BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdagangan
bebas dan krisis ekonomi global mengharuskan setiap negara, termasuk Indonesia
berupaya keras untuk dapat bersaing baik di pasar dalam negeri maupun luar
negeri. Kondisi tersebut dapat dipecahkan dengan mendorong suatu bentuk
perekonomian yang lebih berdaya saing, sumber daya yang terbarukan dan berkesinambungan
berbasis kreatifitas, dimana ide atau gagasan dapat memberikan kesejahteraan
secara ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Pengembangan ekonomi dan ekonomi
kreatif di Indonesia diperlukan agar siap memanfaatkan dan merebut peluang
pasar yang semakin kompetitif.
Pengembangan
ekonomi kreatif merupakan pilihan tepat untuk menjaga ketahanan ekonomi dalam
kondisi krisis global. Ekonomi Kreatif perlu dikembangkan karena ekonomi
kreatif berpotensi besar dalam memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan;
menciptakan iklim bisnis yang positif membangun citra dan identitas bangsa;
berbasis pada sumberdaya yang terbarukan menciptakan inovasi dan kreativitas
yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa; dan memberikan dampak sosial
yang positif.
Pada
tanggal 22 Desember 2008 pemerintah juga telah mencanangkan tahun 2009 sebagai
Tahun Indonesia Kreatif (TIK). Tujuan dari program ini adalah terbukanya
wawasan seluruh pemangku kepentingan akan kontribusi ekonomi kreatif terhadap
ekonomi Indonesia dan terciptanya citra bangsa yang positif. Presiden Republik
Indonesia juga telah memerintahkan kepada 28 instansi pemerintah pusat dan
daerah untuk mendukung kebijakan Pengembangan Ekonomi Kreatif tahun 2009-2015
melalui Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif.
Melihat
persolan diatas, maka penulis tertarik untuk guna penyusunan makalah yang
diberi judul “Kerangka Kerja
Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
model pengembangan indrustri kreatif ?
2. Apa
saja aktor utama & faktor penggerak pengembangan indrustri kreatif ?
3. Bagaimana
rantai nilai pada industri kreatif ?
4. Apa
saja klasifikasi 14 subsektor industri kreatif ?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui model pengembangan industri kreatif.
2. Untuk
mengetahui aktor utama & faktor penggerak pengembangan indrustri kreatif.
3. Untuk
mengetahui rantai nilai pada industri kreatif.
4. Untuk
mengetahui klasifikasi 14 subsektor industri kreatif.
1.4 Metode
Penyusunan makalah ini
menggunakan metode observasi dan kepustakaan, observasi yang dilakukan seperti
studi pustaka dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan judul makalah. Dan
sumber lainnya melalui informasi media komunikasi (internet) yang berhubungan
dengan tema makalah.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Model Pengembangan Ekonomi
Kreatif
Model pengembangan
industri kreatif adalah
layaknya sebuah bangunan
yang akan menguatkan ekonomi Indonesia, dengan landasan,
pilar dan atap
sebagai elemen‐elemen bangunan
tersebut. Yang perlu digaris bawahi
sejak awal adalah adanya kenyataan
bahwa banyak subsektor industri kreatif
di Indonesia yang
memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan sektor industri
nasional lainnya, dan itu
dicapai dengan interfensi pemerintah yang
minimal. Saat ini
upaya pemerintah dalam
rangka membangun industri kreatif
diharapkan lebih meningkatkan kemampuan inovasi
dan daya adaptasi
yang selama ini
telah terbangun secara alami,
bukan justru sebaliknya. Dengan model pengembangan industri kreatif ini, maka
akan membawa industri kreatif dari titik
awal (origin point)
menuju tercapainya visi
dan misi industri
kreatif Indonesia 2030.
2.1.1 Pondasi model pengembangan ekonomi
kreatif
Pondasi industri
kreatif adalah sumber
daya insani (People)
Indonesia yang merupakan
elemen terpenting dalam
industri kreatif. Keunikan
industri kreatif –yang
menjadi ciri bagi
hampir seluruh sektor
industri yang terdapat
dalam industri kreatif–
adalah peran sentral
sumber daya insani
sebagai modal insani
dibandingkan faktor‐faktor produksi
lainnya. Untuk itu, pembangunan
industri kreatif Indonesia
yang kompetitif harus
dilandasi oleh pembangunan
SDM yang
terampil, terlatih dan terberdayakan untuk Menumbuh kembangkan pengetahuan
dan kreativitas. Pengetahuan
dan kreativitas inilah yang menjadi faktor produksi utama di
dalam industri kreatf. Menurut
Richard Florida, individu‐individu kreatif
memiliki strata yang
disebut sebagai strata kreatif
(creative class). Individu‐individu
pada strata kreatif ini terlibat dalam pekerjaan yang memiliki
fungsi untuk “menciptakan
bentuk baru yang
memiliki arti” 14. Dalam bukunya, “The
Rise of Creative
Class”, Richard Florida
menyatakan bahwa strata
kreatif ini terdiri dari dua
komponen utama, yaitu:
1. Inti Super
Kreatif (Super Creative
Core). Strata kreatif
ini terdiri dari
ilmuwan dan insinyur, profesor pada universitas, pujangga
dan pengarang cerita, seniman & seniwati, entertainers, aktor,
desainer dan arsitek, pengarang
cerita nonfiksi, editor,
tokoh budaya, peneliti, analis,
pembuat film, dan
pekerja kreatif lainnya
yang secara intensif
terlibat. dalam proses kreatif
. Hal utama
yang harus dihasilkan
dalam pekerjaan kreatif
adalah menghasilkan suatu bentuk
baru atau desain
yang siap untuk
digunakan secara luas, misalnya: desain
sebuah produk yang
dapat dibuat secara
luas, dijual dan
akhirnya digunakan; teori dan
strategi yang dapat
diaplikasikan di berbagai
kasus; atau menggubah musik
yang dapat dipertontonkan berulang
kali. Individu‐individu pada strata ini akan terlibat pada contoh
kegiatan di atas secara teratur.
2. Pekerja Kreatif
Profesional (Creative Professional). Individu
pada strata ini pada umumnya bekerja pada industri yang
memiliki karakterisitik: knowledge‐intensive seperti
industri berbasis teknologi
tinggi (high tech),
berbasis jasa layanan
keuangan, berbasis Hukum,
praktisi kesehatan dan
teknikal, dan manajemen
bisnis. Individu ini
terlibat dalam penyelesaian masalah
yang memerlukan kreativitas
(creative problem solving) untuk membuat
gambaran dari sebuah
struktur pengetahuan yang
kompleks untuk menyelesaikan masalah
yang spesifik. Untuk
dapat melakukan hal
ini, pada umumnya akan
membutuhkan tingkat pendidikan
yang cukup tinggi
dan individu pada
strata ini sering kali
mengaplikasikan atau mengkombinasikan suatu metoda standar dengan cara
yang unik sehingga
dapat sesuai dengan
permasalahan atau situasi
yang ada. Dokter, pengacara, atau
manajer seringkali melakukan
hal ini untuk
menyelesaikan kasus/permasalahan
yang dihadapinya. Individu‐individu yang
berada pada strata
ini mungkin saja dapat
menjadi individu pada
strata inti super
kreatif, jika individu
ini terlibat dalam proses penciptaan sesuatu yang baru.
2.1.2 Pilar utama model
pengembangan ekonomi kreatif
Dalam model
pengembangan ekonomi kreatif
terdapat 5 pilar
yang perlu terus
diperkuat sehingga industri kreatif
dapat tumbuh dan
berkembang mencapai visi
dan misi ekonomi kreatif Indonesia. Kelima pilar
ekonomi kreatif tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Industry. Industri
merupakan bagian dari
kegiatan masyarakat yang
terkait dengan produksi, distribusi,
pertukaran serta konsumsi
produk atau jasa
dari sebuah Negara atau
area tertentu. Industri
yang menjadi perhatian
dalam pilar ini
khususnya adalah industri kreatif
yang akan dianalisis
berdasarkan model Porter
5‐forces 15. Analisis dengan Porter
5‐forces sebagai
framework ini dilakukan
untuk mengupayakan
terbentuknya struktur pasar
industri kreatif dengan
persaingan sempurna yang mempermudah pelaku industri kreatif
untuk melakukan bisnis dalam sektor tersebut.
Pilar Industri
ini dimasukkan ke
dalam model pengembangan
ekonomi kreatif, berdasarkan
kepada pendekatan dari
Howkins (2001) yang
mengatakan kreativitas saja tidak
bisa dihitung. Yang
bisa dihitung adalah
produk kreatif. Produk
kreatif adalah hasil suatu
kreativitas dikalikan dengan
transaksi. Ini mengindikasikan adanya
faktor kreasi dan originalisasi
yang memiliki potensi
kapital dan/atau yang
diproduksi sedemikian rupa untuk dikomersialisasikan.
2. Technology. Teknologi
dapat didefinisikan sebagai
suatu entitas baik
material dan non material,
yang merupakan aplikasi
penciptaan dari proses
mental atau fisik
untuk mencapai nilai tertentu.
Dengan kata lain,
teknologi bukan hanya
mesin ataupun alat bantu
yang sifatnya berwujud,
tetapi teknologi ini
termasuk kumpulan teknik
atau metode‐metode,
atau aktivitas yang membentuk dan mengubah budaya. 16 Teknologi ini akan
merupakan enabler untuk mewujudkan kreativitas individu dalam karya nyata.
3. Resources.
Sumber daya yang dimaksudkan disini adalah input yang dibutuhkan dalam
proses penciptaan nilai
tambah, selain ide
atau kreativitas yang
dimiliki oleh sumber daya
insani yang merupakan
landasan dari industri
kreatif ini. Sumber
daya meliputi sumber daya
alam maupun ketersediaan
lahan yang menjadi
input penunjang dalam industri kreatif. Sumber daya
material yang khas
Indonesia seperti misalnya
rotan adalah salah
satu keunikan dari bangsa
Indonesia. Intensifikasi sumber
daya‐sumber daya
yang khas ini kedalam
produk‐produk fisikal
seperti desain, kerajinan
dan fesyen memberikan identitas nasional yang dibutuhkan
dalam berkompetisi dipasar global.
4. Institution. Institution
dalam pilar pengembangan
industri kreatif dapat
didefinisikan sebagai
tatanan sosial dimana
termasuk di dalamnya
adalah kebiasaan, norma,
adat, aturan, serta hukum yang berlaku. Tatanan sosial ini bisa yang
bersifat informal –seperti sistem
nilai, adat istiadat,
atu norma ‐ maupun
formal dalam bentuk
peraturan perundang‐undangan.
5. Financial Intermediary. Lembaga intermediasi keuangan adalah lembaga
yang beperan menyalurkan
pendanaan kepada pelaku industry yang
membutuhkan, baik dalam bentuk modal/ekuitas mapun pinjaman/kredit. Lembaga
intermediasi keuangan merupakan
salah satu elemen
penting untuk untuk
menjembatani kebutuhan keuangan
bagi pelaku dalam industri kreatif.
Industri kreatif
memiliki subsektor yang banyak.
Ada yang kreasinya berbentuk benda fisik, ada pula yang kreasinya berupa
produk non‐fisik (intangible).
Persepsi lembaga keuangan
saat ini masih tradisional, hanya
mau menyalurkan pinjaman
pada industri yang memiliki
hasil fisikal dan memiliki lahan
fisikal sebagai tempat berproduksi.
Dengan berkembangnya teknologi ICT, saat ini banyak produk‐produk non‐fisikal yang
memanfaatkan dunia maya
(cyberspace) sehingga berbentuk
digital. Insittusi finansial harus menciptakan perangkat finansial yang
mendukung era ini.
2.1.2 Aktor utama model pengembangan
ekonomi kreatif
Bangunan industry kreatif
ini dipayungi oleh hubungan antara Cendekiawan (Intellectuals), Bisnis (Business) dan
pemerintah (Government) yang disebut
sebagai system ‘triple helix’17
yang merupakan aktor
utama penggerak lahirnya kreativitas, ide,
ilmu pengetahuan dan teknologi
yang vital bagi
tumbuhnya industri kreatif.
Hubungan yang erat,
saling menunjang dan bersimbiosis mutualisme antara ke‐3 aktor tersebut dalam kaitannya
dengan landasan dan pilar‐pilar model
industri kreatif akan
menghasilkan industri kreatif
yang berdiri kokoh dan berkesinambungan.
1. Intellectuals
(Cendekiawan)
Cendekiawan adalah
orang‐orang yang dalam
perhatian utamanya mencari kepuasan dalam mengolah seni,
ilmu pengetahuan atas
renungan metafisika, dan
bukan hendak mencari tujuan‐tujuan
praktis, serta para
moralis yang dalam
sikap pandang dan
kegiatannya merupakan
perlawanan terhadap realisme
massa. Mereka adalah
para ilmuwan, filsuf, seniman, ahli
metafisika yang menemukan
kepuasan dalam penerapan
ilmu (bukan dalam penerapan hasil‐hasilnya).
Akan tetapi,
dari definisi di
atas, kecendekiawanan itu
juga ditentukan dari
keinginan menerapkan ilmu, dan
menularkannya. Dalam konteks
industri kreatif, cendekiawan mencakup budayawan, seniman, punakawan,
begawan, para pendidik
di lembaga‐lembaga
pendidikan, para pelopor
di paguyuban, padepokan,
sanggar budaya dan
seni, individu atau kelompok
studi dan peneliti,
penulis, dan tokoh‐tokoh lainnya
di bidang seni,
budaya (nilai, filsafat) dan ilmu pengetahuan yang terkait dengan
pengembangan industri kreatif.
2. Business
(Bisnis)
Bila ditilik
secara ekonomi, bisnis
(disebut juga perusahaan)
adalah suatu entitas
organisasi yang dikenali secara
legal, dan sengaja
diciptakan untuk menyediakan
barang‐barang baik berupa produk dan jasa kepada konsumen.
Bisnis pada umumnya dimiliki oleh swasta dan dibentuk untuk
menghasilkan profit dan
meningkatkan kemakmuran para
pemiliknya.
3. Government
(Pemerintah)
Pemerintah
didefinisikan sebagai sebuah organisasi yang memiliki otoritas untuk mengelola
suatu negara, sebagai sebuah kesatuan politik, atau aparat/alat negara yang
memiliki badan yang mampu memfungsikan dan menggunakan otoritas/kekuasaan. 19 Dengan
ini, pemerintah memiliki kekuasaan
untuk membuat dan
menerapkan hukum serta
undang‐undang
di wilayah tertentu.
2.2
Aktor Utama & Faktor Pengerak Pengembangan Ekonomi Kreatif
Kondisi ekonomi
yang diharapkan oleh
Indonesia adalah ekonomi
yang berkelanjutan.
Keberlanjutan yang dimaksud
adalah kemampuan untuk
beradaptasi terhadap kondisi
geografis dan tantangan
ekonomi baru, yang
pada akhirnya menghasilkan keberlanjutan pertumbuhan (sustainable growth).
Pertumbuhan yang tinggi
tercermin dari kompetensi individu individu dalam
menciptakan inovasi. Ekonomi
Kreatif yang di
dalamnya terdapat industri‐Industri kreatif
memiliki daya tawar yang tinggi di dalam ekonomi berkelanjutan karena individu‐individunya
memiliki modal kreativitas
(creative capital) yang
mereka gunakan untuk menciptakan inovasi‐inovasi.
Sebelum rencana pengembangan
besar yang tercermin
dalam roadmap dijalankan,
aktor‐aktor
yang terlibat dalam proses pengembangan industri kreatif
haruslah terlebih dahulu perlu
memahami perannya masing‐masing serta
harus mempersiapkan starting
point oleh seluruh aktor
terlibat secara matang
untuk mengembangkan industri
kreatif ini secara berkelanjutan.
a. Peran Cendekiawan
Cendekiawan
disini memiliki peran sebagai sebagai
agen yang menyebarkan &
mengimplementasikan ilmu pengetahuan, seni dan teknologi, serta sebagai agen
yang membentuk nilai‐nilai
yang konstruktif bagi pengembangan
industri kreatif dalam masyarakat.
Akademisi
sebagai bagian dari komunitas cendekiawan di dalam lembaga pendidikan tinggi
dan lembaga penelitian,
memiliki peranan yang
besar dalam mengembangkan ekonomi
kreatif. Kontribusi akademisi tersebut dapat
dijabarkan dalam tiga bentuk peranan, seperti juga yang termuat dalam
Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu:
1. Peran pendidikan
ditujukan untuk mendorong
lahirnya generasi kreatif
Indonesia dengan pola pikir
yang mendukung tumbuhnya
karsa dan karya dalam industri kreatif;
2. Peran penelitian
dilakukan untuk memberi
masukan tentang model kebijakan pengembangan industri kreatif
dan instrumen yang dibutuhkan, serta menghasilkan teknologi yang
mendukung cara kerja
dan penggunaan sumber daya yang
efisien dan menjadikan industry kreatif nasional yang kompetitif; dan
3. Peran pengabdian
masyarakat dilakukan untuk
membentuk masyarakat dengan institusi/tatanan
sosial yang mendukung tumbuh suburnya industri kreatif nasional.
Dalam menjalankan
perannya secara aktif,
cendekiawan dituntut untuk memiliki semangat disipliner dan eksperimental tinggi, menghargai pendapat
yang bersebrangan (empati dan etika), mampu
memecahkan masalah secara kreatif, menjalankan observasi yang
bersifat lintas sektoral, menggunakan
teknologi ICT dengan fasih, menjadi anggota forum pengkayaan ilmu pengetahuan dan seni baik secara nasional
maupun internasional, formal maupun non‐formal.
b. Peran Bisnis
Aktor
bisnis merupakan pelaku usaha, investor dan pencipta teknologi teknologi baru,
serta juga merupakan konsumen industri kreatif. Aktor bisnis juga perlu
mempertimbangkan dan mendukung keberlangsungan industri kreatif
dalam setiap peran yang dilakoninya. Misalnya melalui
prioritas penggunaan input
antara industry kreatif
domestik, seperti jasa‐jasa
industri kreatif dalam riset, iklan dan lain‐lain.
Peran bisnis dalam pengembangan industri
kreatif ini adalah:
1. Pencipta, yaitu sebagai center of
excellence dari kreator produk dan jasa kreatif, pasar baru yang dapat
menyerap produk dan
jasa yang dihasilkan,
serta pencipta lapangan pekerjaan bagi individu‐individu kreatif
ataupun individu pendukung lainnya.
2. Pembentuk Komunitas dan Entrepreneur
kreatif, yaitu sebagai motor yang membentuk ruang public tempat terjadinya
sharing pemikiran, mentoring yang dapat
mengasah kreativitas dalam melakukan
bisnis di industri kreatif, business coaching atau pelatihan manajemen
pengelolaan usaha di industri kreatif.
Dalam
menjalankan perannya, bisnis dituntut untuk menggunakan kemampuan konseptual
yang tinggi, mampu menciptakan variasi
baru berupa produk dan jasa, mahir berorganisasi, bekerjasama, berdiplomasi
(semangat kolaborasi dan
orkestrasi), tabah menghadapi kegagalan yang
dialami, menguasai konteks teknikal
dan kemampuan perencanaan finansial.
c. Peran Pemerintah
Keterlibatan pemerintah
dalam pembangunan industry kreatif sangatlah
dibutuhkan terutama melalui pengelolaan otonomi daerah yang baik, penegakan demokrasi, dengan prinsip‐prinsip good
governance. Ketiganya bukan merupakan hal yang baru, memang sudah menjadi
agenda utama reformasi. Jika
berhasil dengan baik, ketiganya merupakan
kondisi positif bagi pembangunan industri kreatif.
Peran utama Pemerintah dalam
pengembangan industri kreatif adalah:
1. Katalisator, fasilitator
dan advokasi yang memberi
rangsangan, tantangan, dorongan, agar ide‐ide
bisnis bergerak ke tingkat kompetensi yang
lebih tinggi. Tidak selamanya dukungan itu haruslah berupa
bantuan finansial, insentif ataupun proteksi, tetapi dapat juga berupa
komitmen pemerintah untuk
menggunakan kekuatan politiknya dengan
proporsional dan dengan memberikan pelayanan administrasi publik dengan baik;
2. Regulator yang menghasilkan kebijakan‐kebijakan yang
berkaitan dengan people, industri,
insititusi, intermediasi, sumber daya, dan teknologi. Pemerintah dapat
mempercepat perkembangan industry kreatif jika pemerintah mampu membuat kebijakan‐kebijakan yang
menciptakan iklim usaha yang
kondusif bagi industri
kreatif. Pemerintah juga harus
mengatur bahwa kebijakan yang telah
dikeluarkan dijalankan dengan baik.
3. Konsumen, investor bahkan entrepreneur.
Pemerintah sebagai investor
harus dapat memberdayakan asset
Negara untuk menjadi produktif dalam lingkup industry kreatif dan bertanggung
jawab terhadap investasi infrastruktur industri. Sebagai konsumen, pemerintah perlu merevitalisasi kebijakan
procurement yang dimiliki, dengan
prioritas penggunaan produk‐produk
kreatif. Sebagai entrepreneur, pemerintah
secara tidak langsung memiliki
otoritas terhadap badan usaha milik pemerintah (BUMN)
4. Urban planner. Kreativitas akan
tumbuh dengan subur di kota kota yang memiliki iklim kreatif. Agar pengembangan
ekonomi kreatif ini berjalan
dengan baik, maka
perlu diciptakan kota‐kota
kreatif di Indonesia. Pemerintah
memiliki peran sentral dalam penciptaan kota kreatif (creative city), yang mampu mengakumulasi dan mengkonsentrasikan energi
dari individu‐individu
kreatif menjadi magnet yang menarik minat
individu/perusahaan untuk
membuka usaha di
Indonesia.
2.2.1
Pemahaman factor penggerak
Yang dimaksud dengan faktor penggerak adalah aspek‐aspek, kondisi, mekanisme yang dianggap sebagai variabel
utama penentu keberhasilan pengembangan
industri kreatif. Faktor
penggerak ini merupakan faktor‐faktor penting untuk
membentuk pondasi dan
pilar yang kokoh
pada tahun 2015.
Penjelasan dari masing‐masing faktor penggerak
yang merupakan faktor
penting untuk membentuk pondasi dan pilar yang kokoh pada tahun 2015
adalah sebagai berikut:
1. Kurikulum Berorientasi Kreatif dan
Pembentukan Jiwa Kewirausahaan:
Kurikulum yang dimaksudkan disini adalah (i) kurikulum yang
membentuk kompetensi agar menjadi individu‐individu visioner yang
mampu menerima berbagai scenario tantangan,
melihat peluang dan berani mengambil resiko, termasuk melatih kemampuan
mencerna permasalahan dan mengambil
keputusan dengan tepat
walaupun tanpa adanya panduan yang
cukup; (ii) kurikulum yang memfasilitasi intensifikasi skill, talenta dan kreativitas,
serta (iii) kurikulum yang mengandung
program yang seimbang antara hard science dengan soft science (seni dan ilmu
sosial).
2. Kebebasan Pers & Akademik: Adanya
kebebasan berpendapat dan mengeluarkan
pikiran di lingkungan masyarakat dan kampus dan. Hal ini akan menciptakan iklim kritis yang menghasilkan
sirkulasi informasi dimedia dan
publikasi‐publikasi
yang bermutu.
3. Riset Inovatif Multi Disiplin: Riset
yang dihasilkan haruslah riset yang market
friendly dan riset yang tidak
hanya di dalam pasar mainstream
tetapi juga di
luar pasar mainstream (new idea) yang bersifat multi disipliner yang
jelas aplikasinya dimasyarakat.
4. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan:
Lembaga pendidikan dan pelatihan dengan bidang studi kreatif
yang cukup dengan sebaran yang
merata di seluruh wilayah Indonesia. Lembaga yang dimaksud adalah pendidikan
dasar, pendidikan tinggi
dan pendidikan/pelatihan informal. Lembaga‐lembaga pendidikan dan pelatihan diyakini di berbagai negara sebagai faktor
penggerak utama pengembangan
kreativitas.
5. Pemasaran, Business Matching:
Pemasaran meliput aspek ekspansi pasar dengan menggunaan konsep pencitraan dan
komersialisasi serta pengembangan produk dan jasa yang inovatif yang didukung dengan adanya business matching
antara pelaku usaha sehingga akan terbina jejaring usaha yang solid
dan tangguh yang
mendukung pertumbuhan industri kreatif yang berdaya saing.
6. Entrepreneurship, Business Coaching
dan Mentoring:
7. Skema pembiayaan yang sesuai (rural
dan urban): Para pelaku bisnis diharapkan dapat memberikan masukan,
mengarahkan, memfasilitasi
terbentuknya lembaga intermediasi dibidang keuangan
yang dapat mendukung
tumbuhnya aktivitas bisnis
di industri kreatif.
8. Komunitas Kreatif: Komunitas kreatif
merupakan kumpulan individu
yang memiliki kesamaan visi dan
bergerak atas kehendaknya sendiri, dari mulai
menciptakan pertukaran ilmu pengetahuan,
pengalaman, teknik dan
taktik yang saling berinteraksi sampai akhirnya
menumbuhkan inisiatif untuk membentuk suatu proyek, dan akhirnya menetas
menjadi suatu entitas bisnis inovatif yang tahan guncangan.
9. Arahan Edukatif: Arahan strategis
dari pemerintah tentang bagaimana mengembangkan insan‐manusia kreatif
yang menghargai budaya
dan sejarah. Arahan ini harus mampu direspon oleh
institusi pendidikan yang akan diwujudkan secara nyata dalam kurikulum dan kebijakan
pendidikan (misalnya: pembuatan
program bahwa pendidikan seni,
sejarah bangsa dan budaya menjadi disiplin ilmu wajib di setiap jenjang
pendidikan, dari pendidikan dasar sampai dengan perguruan tinggi).
10. Penghargaan Insan kreatif & Konservasi: Bangsa
yang besar adalah
bangsa yang menghargai budaya dan
sejarahnya serta prestasi masyarakatnya.
11. Insentif: Insentif adalah kemudahan‐kemudahan atau
tambahan penghasilan baik berupa uang, barang, dsb yang
diberikan untuk meningkatkan
gairah untuk berusaha, berkembang ataupun bekerja. Insentif dapat diberikan oleh
pemerintah dalam beberapa kondisi, yaitu dalam kondisi negatif, positif,
berkembang dan kompetitif.
12. Iklim Usaha yang Kondusif: Merupakan
situasi serta kondisi lingkungan
usaha yang dapat mendukung
pertumbuhan industri kreatif.
2.3
Rantai Nilai Pada Industri Kreatif
Rantai nilai yang
dimaksudkan di sini adalah rantai proses penciptaan nilai yang umumnya
terjadi di industri
kreatif. Pada sektor
manufakturing dan industri
konvensional lainnya, rantai nilai
cenderung pada bagaimana
mengatur input berupa
akuisisi dan konsumsi produk-produk fisikal
(tangible) sebagai sumber
dayanya (bahan baku). Penciptaan nilai pada industri manufaktur didasari dari
standarisasi proses, produksi massal dan perulangan (repetition), dengan
semaksimal mungkin selalu
mengupayakan efisiensi dalam
produksi sehingga dapat mencapai
produktivitas produksi semaksimal
mungkin.
Pemahaman akan
rantai penciptaan nilai
di dalam industri
kreatif ini, dapat
membantu stakeholders industri kreatif untuk memahami posisi industri
kreatif dalam rangkaian industri yang
terkait dengan industri
kreatif ini. Rantai
nilai yang menjadi
pokok perhatian dalam menentukan strategi
pengembangan memiliki urutan
linear sebagai berikut:
(1) Kreasi; (2)Produksi; (3)
Distribusi, dan (4) Komersialisasi.
Kreasi adalah
penciptaan dimana daya kreasi merupakan faktor suplai/input dalam industri kreatif dengan melibatkan segala
hal yang berhubungan dengan
cara-cara mendapatkan input, menyimpannya
dan mengolahnya. Sehingga
daya kreativitas, keterampilan
dan bakat, orisinalitas ide adalah faktor suplai/input yang paling penting. Dengan produk yang unik dan berbeda serta
orisinil, produk tersebut mampu berkompetisi dengan produk-produk
lawannya dengan lebih
baik dan berpotensi
menciptakan lapangan kerja serta
kemakmuran bagi yang memilikinya, demikian juga kebalikannya.
Daya kreasi adalah
kekuatan yang muncul dari dalam diri individu. Perlu diciptakan kondisi
lingkungan yang dapat memupuk daya kreatif individu, dalam hal ini mencakup
baik dari lingkungan dalam arti sempit (keluarga, sekolah) maupun dalam arti
kata luas (masyarakat, kebudayaan). Timbul dan tumbuhnya kreativitas dan
selanjutnya berkembangnya suatu kresi yang diciptakan oleh seseorang individu
tidak dapat luput dari pengaruh kebudayaan serta pengaruh masyarakat tempat
individu itu hidup dan bekerja.
Berikut adalah faktor-faktor
yang dapat memperkuat daya kreasi :
1. Edukasi.
Pembangunan sumber daya insani sebagaimana yang
kita ketahui, sangat terkait dengan pendidikan. Kreativitas berbasis
artistik harus dianggap sebagai disiplin ilmu yang serius dan
diajarkan di sekolah sejak TK hingga
perguruan tinggi.
Kegunaannya
adalah agar dapat lebih memahami filosofi dan
sejarah seni dengan lebih baik dan
menyeimbangkan pola pikir di
kedua sisi otak
(otak kiri dan otak kanan). Dengan demikian diharapkan apresiasi
terhadap seni meningkat, dan mampu menghasilkan lebih
banyak gagasan-gagasan kreatif sebagai jalan keluar dari berbagai permasalahan
ekonomi dan sosial di masyarakat.
2. Inovasi. Kreasi
kreatif bisa berbasis pada inovasi baru, artistik, inovasi sains danteknologi
yang unik dan belum pernah dibuat atau terpikirkan oleh orang lain. Inovasi yang baik dan
berpotensi ekonomi memiliki faktor pengunci yang sulit dibongkar pihak lain,
biasanya adalah penggabungan dari kreasi yang bersifat non fisik (intangible)
dan kreasi yang bersifat fisik (tangible).
3. Ekspresi.
Kreativitas saat itu mampu memaksimalkan daya pikir insani dalam mengambil keputusan, mencari jalan
keluar, meleburkan batasan‐batasan dan
menghasilkan suatu benda, produk
yang baru, unik dan dengan ekspresi yang sangat kuat,
diingat orang hingga ribuan tahun lamanya. Saat ini, dengan pemisahan-pemisahan
ilmu pengetahuan, ekspresi menjadi ekslusif
milik kalangan seni, sedangkan
dikalangan eksakta, lebih
berorientasi pada fungsi
dan efisiensi.
4. Kepercayaan
Diri. Kepercayaan diri adalah faktor fundamental dalam
berkreasi. Penanaman rasa percaya diri akan semakin mendorong individu
dan perusahaan untuk berani tampil beda
atau tampil dengan identitasnya sendiri. Dalam konteks yang lebih tinggi,
kepercayaan diri yang kuat, dan keberanian untuk mengelola resiko akan
menguatkan identitas individu kreatif atau perusahaan‐perusahaan
kreatif.
5. Pengalaman dan
Proyek. Produk‐produk
industri kreatif pada umumnya memiliki daur hidup (life cycle) yang relatif
singkat, turn‐over yang
tinggi serta berupa proyek-proyek dengan jangka waktu yang
relatif singkat. Seseorang boleh menganggap dirinya kreatif, namun bila ia
tidak memiliki pengalaman dan mengalami
berbagai kondisi dipasar, kepekaannya terhadap pasar akan berkurang
dan produk‐produk
yang dihasilkan walaupun memenuhi kriteria
kreatif, belum tentu
tepat sasaran.
6. Proteksi. Kreasi yang benar‐benar baru dan unik memiliki
potensi untuk didaftarkan HKInya,
baik itu
berupa paten, hakcipta, merek
maupun desain.
7. Agen Talenta. Agen talenta bisa
ditemui di industri‐indistri
film dan musik, namun tidak menutup
kemungkinan bagi sektor‐sektor
kreatif lainnya. Agen‐agen
ini berfungsi sebagai pemburu talenta baru dan mengelola mereka dalam suatu
wadah manajemen. Agen berperan mensuplai insan‐insan kreatif ke industrinya.
2.3.1
Produksi
Produksi adalah
segala aktivitas yang dibutuhkan dalam mentransformasikan input menjadi output,
baik berupa produk maupun jasa.
Aktivitas dominan dalam produksi adalah mereplikasi maupun
reproduksi. Aktivitas ini adalah proses
perulangan yang memang
harus terjadi, agar industri‐industri
kreatif menikmati penghasilan. Faktor yang bertolak belakang akan terjadi
di dalam pembahasan
ini, karena nilai
tambah dari hasil
kreasi yang orisinil
berasosiasi pada produk‐produk dalam
jumlah terbatas, sedangkan
nilai tambah produksi berasosiasi pada
replikasi dan duplikasi
sebanyak mungkin sehingga biaya
produksimenjadi murah. Sehingga untuk mensikapinya, harus kita lihat secara proporsional dan
tergantung karakteristik produknya.
Faktor‐faktor penting dalam
sebuah proses produksi adalah:
1. Teknologi.Teknologi yang
dimaksudkan disini dapat dibedakan menjadi:
a. Teknologi Inti. Teknologi
merupakan bagian paling penting, namun bukan berarti harus memiliki semua
teknologi yang dibutuhkan. Teknologi ini berguna
untuk melakukan eksperimen, penelitian, ujicoba dan untuk pembuatan purwarupa (prototyping) berupa fasilitas
studio dan workshop.
b. Teknologi Lapisan Kedua.
Teknologi yang pengerjaannya bisa dialihkan
kepada pihak ketiga dengan berprinsip pada fleksibilitas, yaitu: (i)
Sistim Manufaktur Fleksibel
(Flexible Manufacturing System);
(ii) Sistim Manufaktur
Tangkas (Agile Manufacturing System); (iii) Sistim Manufaktur
berdasarkan kebutuhan saat itu (Just‐in‐Time Manufacturing
System); (iv) Original Equipment Manufacturer (OEM).
2. Jaringan outsourcing jasa.
Karena luasnya industri kreatif, hampir pasti bahwa organisasi inti di dalam
perusahaan berbasis kreatif tidak akan dapat
menjawabsemua permasalahan‐permasalahan
yang dihadapi konsumen, karena
permasalahan tersebut membutuhkan
penanganan khusus dari
ahlinya/spesialis.
3. Skema Pembiayaan. Skema‐skema pembiayaan
alternatif harus diciptakan untuk
menjawab permasalahan bagi
pengaktulisasian ide, gagasan,
atau proyek kreatif
yang bernilai ekonomis.
2.3.2 Distribusi
Distribusi adalah segala kegiatan dalam
penyimpanan dan pendistribusikan output.
1. Negosiasi Hak Distribusi: Negosiasi untuk produk‐produk industri
kreatif yang maya (intangible) menuntut
suatu keahlian tertentu,
karena produk jenis
ini sangat mudah berpindah tangan dan di distribusikan. Lagu dan
perangkat lunak dapat dikirim melalui email ke banyak tujuan dalam sekali
kirim, dapat juga diduplikasi dengan mudah tanpa seizin penciptanya.
Tanpa pengetahuan yang
cukup, negosisasi ini akan berat sebelah, lebih menguntungkan orang lain
daripada sang penciptanya.
2. Internasionalisasi. Internasionalisasi produk‐produk
kreatif dapat dilakukan dengan cara
mengikuti pasar mainstream atau dengan jaringan internasional yang
lebih independen.
3. Infrastruktur. Infrastruktur yang dikembangkan diharapkan dapat mendukung
diseminasi pada media baru (internet), penguatan insan kreatif dan penciptaanklaster
kreatif.
2.3.3
Komersialisasi
1. Komersialisasi adalah segala
aktivitas yang berfungsi memberi pengetahuan
kepada pembeli tentang produk dan layanan yang disediakan, dan juga mempengaruhi konsumen untuk membelinya.
2. Layanan (services) adalah segala
aktivitas yang diperlukan untuk menjaga
suatu barang atau layanan tetap
berfungsi dengan baik sesuai dengan harapan
konsumen setelah barang atau jasa itu dibeli oleh mereka.
2.4
Klasifikasi 14 Subsektor Industri Kreatif
Subsektor industri
kreatif nasional yang ada perlu dikelompokkan ke dalam kategori-kategori yang memiliki
kesamaan dari dua aspek utama: substansi yang dominan dan tingkat keahlian SDM
dalam industri tersebut.
Pengelompokan 14
subsektor industri kreatif tersebut dilakukan dengan memperhatikan dua dimensi, yaitu: (a) substansi
yang dominan dalam subsektor industri kreatif tersebut; dan (b) intensitas
sumber daya yang dibutuhkan pada subsektor industri kreatif tersebut, karena
kedua aspek tersebut merupakan komponen utama yang menentukan perkembangan
industri kreatif ini.
2.4.1
Substansi Dominan
Substansi dominan pada
suatu subsektor industri kreatif, dapat dibedakan menjadi 4 (empat) aspek yang
menjadi ciri-cirinya yaitu:
1. Media.
Subsektor tersebut menghasilkan barang/jasa yang mengandalkan media yang
digunakan untuk menampil kontennya untuk menghasilkan nilai tambah (value‐added).
2. Seni
dan Budaya. Subsektor tersebut menghasilkan barang/jasa yang mengandalkan
kandungan seni dan budaya yang terdapat di dalamnya untuk menghasilkan nilai
tambah (value‐added).
3. Desain.
Subsektor tersebut menghasilkan barang/jasa yang mengandalkan aspek
perancangan/desain untuk menghasilkan nilai tambah (value‐added).
4. Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. Subsektor tersebut menghasilkan barang/jasa
mengandalkan pengunaan teknologi berbasis pengetahuan (knowledge) sebagai
sarana penciptaannya untuk menghasilkan nilai tambah (value‐added).
2.4.2
Intensitas Sumber Daya
Di dalam industri
kreatif, secara general memang peran kreativitas adalah sentral sebagai sumber
daya utama. Akan tetapi, memang terdapat beberapa industri yang masih sangat
membutuhkan sumber daya yang bersifat fisik, berupa sumber daya alam baik
sebagai bahan mentah maupun bahan baku antara bagi industri tersebut. Industri-industri
seperti penerbitan dan percetakan misalkan, pada kondisi sekarang masih sangat
membutuhkan kertas sebagai bahan baku utama, walaupun trend masa depan adalah
penggunaan saluran digital untuk menyampaikan informasi. Walaupun demikian,
masih sangat sulit untuk mengabaikan peran kertas—yang bersumber dari pepohonan
yang merupakan sumber daya alam—di dalam industri ini.
Industri lainnya
yang memiliki kondisi
yang sama—bahkan dalam
hal ini peran
sumber daya fisiknya tak
tergantikan—adalah industri kerajinan
dan industri fesyen.
Industri kerajinan membutuhkan berbagai bahan baku yang berasal dari
alam, misalkan kayu, rotan, plastik,
batu‐batuan, logam, dll.
Industri fesyen mutlak
memerlukan bahan baku
tekstil sebagai sumber daya
yang utama. Walaupun
pada kedua industri
tersebut trend globalnya adalah untuk
meningkatkan nilai tambah
dari aspek desain—bukan
lagi aspek
produksi/manufaktur—namun tidak bisa
mengabaikan kebutuhan sumber
daya berwujud fisik dalam
hal ini. Industri
pasar barang seni,
walaupun tidak lagi
melakukan kegiatan produksi, juga
merupakan industri yang mengandalkan sumber daya berwujud fisik, karena produk
yang dijual nampak wujud fisiknya.
Industri-industri di
atas dapat dikategorikan
sebagai industri yang
berbasis sumber daya yang kasat mata (tangible‐based).
Sedangkan sebagian besar subsektor industri kreatif lainnya sangat minim
kebutuhan sumber daya
berwujud fisiknya, dan
biasanya tidak dominan perannya. Industri‐industri seperti
permainan interaktif dan music misalkan, mengandalkan sepenuhnya kreativitas
sebagai sumber daya
utama. Industri‐industri ini
kita kategorikan sebagai industri
yang berbasis sumber daya yang tidak kasat mata (intangible‐based).
Terdapat 7 kelompok subsektor industri
kreatif :
Kelompok Subsektor
Industri publikasi dan presentasi lewat media (Media Publishing and Presence)
yaitu: subsektor Penerbitan‐Percetakan
dan subsektor Periklanan
(warna oranye, 2 subsektor).
Kelompok Subsektor
Industri dengan kandungan budaya yang disampaikan lewat media elektronik (Electronic
Media Presentation with
Cultural Content: yaitu
subsektor TV dan Radio dan subsektor Film Video dan
Fotografi (warna ungu, 2 subsektor).
Kelompok Subsektor
Industri dengan kandungan budaya yang
ditampilkan ke publik baik
secara langsung maupun
lewat media elektronik
(Cultural Presentation) yaitu subsector Musik dan subsektor Seni
Pertunjukan (warna merah, 2 subsektor).
Kelompok Subsektor
Industri yang padat
kandungan seni dan
budaya (Arts & Culture
Intensive), yaitu subsektor Kerajinan
dan subsektor Pasar barang seni (warna
coklat 2 subsektor).
Kelompok Subsektor
Industri Design, yaitu
subsektor Desain, subsector Fesyen dan subsektor Arsitektur (warna hijau, 3
subsektor) Kelompok Subsektor Industri
kreatif dengan muatan teknologi (Creativity
with Technology): subsektor Riset dan Pengembangan, subsector Permainan
Interaktif dan subsektor Teknologi Informasi dan Jasa Perangkat Lunak (warna
biru tua, 3 sektor).
Kerangka kerja
melalui pembagian ke
dalam tujuh kelompok
industri kreatif ini akan
berperan penting dalam menentukan strategi pengembangan. Dengan mengetahui
intensitas pemanfaatan sumber daya alam di
dalam industri kreatif, maka
strategi pengembangan sektor tertentu
harus memperhatikan aspek
kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang dibutuhkan dalam
industri tersebut. Selain itu, kebijakan
pemerintah dari berbagai instansi yang menyentuh
empat aspek dominan
yang berbeda di
dalam industri kreatif
tersebut (Seni & Budaya,
Media, Desain dan IpTek) akan berdampak
pula pada subsektor
industri kreatif bersangkutan.
Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah
terhadap pengembangan industri kreatif akan bersifat lintas sektoral
dan membutuhkan koordinasi antar instansi.
Dalam hal ini,
kebijakan industry kreatif nasional nantinya akan memerlukan kebijakan dari
berbagai instansi pemerintah
baik di pusat
maupun di daerah,
yang harus dilengkapi dengan program
kerja masing-masing yang
bermuara pada Rancangan
Pengembangan Industri Kreatif nasional.
BAB
3
SIMPULAN
3.1 Simpulan
1. Model pengembangan
industri kreatif adalah
layaknya sebuah bangunan
yang akan menguatkan ekonomi Indonesia, dengan landasan,
pilar dan atap
sebagai elemen‐elemen bangunan
tersebut.
2. Kondisi ekonomi
yang diharapkan oleh
Indonesia adalah ekonomi
yang berkelanjutan.
Keberlanjutan yang dimaksud
adalah kemampuan untuk
beradaptasi terhadap kondisi
geografis dan tantangan
ekonomi baru, yang
pada akhirnya menghasilkan keberlanjutan pertumbuhan (sustainable growth).
Pertumbuhan yang tinggi
tercermin dari kompetensi individu individu dalam
menciptakan inovasi.
3. Rantai
nilai yang dimaksudkan di sini adalah rantai proses penciptaan nilai yang
umumnya terjadi di industri
kreatif. Pada sektor
manufakturing dan industri
konvensional lainnya, rantai nilai
cenderung pada bagaimana
mengatur input berupa
akuisisi dan konsumsi produk-produk fisikal
(tangible) sebagai sumber
dayanya (bahan baku).
4. Subsektor
industri kreatif nasional yang ada perlu dikelompokkan ke dalam kategori-kategori yang memiliki
kesamaan dari dua aspek utama: substansi yang dominan dan tingkat keahlian SDM
dalam industri tersebut. Pengelompokan 14 subsektor industri kreatif tersebut
dilakukan dengan memperhatikan dua
dimensi, yaitu: (a) substansi yang dominan dalam subsektor industri kreatif
tersebut, dan (b) intensitas sumber daya yang dibutuhkan pada subsektor
industri kreatif tersebut.
0 komentar:
Post a Comment