BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sejak pemerintahan
Indonesia dilanda krisis ekonomi pada awal tahun 1997 membuat perekonomian
terpuruk dan mendorong pemerintah untuk melepas sebagian wewenang pengelolaan
keuangan kepada daerah dan diharapkan daerah dapat membiayai kegiatan
pembangunan dan pelayanan masyarakat atas dasar kemampuan sendiri. Otonomi
daerah dimulai dengan dikeluarnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dan UU No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Daerah, yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 55 Tahun 2005 Tentang
Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Daerah. Otonomi daerah adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Salah satu dana
perimbangan yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) & Dana Alokasi Khusus (DAK) dana
yang dialokasikan merupakan dana yang berasal dari Pemerintah Pusat yang
diambil dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar
daerah untuk membiayai kebutuhanpengeluaran Pemerintah Daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.Maka menjadi penting bagi kami untuk membahas secara
rinci tentang “Dana Perimbangan”.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dana perimbangan ?
2.
Bagaimana pembagian dana perimbangan ?
3.
Bagaimana pelaksanaan anggaran transfer
ke Daerah ?
4.
Bagaimana pengelolaan terhadap keuangan
Daerah ?
5.
Bagaimana penatausahaan dan
pertanggungjawaban transfer ke Daerah ?
6.
Bagaimana Pengawasan Dan Pengendaliannya
?
1.3.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian dana perimbangan.
2.
Mengetahui pembagian dana perimbangan.
3.
Mengetahui pelaksanaan anggaran transfer
ke Daerah.
4.
Mengetahui pengelolaan terhadap keuangan
Daerah.
5.
Mengetahui penatausahaan dan
pertanggungjawaban transfer ke Daerah.
6.
Mengetahui Pengawasan Dan Pengendaliannya.
1.4.
Metodologi
Penyusunan
makalah ini menggunakan metode observasi dan kepustakaan, observasi yang
dilakukan seperti studi pustaka dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan
judul/tema makalah.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian
Dana Perimbangan
2.1.1. Dana Perimbangan
Menurut
undang-undang Nomor 55 Tahun 2015 tentang Perimbangan Keuangan menjelaskan
pengertian Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi.
Perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah suatu system
pembagian keuangan secara adil, proporsional, demokratis, transfaran, dan
efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan
mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran
pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan subsistem
keungan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah yang didasarkan atas kewenangan yang diberikan dengan
memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal nasional.
Ada
tiga alasan untuk melakukan transfer antar pemerintah dilihat dari sudut
pandang ekonomi yaitu :
1.
Terdapat ketidakseimbangan fiskal vertikal
(vertical fiscal imbalances) yang
terjadi karena pemerintah pusat menguasai pajak-pajak utama, sehingga sumber
pajak yang dikuasai daerah tidak memadai untuk mendanai berbagai
pengeluarannya.
2.
Adanya ketidakseimbangan fiskal
horizontal (horizontal fiscal imbalances)
yaitu perbedaan kapasitas dan kebutuhan fiskal antar daerah.
3.
Adanya efek pelimpahan antar daerah (spill-over effect) yaitu eksternalitas
ekonomis dan eksternalitas disekonomis dari suatu kegiatan di suatu daerah
kepada daerah lainnya
Dari beberapa
penjelasan tersebut disimpulkan bahwa dana perimbangan dimaksudkan untuk
membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, mengurangi ketimpangan sumber
pendanaan pemerintahan antar pusat dan daerah serta untuk mengurangi
kesenjangan pendanaan pemerintah antar daerah. Hal tersebut sejalan dengan
kebijakan pemerintah terkait kebijakan anggaran transfer ke daerah pada tahun
2015 sebagaimana disebutkan dalam Nota Keuangan RAPBN 2015.
Dalam menyikapi hal
ini, pemerintah pusat memutuskan untuk menerapkan system perimbangan keuangan
pusat dan daerah (inter-governmental
transfer system) dalam undang-undang otonomi daerah melalui tiga pendekatan
yang umum dilakukan oleh banyak Negara, yaitu :
1.
Pendekatan berdasarkan persentase (by percentage)
Pendekatan
dalam system perimbangan keuangan pusat dan daerah berdasarkan persentase
merupakan strategi yang paling baik untuk menciptakan keadilan bagi semua
daerah.Artinya, daerah yang potensial dari sudut ekonomi dan sumber daya alam,
maka daerah tersebut mendapatkan bagian pendapatan yang relative lebih besar
dibandingkan daerah yang perkembangan perekonomian dan potensi sumber daya
alamnya relative sedikit.
2. Pendekatan
berdasarkan formula (by formula)
Pendekatan
berdasarkan formula bertujuan untuk mendekati pembagian yang relative adil dan
objektif sesuai dengan kondisi terakhir daerah.
3. Pendekatan
berdasarkan kebutuhan yang bersifat khusus atau incidental (by ad-hoc or specific need)
Pendekatan
berdasarkan kebutuhan incidental adalah membantu daerah-daerah khusus yang
membutuhkan tambahan dana untuk menanggulangi suatu pengeluaran daerah yang
disebabkan oleh suatu keadaan tertentu, misalnya bencana alam dan lain-lain.
Dalam struktur APBD,
dana perimbangan termasuk dalam kelompok pendapatan daerah, yang terdiri atas
Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus.
2.2.Pembagian
Dana Perimbangan
2.2.1.
Dana
Alokasi Umum (DAU)
Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah, yang dimaksud dengan dana alokasi umum yaitu dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi.Bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antara daerah yang satu
dengan daerah lainnya (horizontal
imbalances).Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan dalam bentuk block grant,
yang berarti pemerintah daerah leluasa menggunakannya karena tidak terkait
dalam kriteria tertentu.Dana Alokasi Umum terdiri dari Dana Alokasi Umum untuk
Daerah Provinsi dan Dana Alokasi Umum untuk Daerah Kabupaten/Kota.
Formulasi
DAU bertujuan untuk pemerataan sumber daya dengan mempertimbangkan kemampuan
setiap daerah dan kebutuhannya. Daerah yang lebih mampu akan mendapatkan DAU
yang lebih sedikit atau bahkan tidak mendapatkan DAU sama sekali. UU
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menetapkan formula yang
digunakan dalam perhitungan DAU adalah alokasi dasar dan konsep kesenjangan
fiskal (fiscal gap), yaitu selisih
antara kebutuhan fiskal (fiscal needs)
dengan kapasitas fiskal (fiscal
capacity). Menurut Dr. Rizal Djalil (2014 : 142) alokasi dasar dihitung
berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Formula tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :
DAU = Alokasi Dasar (AD) + Celah Fiskal
(CF)
Keterangan
:
AD
= Gaji PNS di Daerah
CF
= Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal
Formula tersebut membawa konsekuensi
sebagai berikut :
1.
Daerah yang memiliki nilai celah fiskal
lebih besar dari nol, menerima DAU sebesar alokasi dasar ditambah celah fiskal.
2.
Daerah yang memiliki nilai celah fiskal
sama dengan nol, menerima DAU sebesar alokasi dasar.
3.
Daerah yang memiliki nilai celah fiskal
negative dan nilai negative tersebut lebih kecil dari alokasi dasar, menerima
DAU sebesar alokasi dasar setelah perhitungan nilai celah fiskal, dan
4.
Daerah yang memiliki nilai celah fiskal
negative dan nilai negative tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar,
tidak menerima DAU.
PP
Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan menjelaskan secara rinci mengenai
formula DAU.Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil
Daerah.Kebutuhan fiskal diukur menggunakan variable jumlah penduduk, luas
wilayah, indeks Kemahalan Konstruksi, PDRB perkapita, dan Indeks Pembangunan
Manusia.Sedangkan kapasitas fiskal diukur berdasarkan PAD dan Dana Bagi Hasil.
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun
2005 cara perhitungan DAU sesuai dengan konsekuensinya yaitu :
1.
Contoh perhitungan DAU :
Kebutuhan
Fiskal = Rp 150 Miliar
Kapasitas
Fiskal = Rp 100 Miliar
Alokasi
Dasar = Rp 50 Miliar
Celah
Fiskal = Kebutuhan Fiskal –
Kapasitas Fiskal
=
Rp 150 Miliar – Rp 100 Miliar = Rp 50 Miliar
DAU =
Alokasi Dasar + Celah Fiskal
Total DAU =
Rp 50 Miliar + Rp 50 Miliar
= Rp 100
Miliar
2. Contoh
perhitungan kebutuhan fiskal sama dengan kapasitas fiskal
Kebutuhan
Fiskal = Rp 100 Miliar
Kapasitas
Fiskal = Rp 100 Miliar
Alokasi
Dasar =
Rp 50 Miliar
Celah
Fiskal =
Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal
=
Rp 100 Miliar – Rp 100 Miliar =Rp0
DAU =
Alokasi Dasar + Celah Fiskal
Total
DAU =
Rp 50 Miliar + Rp 0 Miliar
=
Rp 50 Miliar
3.
Dalam hal celah fiskal negatif maka
jumlah DAU yang diterimaDaerah adalah sebesar Alokasi Dasar setelah
diperhitungkan dengancelah fiskalnya. Contoh perhitungan:
Kebutuhan
Fiskal = Rp 100 Miliar
Kapasitas
Fiskal = Rp 120 Miliar
Alokasi
Dasar = Rp 50 Miliar
Celah
Fiskal = Kebutuhan Fiskal –
Kapasitas Fiskal
= Rp 100 Miliar – Rp 120 Miliar =Rp -25
Miliar
DAU = Alokasi Dasar +
Celah Fiskal
Total
DAU = Rp 50 Miliar + (-Rp
25 Miliar)
= Rp 25
Miliar
4.
Contoh perhitungan: Celah Fiskal
(negatif) melebihi Alokasi Dasar
Kebutuhan
Fiskal = Rp 100 Miliar
Kapasitas
Fiskal = Rp 175 Miliar
Alokasi
Dasar = Rp 50 Miliar
Celah
Fiskal = Kebutuhan Fiskal –
Kapasitas Fiskal
= Rp 100
Miliar – Rp 175 Miliar =Rp -75 Miliar
DAU = Alokasi Dasar +
Celah Fiskal
Total
DAU = Rp 50 Miliar + (-Rp
75 Miliar)
= -Rp 25
Miliar menjadi (Nol) Rp 0
Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 250/PMK.07/2014 tentang pengalokasian
transfer ke daerah dan dana desa memerlukan beberapa data dasar yang harus
diberikan untuk perhitungan DAU antara lain :
1.
Kepala Badan Pusat Statistik
menyampaikan data dasarpenghitungan DAU kepada Menteri Keuangan paling
lambatbulan Juli tahun anggaran sebelumnya, yang meliputi:
1. jumlah
penduduk
2. indeks
pembangunan manusia
3. produk
domestik regional bruto per kapita dan
4. indeks
kemahalan konstruksi
2.
Penyampaian data sebagaimana dimaksud disertai
dengan penjelasan metode pengolahan data.
3.
Menteri Dalam Negeri menyampaikan kode
dan data wilayahadministrasi pemerintahan provinsi, kabupaten dan kotakepada
Menteri Keuangan paling lambat bulan Juli tahunanggaran sebelumnya.
4.
Kepala Badan Informasi Geospasial
menyampaikan data luaswilayah perairan provinsi, kabupaten dan kota
kepadaMenteri Keuangan paling lambat bulan Juli tahun anggaransebelumnya.
5.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
menyiapkan dataDana Bagi Hasil, Pendapatan Asli Daerah, total belanjadaerah,
dan gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah paling lambatbulan Juli tahun anggaran
sebelumnya
2.2.1.1 Bentuk Dana Alokasi Umum
Dana
Alokasi Umum dialokasikan kepada daerah-daerah berdasarkan perhitungan, Alokasi
dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.Kebutuhan
fiskal diukur menggunakan variable jumlah penduduk, luas wilayah, indeks Kemahalan
Konstruksi, PDRB perkapita, dan Indeks Pembangunan Manusia.Sedangkan kapasitas
fiskal diukur berdasarkan PAD dan Dana Bagi Hasil.Sumber-sumber pembiayaannya
yang diajukan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri oleh daerah
tersebut. Bentuknya dapat berupa rencana suatu kegiatan tertentu atau dapat
berbentuk dokumen program rencana pengeluaran tahunan dan multi tahunan untuk
sektor-sektor serta sumber-sumber pembiayaannya dialokasikan untuk kepentingan
pembangunan, misalnya infrastruktur atau layanan dasar (pendidikan, kesehatan,
dan sebagainya) atau upaya perluasan lapangan pekerjaan.
2.2.1.2 Penerapan Dana Alokasi Umum
Besarnya
Dana Alokasi Umum diterapkan sekurang - kurangnya 26% dari penerimaan dalam negeri yang dterapkan dalam
APBN. DAU ini merupakan seluruh alokasi umum Daerah Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota. Kenaikan Dana Alokasi Umum akan sejalan dengan penyerahan dan
pengalihan kewenangan Pemerintah Pusat kepada Daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.Jumlah Dana Alokasi Umum bagi semua Daerah Provinsi dan Jumlah
dana Alokasi Umum bagi semua Daerah Kabupaten/Kota masing-masing ditetapkan
setiap tahun dalam APBN.
Dana
Alokasi Umum untuk suatu Daerah Provinsi tertentu ditetapkan berdasarkan jumlah
Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah provinsi yang ditetapkan dalam APBN
dikalikan dengan rasio bobot daerah provinsi yang bersangkutan, terhadap jumlah bobot seluruh
provinsi. Porsi Daerah Provinsi ini merupakan persentase bobot daerah provinsi
yang bersangkutan terhadap jumlah bobot
semua daerah provinsi di seluruh Indonesia.Dalam hal penentuan proporsi belum dapat dihitung secara kuantitatif,
proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10%
(sepuluh persen) dan 90% (sembilan puluh persen).Dana Alokasi Umum untuk suatu
daerah Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan
berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk seluruh daerah
Kabupaten/kota yang ditetapkan dalam APBN dengan porsi daerah Kabupaten/Kota
yang bersangkutan. Berdasarkan tentang dana perimbangan, maka kebutuhan wilayah
otonomi daerah merupakan perkalian dari total pengeluaran daerah rata-rata
dengan penjumlahan dari indeks: penduduk, luas daerah, kemiskinan relatif dan
kenaikan harga setelah dikalikan dengan bobot masing-masing indeks.
1.
Indeks Penduduk
2.
Indeks Luas Wilayah
3.
Indeks Kemiskinan Relatif
4.
Indeks Harga
Potensi
ekonomi daerah dihitung berdasarkan perkiraan penjumlahan penerimaan daerah yang berasal dari PAD,
Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan
dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam, yang dituliskan sebagai berikut:
PAD
+ PBB + BPHTB + BHSDA + PPH
Bobot
daerah adalah proporsi kebutuhan dana alokasi umum suatu daerah dengan total
kebutuhan dana alokasi umum suatu daerah. Hasil Perhitungan Dana Alokasi Umum
untuk masing-masing Daerah ditetapkan dengan Keputusan Presiden berdasarkan
usulan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.
2.2.1.3 Penetapan Dana Alokasi Umum
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 penetapan dana alokasi umum per daerah
ditetapkan dengan peraturan presiden. Alokasi DAU tambahan ditetapkan dengan
peraturan menteri keuangan, dana alokasi umum suatu daerah provinsi dan
kabupaten/kota ditetapkan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Alokasi
Dana Alokasi Umum untuk masing-masing daerah provinsi dan kabupaten/kota tahun
2006 ditetapkan tidak lebih kecil dari DAU Tahun 2005.Berdasarkan pagu dalam
Undang-Undang mengenai APBN dan hasil pembahasan alokasi DAU untuk
provinsi,kabupaten dan kota ditetapkan alokasi DAU untuk provinsi, kabupaten
dan kota.Alokasi DAU untuk provinsi, kabupaten dan kotatercantum dalamPeraturan
Presiden mengenai rincian APBN.
2.2.1.4 Tata Cara Penyaluran Dana Alokasi
Umum
Menurut
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 241/PMK.07/2014 tentang
pelaksanaan dan pertanggungjawaban transfer ke daerah dan desa. Penyaluran Dana
Alokasi Umum kepada masing-masing kas daerah dilaksanakan oleh Menteri Keuangan
secara berkala. DAU disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari kas umum Negara
ke rekening kas umum Daerah, penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan
masing-masing sebesar 1/12 dari alokasi DAU daerah yang bersangkutan. Penyaluran
DAU dilaksanakan pada hari kerja pertama untuk bulan januari dan 1 hari kerja
sebelum hari kerja pertama berikutnya untuk bulan februari sampai bulan
desember.
2.2.1.5 Penggunaan Dana Alokasi Umum
Penggunaan
DAU sebagai instrumen kebijakan digunakan untuk memenuhi kebutuhan semua
kegiatan pemerintah daerah.Dalam kebijakan trasfer fiskal untuk mendorong suatu
kegiatan di pemerintahan daerah agar semua kegiatan yang berhubungan dengan
prioritas pemerintah dilaksanakan dengan lancar oleh daerah.Dengan adanya
subsidi dari pemerintah yang berupa DAU ini dapat mengatasi ketidakseimbangan
fiskal di daerah yang dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik,
perbaikan sarana, dan belanja pegawai.Setiap penggunaan Dana Alokasi Umum ini
harus dilaporkan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri setiap triwulan.
2.2.1.6 Pemanfaatan Dana Alokasi Umum
Dana
Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu bentuk dana perimbangan yang mempunyai
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang dimaksudkan untuk
mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah melalui penerapan formula
yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. DAU diharapkan menjadi
sebuah modal dalam rangka menciptakan pemanfaatan yang lebih baik. Jika dana
dialokasikan untuk kepentingan pembangunan, misal infrastruktur atau layanan
dasar (pendidikan, kesehatan, dan sebagainya) atau upaya perluasan lapangan
pekerjaan, maka hal ini akan memiliki dampak yang besar bagi masyarakat dengan
tersedianya pelayanan publik yang lebih baik maupun mengurangi pengangguran
dengan penyerapan tenaga kerja di sejumlah sentra-sentra lapangan kerja. Dengan
demikian, DAU menjadi penting bagi suatu daerah sebagai salah satu pendapatan
daerah yang dapat digunakan sebagai modal untuk memenuhi kebutuhan
daerah.Semakin tinggi DAU maka alokasi belanja modal juga meningkat. Hal ini
disebabkan karena daerah yang memiliki pendapatan (DAU) yang besar maka alokasi
untuk anggaran belanja daerah (belanja modal ) akan meningkat.
2.2.1.7 Implementasi Dana Alokasi Umum
Dana
Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan
kepada Daerah untuk membantu mendanai dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Sementara itu,Di dalam implementasinya bahwa DAU yang dipraktikkan sekarang ini
adalah bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada
daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.untuk kepentingan
pembangunan, misal infrastruktur atau layanan dasar (pendidikan, kesehatan, dan
sebagainya) atau upaya perluasan lapangan pekerjaan.
2.2.1.8 Permasalahan Dana Alokasi Umum
Permasalahan
dalam implementasinya, DAU banyak
terserap di belanja pegawai menjadi hal yang krusial di daerah. Karena urgensi
dari belanja tidak sejalan dengan pembangunan masyarakat sesuai dengan kebutuhan
dan tuntutan yang ada.Pemberian DAU untuk gaji pegawai tidak sejalan
perampingan pegawai sesuai dengan kebutuhan yang ada. Permasalahan tersebut
antara lainyaitu :
1.
Terjadi ambivalen secara ideologis
maupun teknis, artinya permasalahan pegawai cenderung bagian sebuah pendulum
yang menuju ke arah permainan kepentingan antara pusat dan daerah. Daerah
dituntut memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berkompenten dalam menunjang
kinerja desentralisasi tetapi secara teknis penerimaan pegawai sebagai lahan
politis dan ekonomis.
2.
Desentralisasi pada dinamika perjalanannya
terjadi bias hubungan birokrat dengan masyarakat. Begitu halnya dengan
penerimaan pegawai tidak tahu akan urgensi atau kualifikasi yang dibutuhkan
karena pemerintahan daerah kurang mengetahui tuntutan, tantangan serta situasi
yang berkembang di masyarakat.
3.
DAU untuk pembangunan sulit untuk
diterapkan karena hanya menjadi retorika belaka. DAU banyak terserap untu
belanja pegawai hal ini sangat tidak efektif.
2.2.2
Dana
Alokasi Khusus (DAK)
Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005
tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah, yang dimaksud dengan dana alokasi umum
yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Bertujuan untuk mengurangi kesenjangan
antara daerah yang satu dengan daerah lainnya (horizontal imbalances).DAK
adalah danayang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikankepada daerah
tertentu dengan tujuan untuk membantumendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan daerahdan sesuai dengan prioritas nasional.Setelah menerima usulan
kegiatan khusus sebagaimana Menteri Keuanganmelakukan penghitungan alokasi DAK.Penghitungan
alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahapan, yaitu:
1. Penentuan
daerah tertentu yang menerima DAK dan
2. Penentuan
besaran alokasi DAK masing-masing daerah.
Penentuan Daerah Tertentu sebagaimana
dimaksud pada poin satu harus memenuhi kriteria umum, kriteriakhusus, dan
kriteria teknis.Besaran alokasi DAK masing-masing daerah ditentukan
denganperhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteriakhusus, dan
kriteria teknis. Pemerintah daerah yang menerima DAK harus memenuhi beberapa Kriteria
diantaranya:
1.
Kriteria umum dirumuskan berdasarkan
kemampuan keuangan fiskal keuangan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum
APBD setelah dikurangi belanja PNS.
KKD
= Penerimaan umum APBD – Belanja PNS
Penerimaan
Umum APBD = PAD+DAU+(DBH-DBHDR)
2.
Kriteria khusus dirumuskan berdasarkan kewilayahan
peraturan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus dan karakteristik
daerah. Serta melihat karakteristik daerah memperhitungkan kondisi daerah
tertinggal, daerah perbatasan dan daerah pesisir atau kepulauan.
3.
Kriteria teknis adalah kriteria kondisi
sarana dan prasarana masing-masing bidang DAK yang disusun dari indikator
Teknis yang ditetapkan oleh masing-masing penanggungjawab bidang atau sub
bidang DAK.
Indikator Teknis, adalah data,
nilai, kondisi dan keadaan tertentu yang menggambarkan kondisi sarana layanan
publik di daerah yang ditetapkan oleh masing-masing K/L, untuk diperhitungkan
dengan bobot/porsi tertentu guna membentuk indeks teknis.
Dalam hal kegiatan yang didanai DAK
adalah kegiatan yang bersifat kegiatan fisik, maka daerah penerima DAK wajib
menganggarkan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% dari alokasi DAK yang
diterima.
2.2.2.1Bentuk Dana
Alokasi Khusus
Dana Alokasi
Khusus dialokasikan kepada daerah tertentu berdasarkan usulan daerah yang
berisi usulan-usulan kegiatan dan sumber-sumber pembiayaannya yang diajukan
kepada Menteri Teknis oleh daerah tersebut.Bentuknya dapat berupa rencana suatu
proyek atau kegiatan tertentu atau dapat berbentuk dokumen program rencana
pengeluaran tahunan dan multi tahunan untuk sektor-sektor serta sumber-sumber
pembiayaannya.
Bentuk usulan daerah tersebut
berpedoman pada kebijakan instansi teknik terkait. Kecuali usulan tentang
proyek/kegiatan reboisasi yang dibiayai dari bagian dana reboisasi. Dalam
sektor/kegiatan yang disusulkan oleh daerah termasuk dalam kebutuhan yang tidak
dapat diperhitungkan (tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan
rumus alokasi umum) maka daerah perlu membuktikan bahwa daerah kurang mampu
membiayai seluruh pengeluaran usulan kegiatan tersebut dari Pendapatan Asli
Daerah, Bagian Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bagian Daerah dari Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Bagian Daerah dari Penerimaan Sumber
Daya Alam, Dana Alokasi Umum, Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan yang
sah, yang penggunaannya dapat ditentukan sepenuhnya oleh Daerah. Pengalokasian
Dana Alokasi Khusus kepada Daerah ditetapkan oleh Menteri Keuangan Setelah
memperhatikan pertimbangan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Menteri
Teknis terkait dan Instansi yang membidangi perencanaan pembangunan nasional.
2.2.2.2 Penerapan Dana Alokasi Khusus
Penerapan Dana Alokasi
Khusus dalam desentralisasi Indonesia Dalam APBN terdapat komponen Dana Alokasi
Khusus (DAK) yang ditujukan untuk mengatasi kesenjangan pembangunan dan pelayanan
publik di beberapa daerah.Penerapan DAK tersebut untuk memenuhi pembangunan,
pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur
ekonomis yang panjang. DAK cenderung akan menambah asset tetap yang dimiliki
pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik.
2.2.2.3
Penetepan
Dana Alokasi Khusus
Berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor250/PMK.07/2014Penetapan besaran alokasi DAK
setiap Daerah ditentukanberdasarkan bobot DAK setiap bidang atau sub bidang
untuksetiap Daerah dibagi dengan bobot DAK setiap bidang atausub bidang untuk
seluruh Daerah dikalikan dengan paguDAK setiap bidang atau sub bidang.Bobot DAK
setiap bidang atau sub bidang ditetapkan berdasarkan indeks fiskal wilayah
teknis dikalikan dengan indeks kemahalankonstruksi Berdasarkan pagu dalam
Undang-Undang tentang APBN danditetapkan alokasi DAK untuk setiap Daerah.
2.2.2.4Tata
Cara Penyaluran Dana Alokasi Khusus
Menurut Departemen
Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dalam penyaluran
DAK antara lain :
1. Penyaluran
Dana Alokasi Khusus (DAK) dilaksanakan secarabertahap.
2. Tahap
I sebesar 30% dari alokasi DAK, dilaksanakan setelahperaturan daerah mengenai
APBD diterima oleh Direktur JenderalPerimbangan Keuangan, paling cepat dilaksanakan
pada bulanFebruari.
3. Tahap
II sebesar 30% dari alokasi DAK, dilaksanakan selambat-lambatnya15 hari kerja
setelah laporan penyerapan penggunaan DAK tahap I, diterima oleh Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan.
4. Tahap
III sebesar 30% dari alokasi DAK, dilaksanakan selambat-lambatnya15 hari kerja
setelah laporan penyerapan penggunaanDAK tahap II, diterima oleh Direktur
Jenderal PerimbanganKeuangan.
5. Tahap
IV sebesar 10% dari alokasi DAK, dilaksanakan selambat-lambatnya15 hari kerja
setelah laporan penyerapan penggunaanDAK tahap III, diterima oleh Direktur
Jenderal PerimbanganKeuangan.
6. Penyaluran
secara bertahap tersebut di atas tidak dapat dilaksanakansecara sekaligus.
7. Laporan
penyerapan penggunaan DAK disampaikan setelahpenggunaan DAK telah mencapai 90%
dari penerimaan DAKsampai dengan tahap sebelumnya.
8. Laporan
penyerapan penggunaan DAK tahap III diterima selambat-lambatnyaada tanggal 15
Desember tahun berjalan.
9. Laporan
disusun dengan menggunakan format sebagaimanaditetapkan dalam Lampiran I Peraturan
Menteri Keuangan.
10. Laporan
wajib disertai dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawabdengan menggunakan format
sebagaimana ditetapkan dalam LampiranII Peraturan Menteri Keuangan Nomor
04/PMK.07/2008.
2.2.2.5 Penggunaan Dana Alokasi Khusus
Penggunaan DAK
sebagai instrumen kebijakan antara lain :
1.
Digunakan dalam kebijakan trasfer fiskal
untuk mendorong suatu kegiatan agar dapat benar-benar dilaksanakan oleh daerah.
2.
Penyediaan biaya pelayanan dasar (basic
services) oleh daerah cenderung minimal atau dibawah standar. Dalam alokasi DAK
sehingga dapat meningkatkan standar umum.
3.
Alokasi dana melalui DAK biasanya
memerlukan kontribusi dana dari daerah yang bersangkutan, semacam matching
grant.
2.2.2.6
Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus
DAK merupakan dana yang
bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan
untuk membantu mendanai kegiatan khusus. Pemanfaatan DAK diarahkan pada
kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana
dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang. Dengan adanya
pengalokasian DAK diharapkan dapat mempengaruhi belanja modal, karena DAK
cenderung akan menambah asset tetap yang dimiliki pemerintah guna meningkatkan
pelayanan publik. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat hubungan antara pemberian
dana transfer dari Pemerintah Pusat (DAK) dengan alokasi anggaran pengeluaran
daerah melalui belanja modal.
2.2.2.7
Implementasi Dana Alokasi Khusus
Dalam UU 33/2004, DAK
diterjemahkan secara lebih sempit dari specific grant pada umumnya. Di dalam
implementasinya bahwa DAK yang dipraktikkan sekarang ini adalah sejenis
matching grant, yaitu bantuan spesifik yang mempersyaratkan dana pendamping.
DAK sebagai kategori bantuan spesifik dapat digunakan oleh Pusat untuk
pencapaian tujuan dan prioritas Nasional, misalnya untuk mencapai tujuan
Nasional di bidang pelayanan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur yang
urusannya telah didesentralisasikan ke Daerah. Karena Pusat tidak dapat mendikte Daerah untuk
penggunaan bantuan umum seperti DAU, maka Pusat dapat melakukannya untuk
bantuan spesifik.Bantuan spesifik dapat juga ditujukan untuk mempengaruhi pola
belanja Daerah. Dengan penggunaannya yang spesifik dan mempersyaratkan dana
pendamping dari sumber pendapatan daerah lainnya, akan tersedia sejumlah dana
yang harus dibelanjakan oleh Daerah untuk bidang yang diinginkan Pusat. Lebih
spesifik lagi, bantuan dapat disediakan oleh si pemberi untuk mengakomodasi beban
pembiayaan bagi Daerah tertentu, misalnya Daerah yang menyediakan pelayanan
yang juga dimanfaatkan oleh penduduk Daerah lain.
2.2.2.8
Permasalahan Dana Alokasi Khusus
Di dalam
implementasinya terdapat beberapa permasalahan tentang DAK terutama yang terkait
dengan masalah administrasi penyaluran dan pelaksanaannya.Ada beberapa
permasalahan terhadap Dana Alokasi Khusus antara lain :
1.
Perkembangan penyerapan DAK pada di
beberapa daerah menunjukkan masih lambat. dapat disebabkan adanya mistargeting
penetapan Daerah penerima alokasi DAK, atau karena ketidakjelasan dari
perubahan teknis kegiatan DAK yang tidak dapat dijalankan karena terkendala
kapasitas Daerah. Untuk kemungkinan sebab yang pertama, mistargeting dapat dihindari
apabila formula alokasi dikaitkan dengan ketepatan profiling baseline Daerah
dan outcome yang diinginkan.
2.
Kegiatan DAK lebih diutamakan untuk
kegiatan fisik saja. Hal ini sejalan dengan keinginan UU 33/2004 dan PP Nomor
55 Tahun 2005 yang mengutamakan kegiatan pembangunan dan/atau pengadaan
dan/atau peningkatan dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan
dasar. Dalam praktiknya, peraturan ini mempersulit penyaluran dan pemanfaatan
DAK di Daerah. Hal ini terjadi, karena berbagai program yang bersifat non-fisik
yang masih sangat dibutuhkan oleh Daerah, seperti program penyuluhan keluarga
berencana dan keluarga sehat, yang juga merupakan prioritas Nasional, menjadi
tidak terbantu oleh DAK.
3.
DAK dianggarkan secara tahunan, padahal
berbagai proyek fisik memerlukan waktu penyelesaian lebih dari satu tahun
anggaran. DAK yang hanya ditetapkan setiap tahun akan menyebabkan tidak
efektifnya pencapaian tujuan DAK. Sebagai contoh, dengan penentuan DAK tahunan,
maka program yang ditetapkan Daerah bisa terputus jika tahun berikutnya tidak
turun DAK bersangkutan ke Daerah tersebut.
2.3
Pelaksanaan
Anggaran Transfer Ke Daerah
Dalam rangka
pelakasanaan anggaran Transfer ke Daerah, Direktur Jendral Perimbangan Keuangan
Menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) sebagai perintah pemindahbukuan dari
Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah yang disampaikan kepada
Direktur Jendral Perbendaharaan, Direktur Pengelolaan Kas Negara. Berdasarkan
SPM sebagaimana dimaksud Direktur Jendral Perbendaharaan atas nama Menteri
Keuangan Menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Pemerintah Daerah
Menyampaikan konfirmasi tanda terima Transfer ke Daerah kepada Direktur Jendral
Perimbangan Keuangan paling lambat lima hari kerja setelah Transfer ke Daerah
tersebut diterima.
2.4
Pengelolaan
Keuangan Daerah
Menurut (Mamesa, 1195,
dalam Halim, 2007:23).Keuangan daerah dapat diartikan sebagai :
“Semua
hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, juga segala satuan, baik berupa
uang maupun barang, yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum
dimiliki/dikuasai oleh Negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak
lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku”
Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan
kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah (Halim, 2007:330).Menurut
peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan
keuangan daerah pasal 1 ayat 5, keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban
daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam rerangka anggaran pendapatan dan
belanja daerah. Gambar pengelolaan keuangan daerah sebagai berikut :
2.5
Penatausahaan
Dan Pertanggungjawaban Transfer Ke Daerah
Direktur
Jendral Perimbangan Keuangan menyelenggarakan penatausahaan, akuntansi dan
pelaporan keuangan atas pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah.Direktur
Jendral Perimbangan Keuangan menyusun laporan keuangan yang meliputi Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Menurut
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 241/PMK.07/2014 tentang
pelaksanaan dan pertanggungjawaban transfer ke daerah dan desa, penatausahaan
dan pertaggungjawaban transfer ke daerah antara lain :
1. Dalam
rangka pertanggungjawaban pengelolaan BA BUN transfer ke daerah dan dana desa,
PPA BUN menyusun laporan keuangan transfer ke daerah dan dana desa
2. Laporan
keuangan transfer ke daerah dan dana desa disusun oleh direktorat evaluasi
pendanaan dan informasi keuangan daerah, direktorat jendral perimbangan
keuangan.
3. Dalam
rangka penatausahaan akuntansi, dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
anggaran, KPA BUN transfer daerah dan dana desa menyusun laporan keuangan
tingkat KPA dan disampaikan kepada PPA BUN transfer ke daerah dan dana desa.
4. Dalam
rangka penatausahaan, akuntansi, dan pertanggunjawaban atas pelaksanaan
anggaran, KPA BUN transfer daerah dan dana desa dapat menunjuk dan menugaskan
unit organisasi pada direktorat jendral perimbangan keuangan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi terkait dengan penyusutan laporan keuangan.
5. Laporan
keuangan terdiri atas:
1. Laporan
realisasi anggaran
2. Laporan
operasional
3. Laporan
perubahan ekuitas
4. Neraca
5. Catatan
atas laporan keuangan
6. Dalam
rangka sinkronisasi penyajian laporan realisasi anggaran transfer ke daerah dan
dana desa, direktorat jendral perimbangan keuangan bersam-sama dengan kantor
wilayah direktorat jendral perimbangan dan pemerintah daerah dapat melakukan
rekonsiliasi data realisasi atas penyaliran transfer ke daerah dan dana desa
7. Kepala
daerah bertanggung jawab atas penggunaan dana transfer ke daerah.
8. Kepala
daerah bertanggung jawab atas pemindahbukuan dana desa dari RKUD ke rekening
kas desa
2.6
Pengawasan
Dan Pengendalian
Menurut UU
33/2004 Pengawasan atas pelaksanaan Dana Perimbangan sesuaidengan peraturan
perundang-undangan. Yang diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan
Pengelolaan Dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Pengawasan dan Pengendalian
suatu organisasi pemerintahan dapat dilaksanakan secara internal dan eksternal,
demikian pula dengan anggaran penggajian, pengawasan dan pengendalian secara
internal dilakukan oleh Badan Pengawasan Daerah (Bawasda), Badan Pengawasan
Provinsi (Bawasprov), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan
Badan Pengawasan Keuangan (BPK). Selain itu kepala satuan kerja selaku SKPD
bertanggungjawab secara langsung atas penggunaan anggaran tersebut.Sedangkan
pengawasan dan pengendalian secara eksternal dilakukan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) yang merupakan lembaga independen dan supreme auditor.
BAB III
SIMPULAN
3.1 Simpulan
Dana Perimbangan
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah. Bentuk dari dana perimbangan yaitu Dana
Alokasi Umum (DAU) & Dana Alokasi Khusus (DAK) dana yang dialokasikan merupakan
dana yang berasal dari Pemerintah Pusat yang diambil dari APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai
kebutuhan pengeluaran Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.Pelaksanaan dan pertanggungjawaban transfer ke daerah dan desa.
Penyaluran Dana Alokasi Umum kepada masing-masing kas daerah dilaksanakan oleh
Menteri Keuangan secara berkala.
Pengawasan atas
pelaksanaan Dana Perimbangan sesuaidengan peraturan perundang-undangan. Yang
diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggungjawab
Keuangan Negara. Pengawasan dan Pengendalian suatu organisasi pemerintahan
dapat dilaksanakan secara internal dan eksternal, demikian pula dengan anggaran
penggajian, pengawasan dan pengendalian secara internal dilakukan oleh Badan
Pengawasan Daerah (Bawasda), Badan Pengawasan Provinsi (Bawasprov), Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pengawasan Keuangan (BPK).
0 komentar:
Post a Comment