntungan ini telah hilang selama beberapa decade terakhir karena inflasi yang lebih rendah dan pengawasan manajemen atas kuantitas persediaan melalui proses manufaktur yang lebih baik, serta pengendalis persdiaan yang lebih baik.pada negara yang tingkat inflasinya lebih tinggi disbanding Amerika Serikat, keuntungan kepemilikan FIFO masih menjadi masalah.
2.2.4. Dampak Biaya Persedian Terhadap Neraca
Pada periode harga meningkat, dan dengan asumsi persediaan belum melikuidasi laporan persediaan lamanya, LIFO melaporkan persediaan akhitr pada harga yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan biaya penggantian. Sehingga, neraca perusahan yang menggunakan LIFO, tidak secara akurat mencerminkan investasi lancaryang dimiliki perusahaan dalam persediaan.
2.2.5.  Dampak Biaya Persediaan Terhadap Arus Kas
Peningkatan laba ktor dengan metod FIFO juga menyebabkan laba sebelum pajak yang lebih tinggi, sehingga menimbulkan utang pajak yang lebih tinggi. Pada periode ini di mana harga meningkat, perusahaan dapat terjebak pada penguranagan arus kas karena membeyar pajak yang lebih tinggi dan perlu mengganti persediaan yang terjuala pada biaya penggantianyang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pembelian awal. Salah satu alasan digunakannya LIFO adalah pengurangan kewajiban pajak pada periode harga meningkat. Namun IRS mengharuskan bahwa perushaan yang menggunakan LIFO untuk tujuan pajak harus menggunakan metode ini untuk laporan keuangan. Ini merupakan aturan ketaan LIFO (LIFO conformity rule). Perusahaan yang menggunakan biaya persediaan LIFO diharuskan untuk mengungkapkan jumlah yang akan dilaporkan jika perusahaan menggunakan metode FIFO. Selisish anatar kdua metode ini dinamankan cadangan LIFO. Hal ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah yang akan memengaruhi arus kas kumulatif maupun periode berjalan karena penggunaan LIFO.
2.2.6. Masalah Penilaian Persediaan Lainnya
Likuidasi LIFO. Perusahaan diwajibkan mencatat setiap tingkat biaya sebagai kelompok npersediaan terpisah. Untuk biaya persediaan LIFO, persediaan akhir diloaporkan pada biaya pembelian terdahilu yang dapat lebih rendah atau lebih tinggi secara signifikandari buaya saat ini. Pada periode harga meningkat pengurangan  kuantitas masalah disebut sebagai likuidasi LIFO menghasilkan peningkqatan pada laba kotor seperti penggunaan pada biaya persediaan FIFObegitu juga sebaliknya. Dampak likuidasi LIFO dapat dilihat pada catatan kaki persediaan laporan tahunan. Perusahaan mengindikasikan bahwa pengurangan kuantitas persediaan menyebabkan penjualan barang yang dicatat dengan biaya masa lalu yang berbeda dengan biaya sekarang. Seorang anslisi LIFO harus hati-hati terhadap dampak likuidasi LIFO pada profitabilitas.
Penyajian Kembali (Restatement) Analisis Dari LIFO ke FIFO. Metode LIFO merupakan metide yang diharapkan oleh penganalisis, karena laporan laba rugi tidak membutuhkan penyesuaian besar disebabakan harga pokok penjualan telah mendekati biaya terkini. Namun metode ini menyebabkan persediaan neraca tidak mencerminkan harga saat ini-sering kali dinyatakan lebih rendah. Hal ini dapat mengurangi kegunaan berbagai pengukuran seperti rasio lancar atau rasio perputaran persediaan. Hal ini menyebabakan kemampuan perusahaan dalam memebayar utang terlalau rendah, perputara persediaan terlalau tinggi. Untuk mengatasinya, dapat menggunakan teknik analisis untuk menyesuaikan LIFO agar lebih mendekati situasi performa dengan mengasumsikan FIFO.
Penyesuaian neraca dimungkinkan jika perusahaan mengungkapakan selisish lebih biaya kini atas persediaan yang dihitung dengan LIFO, atau cadanagn LIFO. Maka diperlukan tiga penyesuain berikut :
1. Persdiaan = persediaan yang dilaporkan berdasarkan LIFO + cadangan LIFO
2. Pertambahan kewajiban pajak tengguhan sebesar: (cadangan LIFO X tariff pajak)
3. Saldo laba = saldo laba yang dilaporkan +[cadangan LIFO x (1-tarif pajak)
Umunnya saat harga meningkat, laba LIFO lebih kecil pada laba FIFO. Namun, dampak bersih dari penyajian kembali pada tahun manapun tegantung oada dampak kombinasi dari perubahan persediaan awal dan akhir serta factor lain termasuk likuidasi lapisan LIFO.
Penyajian Kembali (Restatement) Analisis Dari FIFO ke LIFO.  Penyesuaian ini membutuhkan asumsi penting sehingga bisa menimbulkan kesalahan. Laba LIFO mencakup laba kepemilikan atas persediaan awal. Terdapat manfaat untuk menghitung persediaan awal (PAFIFO) x tingkat inflasi untuk lini persediaan tertentu yang dimiliki perusahaan:
HPPLIFO  = HPPFIFO + (PAFIFO x r), dengan r sebagai tingkat inflasi.
Perhatikan bahwa r, bukan m,erupakan tingkat inflasi umum seperti IHK atau IHP. Indeks ini merupakan inflasi yang terkait dengan lini persediaan tertentu yang dimiliki perusahaan. Jika perusahaan memiliki beberapa lini produk, indeks prodeuksinya harus diestimasi secara terpisah. Jika r bukan buka tungkat inflasi pada umumnya seperti CPI tau IHP, dan dimaksud adalah indeks inflasi sehubungan dengan lini persediaan tertentu yang dimiliki perusahaan.Dalam hal ini perusahaan mempunyai berapa lini produk, secara teori, tiap lini tersebutharus diestimasi secara terpisah.
Estimasi r dapat menggunakan angka yang dikeluarkan opelh departemen perdagangan untuk industriu kusus perusahaan. Selain itu jika perusahaan menjalankan usaha erdasarkan komuditas dapat digunakan dengan asumsi bahwa komponen biaya biaya persediaan lain berubah secara proporsional terhadap bahan bakunya. Analisis juga dapat menggunakan tingkat inflsi perusahaan pesaing. Jika perusahaan dengan lini produk serupa menggunakan biaya persediaan LIFO, tingkat inflasi dapat diestimasi sebesar peningkatan cadangan LIFO : persediaan perusahaan pesaing erdasarkan FIFO pada akhir periode lalu sebagai berikut :
R =       perubahan cadangan LIFO
      Persediaan FIFO dari akhir periode lalu   
2.2.7. Biaya Persediaan Perusahaan Manufaktur Dan Dampak Peningkatan Produksi Biaya manufaktur terdiri atas tiga komponen :
1. Bahan baku atau bahan mentah – biaya dari bahan dasar yang digunakan untuk  membuat produk.
2. Tenaga kerja – biaya tenaga langsng yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk jadi.
3. Overhead – biaya tidak langsung pada prises manufaktur.
Overhead sering kali merupakan komponen biaya produk terbesar dan paling sulit diukur untuk tingkat produksi. Total overhead harus dialokasikan pada seluruh hasil produksi. Analisi biaya ini harus waspada bahwa alokasi biaya overheadbukan merupakan ilmu pasti dan sangat tergantung pada asumsi yang digunakan. Jika peningkatan pada tingkat produksi menyebabkan persediaan akhir meningkat, lebih banyak viaya overhead yang tinggal dineraca dan profitabilitas meningkat. Kemudian saat kuantitas persediaan menurun, laporan laba rugi tidak hanya terbebano niaya overhead periode berjalan tetapi juga biaya overhead perode sebelumnya yang berasal dari persediaan tahun berjalan, karenanaya laba menjadi turun. Oleh karena itu analisi harus waspada terhadap dampak perubahan tingkat prduksi terhadap laba yang dilaporkan.
2.3. Analaisis Asset Jangka Panjang
Aset jangka panjang metupakan aset yuang digunakan untuk menghasilkan penghasilan operasi atau mengurangi biaya operasi untuk lebih dari satu periode. Asset jangka panjang yang paling umum adalah asset tetap berwujudseperti bangunan, pabrik dan peralatan. Aset jangka panjang juga mencakup aset tak berwujud seperti hak paten, merk dagang, copyright, dan goodwill.
2.3.1. Kapitalisasi, Alokasi, dan Penurunan Nilai
Proses akuntansi aset jangka panjang mencakup tiga aktivitas terpisah, diantaranya kapitalisasi, alokasi, dan penurunan nilai. Kapitalisasi (capitalization) merupakan proses penangguhan biaya yang terjadi pada periode berjalan, tetapi manfaatnya diharapkan dapat berlangsung selama beberapa periode di masa depan. Kapitalisasi ini yang menciptakan akun asset.
Alokasi (allocation) merupakan proses pembebanan biaya tangguhan (aset) secara periodic sepanjang satu atau lebih periode amnfaat yang diharapkan. Proses alokasi ini dinamakna penyusutan untuk asset berwujud, amortisasi untuk asset tak berwujud, dan deplesi untuk sumber daya alam. Penurunan nilai (impairment) merupakan proses penurunan nilai buku asset saat arus kas yang diharapkan tidak lagi cukup untuk menutupi biaya tersisa yan masih tercatat pada neraca.
2.3.2.  Kapitalisasi
Aset jangka panjang diciptakan melalui proses kapitalisasi. Kapitalisasi berarti menempatkan aset di neraca, bukan membebankan biayanya dilaporan laba rugi. Untuk aset berwujud (hard asset) seperti Plant Property and Equiptment (PPE), aset dicatat sesuai nilai perolehan. Sedangkan untuk aset tak berwujud (soft asset) seperti litbang, iklan, biaya upah, kapitalisasi lebih bermasalah. Semua aset ini tidak menghasilkan keuntugan di masa depan, meskipun dapat ditempakan sebagai aset. Konsekuensinya, biaya aset tidak berwujud segera dibiayakan dan tidak dicatat pada neraca.
2.3.3. Alokasi
Alokasi merupakan pembebanan biaya aset secara periodik sepanjang periode manfaat yang diharapkan. Alokasi biaya disebut penyusutan (depreciation) jika terkait dengan aset tetap, amortisasi (amortization) jika digunakan untuk aset tak berwujud, dan deplesi (depletion) untuk sumber daya alam, ketiga istilah tersebut mengacu pada alokasi. Alokasi biaya meruoakan proses untuk mengaitkan biaya aset dengan manfaatnya dan bukan merupakan proses valuasi. Nilai tercatat aset (niali kapitalisasi dikurangi alokasi biaya kumulatif) tidak perlu mencerminkan nilai wajar.Tiga faktor ayng menentukan nilai alokasi biaya, yaitu periode manfaat, nilai sisa, dan metode alokasi.
2.3.4.  Penurunan Nilai (Impairment)
Jika arus kas yang diharapkan (tidak didiskonto) lebih kecil disbanding dengan nilai tercatat aset (biaya dikurangi akumulasi penyusutan), aset perlu diturunkan nilainya dan dinyatakan sebesar nilai pasar wajar (jumlah diskonto taksiran arus kas). Dampaknya adalah untuk mengurangi nilai tercatat aset pada neraca dan mengurangi profitabilitas sebesar jumlah yang sama.
Ada dua distorsi terkait dengan penurunan aset, yaitu.
a.Bias konservatif mendistorsi valuasi aset jangka panjang karena nilai aset dapat diturunkan namun tidak dapat dinaikkan
b.Pengakuan penurunan nilai aset memiliki dampak temporer besar yang mendistorsi laba bersih sementara berpotensi untuk meningkatkan kegunaan nilai aset pada neraca.                
2.3.5. Kapitalisasi Versus Pembebanan: Dampak terhadap Laporan Keuangan dan Rasio
Kapitalisasi merupakan bagian penting dari akuntansi modern. Kapitalisasi mempengaruhi baik laporan keuangan maupun rasionya. Kapitalisasi juga membuat laba menjadi lebih unggul dibandingkan arus kas sebagai pengukuran kinerja keuangan.
2.3.6.  Dampak Kapitalisai terhadap Laba
Kapitalisasi memiliki dua dampak terhadap laba. Pertama, kapitalisasi menangguhkan pengakuan biaya. Sehingga menghasilkan laba yang lebih tinggi selama periode akuisisi namun laba yang rendah pada periode berikutnya jika dibandingkan dengan pembebanan biaya. Kedua, kapitalisasi menghasilkan serial perataan laba.
2.3.7. Dampak kapitalisasi terhadap Tingkat Pengembalian Investasi
Kapitalisasi mempengaruhi laba maupun basis investasi dari rasio tingkat pengembalian investasi. Sebaliknya, membebankan biaya aset menghasilkan basis investasi yang lebih rendah dan meningkatkan fliuktuasi laba. Peningkatan fliktuasi laba diperbesar dengan digunakannya basis investasi, ayng mengarah pada rasio tingkat pemgembalian yang lebih berfliktuasi dan kurang bermanfaat. Pembebanan juga menghasilkan bias terhadap pengukuran laba, karena laba dinyatakan terlalu rendah pada tahun akuisisi dan terlalu tinggi pada tahun-tahun berikutnya.
2.3.8. Dampak Kapitalisasi  terhadap Rasio  Solvabilitas
biaya aset secara langsung, rasio solvabilitas, seperti rasio utang terhadap ekuitas mencerminkan kondisi perusahaan yang lebih buruk dari kondisi sebenarnya. Hal ini terjadi karena pembebanan biaya langsung menyebabkan ekuitas dinyatakan terlalu rendah untuk perusahaan yang memiliki aset produktif.
2.3.9.  Dampak Kapitalisasi terhadap arus Kas Operasi
Ketika biaya aset dibebankan langsung, biaya ini dilaporkan sebagai arus kas keluar aktivitas operasi. Sebaliknya, jika aset dikapitalisasi, biaya ini dilaporkan sebagai arus kas keluar aktivitas investasi. Hal ini berarti pembebanan langsung biaya aset akan menyatakan arus kas keluar operasi yang terlalu tinggi dan arus kas keluar investasi terlalu rendah pada tahun akuisisi dibandingkan degngan kapitalisasui biaya.
2.4. Analisis Asset Tetap dan Sumber Daya Alam
Properti, pabrik, dan peralatan (atau aset tetap) merupakan aset berwujud tak lancar yang digunakan dalam proses menafkur, penjualan, atau jasa untuk menhasilkan pendapat dan arus kas selama lebih dari satu periode. Oleh karena itu, aset ini memiliki periode manfaat yang diharapkan (masa manfaat) yang meliputi lebih dari satu periode. Aset ini diperoleh untuk digunakan dalam aktivitas operasi dan bukan untuk dijual pada aktivitas usaha biasa. Nilai atau potensi jasa yang dimiliki akan berkurang karena digunakan, dan aset ini biasanya merupakan aset operasi yang terbesar. Properti terkait dengan  biaya real estat: pabrik mengacu pada bangunan dan struktur operasi: dan peralatan mengacu pada mesin yang digunakan dalam operasi. Properti, pabrik, dan peralatan disebut juga aset produktif, aset model, dan aset tetap.
2.4.1. Menilai Aset Tetap dan Sumber Daya Alam
Menilai Properti, Pabrik, dan Peraalatan. Biaya ini mencakup beban apapun yang diperlukan agar aset tersebut berada dalam lokasi dan kondisi siap digunakan atau siap memberikan jasa seperti baiya angkut, instalasi, pajak, dan biaya pemasangan (set up). Seluruh biaya akuisisi dan persiapan dikapitalisasi pada saldo akun aset. Alasan digunakan biaya historis terutama sehubungan dengan objektivitasnya. Penilaian aset tetap dengan biaya historis, jika diterapkan secara konsisten, biasanya tidak menghasilkan distorsi yang serius. Bagian ini akan mempertimbangkan beberapa masalah khisus yang akan terjadi saat menilai aset.
2.4.2. Menilai Sumber Daya Alam
Sumber daya alam yang digunakan disebut aset yang dihabiskan (wasting asset), merupakan hak untuk mengambil atau mengonsumsi sumber daya alam.Juga sering kali terdapat biaya cukup tinggi untuk menemukan sumber daya yang dikapitalisasi dalam neraca, dan biaya ini langsung dibebankan saat sumber daya tersebut kemudian dipindahkan, dikonsumsi, atau dijual. Perusahaan biasanya mengalikasikan biaya sumber daya alam pada jumlah estimasi unit cadang yang tersedia.


2.4.3. Penyusutan
Prinsip dasar penyusutan laba adalah , laba yang mendapatkan manfaat dari penggunaan aset jangka panjang, harus menanggung bagian proporsional dan biaya aset tersebut. Penyusutan merupakan alikasi biaya bangunan dan peralatan (tanah tidak disusutkan) sepanjang masa manfaatnya.
Meskipun penambahan kembali dalam laporan arus kas atau nenan non kas, penyusutan tidak menghasilkan dana bagi penggantian aset. Hal ini merupakan kesalahan konseo yang umum terjadi. Pendanaan dari biaya modal dicapai melalui kegiatan arus kas operasi maupun pendanaan.
2.4.4. Tingkat Penyusutan
Tingkat penyusutan tergantung pada dua faktor , masa manfaat dan metode alokasi. Umur masa manfaat. Kerusakan fisik merupakan faktor penting yang membatasi masa manfaat, dan hamper seluruh aset mengalaminya. Frekuensi dan kualitas pemeliharaan mempengaruhi kerusakan fisik. Pemeliharaan dapat memperpanjang masa manfaat namun tidak bisa membuat masa manfaat menjadi takterbatas. Faktor pembatas lainnya adalah keusangan, yang mengurangi masa manfaat melalui perkembangan teknologi, pola konsumsi dan kekuatan ekonomi. Keusangan bisa terjadi jika perkembangan teknologi membuat aset menjadi tidak efisien atau tidak ekonomis sebelum masa manfaatnya habis.
Metode Alokasi. Keragaman penyusutan secara signifikan disebabkan oleh metode yang dipilih. Kita akan melihat ada dua jenis metode yang biasa digunakan, garis lurus dan dipercepat.
Garis Lurus. Metode penyusutan garis lurus (straight line) mengalokasikan biaya aset pada masa manfaat berdasarkan beban periodic yang sama. Bangunan dibandingakan untuk mesin dimana penggunanya merupakan faktor yang lebih penting. Penentu penyusutan lain, keusangan, tidak selalu terjadi seragam sepanjang waktu. Namun karena tidak adanya informasi mengenai tingkat penyusutan yang mungkin, metode garis lurus memiliki keunggulan karena sederhana. Karakteristik ini, memungkinkan yang menjadikan metode ini popular, diandingkan karakteristik lainnya.
Analisis kita harus mewaspadai kelemahan konseptual penyusutan garis lurus. Penyusutan garis lurus secara implist mengasumsikan bahwa penyusutan pada tahun-tahun awal sama dengan tahun berikutnya saat mungkin aset telah kurang efisien dan membutuhkan pemeliharaan yang lebih tinggi.Penyusutan garis lurus menghasilkan bias yang makin besar pada pola tingkat pengambilan aset sepanjang waktu. Meskipun biaya pemeliharaan dapat menurunkan laba sebeum penyusutan, biaya ini tidak menghilangkan dampak meningkatnya pengembalian seiring waktu. Tentunya, peningkatan aset yang sudah tua tidak tercermin pada sebagian besar perusahaan.
Dipercepat. Metode penyusutan yang dipercepat (acceleranted) mengalokasikan biaya aset sepanjang masa manfaat dengan pola yang semakin menurun. Penggunaan metode ini didukung oleh penerimaan dan interval Revenue Code. Daya penarik metode ini untuk tujuan pajak adalah percepatan alokasi biaya dan berikut penangguhan laba kena pajak. Semakin cepat aset dihapuskan untuk tujuan pajak semakin besar penangguhan  pajak untuk masa depan, dan semakin banyak dana yang tersedia lagsung untuk operasi. Konsep yang mendukung metode dipercepat adalah padangan bahw beban penyusutan yang semakin kecil sepanjang waktu merupakan kompensasi atas (1) peningkatan biaya perbaikan dan perawatan, (2) penurunan pendapatan dan efisiensi operasi, serta (3) peningkatan ketidakpastian pendapatan atas aset berumur di masa depan (karena keusangannya)
Dua metode penyusutan dipercepat yang paling umum adalah saldo menurun dan jumlah angka tahun. Metode saldo menurun (declining-balance method) mengenakan tariff tetap terhadap saldo akun yang semakin turrun (nilai tercatat). Dalam praktik, perkiraan tingkat amortisasi beban penyusutan yang makin turun adalah dengan menggunakan tariff ganda (sering kalin dua kali lipat) dari tariff garis lurus.
Khusus. Metode penyusutan khusus ditentukan pada industrui tertentu seperti baja dan mesin berat. Persamaan metode ini adalah dikaitkannya beban penyusutan pada aktivitas penggunaan asset. Jika metode  aktivitas atau yang biasa juga disebut sebagai metode unit produksi dietapkan, perlu menelaah estimasi masa manfaat secara periodic.
2.4.5. Deplesi
Deplesi merupakan alokasi biaya sumber daya alam  berdasarkan tingkat pemungutan. Deplesiasi tergantung pada produksi, menghasilkan lebih banyak produksi  berarti mengeluarkan biaya deplesi yang lebih pula.


2.4.6. Penurunan nilai
Bangunan dan sumber daya alam biasanya disusutkan selama masa manfaat berdasarkan prinsip alokasi dengan tujuan penentuan laba. Nilai yang terbawa dari asset yang disusutkan tidak dirancang untyuk merefleksikan nilai sekarang dari asset.  Meskipun dengan konservativ, akuntansi seringkali melakukan refleksi nilai, dengan menurunkan nilai pada neraca (write down) untuk merefleksikan nilai saat ini. saat Ini akuntansi tidak memperbolehkan menuliskan nilai asset untuk merefleksikan nilai pasar.
2.4.7. Menganalisis Asset Tetap Dan Sumber Daya Alam
Valuais asset tetap dan sumberdaya alam menekankan objektivitas biaya historis. Namun, biaya historis tidak relevan dalam menilai asset pengganti. Juga biaya ini tidak dapat dibandingkan untuk beberapa lapiran keuangan perusahaan, dan tidak terlalu bermanfaat untuk mengukur biaya kesempatan atau dalam menilai kegunaan alternative dana. Dalam periode tingkat dana meningkat, biaya histori mencerminkan daya beli yang bebeda.
Penilaian nilai asset tetap menjadi sebesar nilai pasar tidak diperbolehkan dalam akuntansi. Namun, konservatismen mengizinkan adanya oenghapusan nilai karena penurunan nilai yang permanen. Penurunana nilai menghilangkan beban yang terkait dengan aktivitas operasi  pada periode masa depan.
Aturan akuntansi untuk menurunkan nilai asset jangka panjang mewajibkan perusahaan untuk secara berkala menelaah kejadian atau perubahan kondisi yang merupakan penurunan nilai. Penurunan asset setelahnya dapat mendistorsi hasil yang dilaporkan. Jika taksiran arus kas tidak lebih kecil dari nilai yang tercatat asset, maka  nilai asset diturunkan. Kerugian penurunan nilai dihitung sebagai selisish nilai tercatat asset dengn nilai wajarnya.
2.4.8. Menganalisis Penyusutan Dan Deplesi
Sebagaian besar perusahaan menggunakan aset produktif jangka panjang pada aktivitas operasi mereka, dan penyusutan merupakan beban utama. Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah adanya revisi masa manfaat asset.
Biasanya tidak ada pengungkapan mengenai hungun antar tingkat penyusutan dan ukuran kelompok asset, maupun antara tingkat tersebut dan metode akuntansi. Tantangan lain bagi analisis ini berasal dari perbedaan metode alokasi yang digunakan untuk pelaporan keuangan dan tujuan pajak. Tiga kemungkinan yang umum adalah:
2.4.9. Analisi Penurunan Nilai
Tiga masalah analis yang timbul dari penurunan nilai adalah evaluasi kelayakan jumlah penurunan nilai, evaluasi kelayakan waktu penurunan nilai, dan analisis efek penurunan nilai terhadap laba.
Evaluasi waktu penurunan asset juga cukup penting dan merupaka tugas analis tersulit. Pertama perlu melakukan identifikasi asset yang diklasifikasikan akan turun, kemudian mengukur presentase asset yang dihapus dan evaluasi apakah nilai penghapusan layak atau tidak untuk kelas asset yang bersangkutan. Jika penghapusa terjadi, akibat kelemahan industry secara keseluruhan  maka nakan sengan bermanfaat apabila membandingkan prosentase penghapusan yang dilakukan suatu perusahaan dengan perusahaan lain di dalam industry yang sama.

2.5. Analisis Asset  Tidak Berwujud
Asset tidak berwujud merupakan hak, istimewa, dan manfaat kepemilikan atau pengendalian.. Dengan karakteristik umum tingginya ketidak pastian masa manfaat dan tidak adanya wujud fisik. Asset tidak berwujud sering kali tidak dapat dipisahkan dari suatu perusahaan atau segmennya, masa manfaat yang tidak terhingga, dan mengalami perubahan penilaian yang besar karena kondisi yang kompetitif.
Terdapat berbedaan penting antar akuntansi asset berwujid dan tak berwujud. Jika perusahaan menggunakan bahan baku dan tenaga kerja untuk menciptakan asset berwujud, perusahaan akan mengkapitalisasi biaya dan menyusutkannya sepanjang masa manfaat. Sebaliknya jika perusahaan menghabisankan uang untuk mengiklankan suatu produk atau melatih agen penjualan  perusahaan tidak dapat menkapitalisasi biaya ini meskipun terdapat manfaat masa depan.
2.5.1. Akuntansi asset tak berwujud
a. Asset tak berwujud yang dapat diidentifiksikan merupaka asset tak berwujud yang dapat diindenifikasi terpisah dan dikaitkan dengan hak   tertentu atau keistimewaaan selama periode manfaat yang terbatas.
b. asset tidak berwujud yang tidak dapat diidentifikasikan merupakan asset yang dapat dikembangkan secara internal atau dibeli namun tidak dapat diidentifikasikan dan sering kali memiliki masa manfaat yang tak terhingga. Misalnya good will, perusahaan harus membebankan biaya pengembangan, pemeliharaan dan pemulihan asset tak berwujud saat terjadnya, kecuali good will.
2.5.2.  Amortisasi Asset Tak Berwujud
Saat kapitalisasi iaya asset tak berwujud yang dapat atau tidak dapat diidentifikasi, biaya tersebut selanjutnya harus diamortisasi sepanjang periode masa manfaat asset. Jangka masa manfaat tergantung pada dari jenis, kondisi permintaan, situasi kompetitif, hokum, kontrak, aturan atau batasan ekonomis lainnya. Misalnya, hak paten merupakan hak eksekutif yang diberikan pemerintah kepada investor selama periode tertentu.
2.5.3. Menganalisis Asset Tak Berwujud
Analisis sering kali mencurigai asset tak berwujud saat menilai laporan keuangan. Asset tak berwujud sering kali merupakan salah satu asset berharga yang dimiliki perusahaan dan sering kali terjadi kesa;ahan penilaian yang serius. Misalnya, good will dicatat hanya oada saat akuisisi, sebagian besar good will mungkin terdapat pada neraca. Namun, sering kali good will tercermin dalam kelebihan laba. Jika kelebihan laba tidak terbukti, maka good will aik dibeli maupun tidak, hanyalah bernilai kecil atau bahkan tidak bernilai.
Dalam menganalisis asset tidak berwujud, diperlukan suatu estimasi sendiri mengenai penilaian asset. Analisis juga harus waspada terhadap komposisi, penilaian, dan di posisi good will.Good will dihapus jika klebihan laba mendasari eksistensinya tidak ada lagi.
2.5.4. Asset Tidak Berwujud Dan Kontinjensinya Yang Tak Tercatat
Salah satu asset penting dalam kategori ini adalah good will yang diciptakan secara internal. Pengeluaran untuk menciptakan good will sering kali diebankan saat terjadinya. Jika good will diciptakan dan dapat dijual dan menghasilkan laba yang lebih besar, laba saat ini terlalu rendah karena pembebanan penegmbangan.
Salah satu asset tak tercatat  yang terkait dengan pembebanan yang terkait dengan elemen jasa atau ide. Sebagai contoh adalah program televises yang dicatat sebesar biaya tersembunyi untuk menghasilkan penghasilan lisensi yang bernilai jutaan.

BAB 3
SIMPULAN

1.      Kas merupakan asset yang paling liquid, mencangkup mata uang, deposito dana, money orders dan cek. Sedangkan setara kas tergolong asset yang sangat lancar, investasi jangka pendek yang siap dikonversi menjadi kas, dan hampir jatuh tempo sehingga risiko perubahanj harga yang disebabakan pergerakan tingkat bunga minimal.
2.      Persediaan merupakan barang yang dijual dalam aktivitas operasi normal perusahaan. Pentingnya metode akumulasi biaya dalam penilaian persediaan disebabakan oleh dampaknya pada laba bersih dan penilaian asset. Metode persediaan digunakan untukm mengalokasikan biaya barag tersedia untuk dijual pada harga pokok penjualan atau persediaan akhir.
3.      Aset jangka panjang metupakan aset yuang digunakan untuk menghasilkan penghasilan operasi atau mengurangi biaya operasi untuk lebih dari satu periode. Asset jangka panjang yang paling umum adalah asset tetap berwujudseperti bangunan, pabrik dan peralatan. Aset jangka panjang juga mencakup aset tak berwujud seperti hak paten, merk dagang, copyright, dan goodwill.
4.      Properti, pabrik, dan peralatan (atau aset tetap) merupakan aset berwujud tak lancar yang digunakan dalam proses menafkur, penjualan, atau jasa untuk menhasilkan pendapat dan arus kas selama lebih dari satu periode. Oleh karena itu, aset ini memiliki periode manfaat yang diharapkan (masa manfaat) yang meliputi lebih dari satu periode.
5.      Asset tidak berwujud merupakan hak, istimewa, dan manfaat kepemilikan atau pengendalian.. Dengan karakteristik umum tingginya ketidak pastian masa manfaat dan tidak adanya wujud fisik. Asset tidak berwujud sering kali tidak dapat dipisahkan dari suatu perusahaan atau segmennya, masa manfaat yang tidak terhingga, dan mengalami perubahan penilaian yang besar karena kondisi yang kompetitif.



1 comment: